Aturan Baru Pemerintah Mulai Berlaku, Pajak 0,5 Persen untuk Pedagang Online

NN Newsroom

Senin, 14 Juli 2025

Ilustrasi gedung kantor e-commerce di Jakarta (Foto: Ai Dream Lab/ Nasional.news)

NASIONAL.NEWS — Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan kebijakan baru mengenai pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pelaku usaha di platform marketplace online.

Aturan ini mempertegas peran penyelenggara e-commerce atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pihak yang ditugaskan memungut PPh dari pedagang.

Beleid yang ditandatangani langsung oleh Sri Mulyani pada Senin, 14 Juli 2025 itu menyatakan, “Menteri melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pihak Lain sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).”

Penunjukan ini juga termasuk penetapan batasan nilai transaksi atau jumlah pengakses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).

Menarget Badan Usaha dan Individu

PMSE yang dimaksud mencakup platform lokal maupun luar negeri yang memenuhi sejumlah kriteria, seperti menggunakan rekening escrow dan memiliki volume transaksi serta trafik pengguna yang tinggi di Indonesia.

Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan platform serupa termasuk dalam kategori ini.

Pedagang yang akan dikenai pajak adalah individu atau badan usaha yang menerima penghasilan melalui rekening bank atau sejenisnya dan bertransaksi menggunakan alamat IP Indonesia atau nomor telepon dengan kode negara Indonesia.

Tidak hanya itu, pihak lain seperti perusahaan ekspedisi, jasa asuransi, maupun pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik turut tercakup dalam kebijakan ini.

Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1), “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri sehubungan dengan transaksi yang dilakukan melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22.”

Besaran Nilai Pajak

Adapun besaran pungutan pajak ditetapkan adalah sebesar 0,5% dari peredaran bruto dan tidak termasuk PPN maupun pajak penjualan atas barang mewah.

Peredaran bruto diartikan sebagai penghasilan usaha sebelum dipotong diskon atau potongan lainnya.

Namun demikian, pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak diwajibkan melapor ke PMSE.

“Dalam hal Pedagang Dalam Negeri… memiliki Peredaran Bruto melebihi Rp500.000.000,00… harus menyampaikan informasi kepada Pihak Lain berupa surat pernyataan,” tulis Pasal 6 ayat (6).

Surat pernyataan itu wajib disampaikan paling lambat akhir bulan saat omzet melebihi batas Rp500 juta.

TERKAIT LAINNYA