NASIONAL.NEWS — Diskursus mengenai literasi kembali mendapatkan momentum melalui acara Bincang Literasi Pemuda bertajuk “Dakwah dengan Literasi Nyalakan Aksi Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045” yang digelar oleh Pengurus Wilayah Pemuda Hidayatullah Daerah Khusus Jakarta di Gedung Perpustakaan Nasional RI, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2025).
Forum ini menghadirkan narasumber tokoh literasi nasional Kang Maman Suherman, Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect) dan pegiat literasi Mas Imam Nawawi, dan penulis juga pustakawan pendiri Rumah Sejarah Indonesia (RSI) Tamadun Hadi Nur Ramadhan.
Dalam forum tersebut, Kang Maman Suherman menekankan pentingnya menjadikan Al-Qur’an sebagai bagian dari indikator literasi nasional.
“Kenapa kemampuan membaca Al-Qur’an tidak dimasukkan sebagai indikator keliterasian bangsa? Padahal kitab suci ini mengandung ilmu pengetahuan,” ungkapnya.
Menurutnya, membaca Al-Qur’an harus dimaknai lebih dari sekadar ritual keagamaan. “Kita seharusnya tidak hanya mengaji, tetapi juga mengkaji. Dari situ lahir inspirasi untuk menulis, meneliti, dan berkontribusi pada masyarakat,” tambahnya.
Maman menceritakan pengalaman pribadinya bahwa menulis menjadi jalan untuk bertahan hidup dan mengembangkan diri. “Untuk menulis satu buku, saya membaca 60 buku. Dari menulis, saya membiayai kuliah saya bahkan adik-adik saya,” ujarnya.
Ia juga menekankan literasi finansial dalam Islam, yang mengajarkan manusia untuk menakar antara kebutuhan dan keinginan serta menekankan pentingnya memberi daripada menerima.
Senada dengan itu, Muhammad Isnaini, Ketua DPW Hidayatullah DKI Jakarta, yang membuka forum ini menegaskan bahwa umat Islam memiliki basis literasi yang kuat melalui Al-Qur’an.
“Saya tidak terlalu yakin dengan penelitian UNESCO tentang rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Kita, sebagai umat Islam, memiliki bacaan harian berupa Al-Qur’an. Itu adalah bukti budaya literasi kita,” ucapnya.
Isnaini menguraikan program Rumah Qur’an yang dikembangkan Hidayatullah sebagai pusat literasi sekaligus pemberdayaan masyarakat. “Rumah Qur’an bukan sekadar tempat belajar membaca, tapi juga rumah literasi, rumah aspirasi, dan rumah pemberdayaan,” katanya.
Kunci Peradaban dan Cinta
Sementara itu, dalam pandangan Hadi Nur Ramadhan, dimensi literasi Qur’ani adalah kunci bagi peradaban.
Hadi mengingatkan bahwa iqro’ dalam Islam tidak boleh dipahami sekadar membaca teks, melainkan iqro bismirabbik yang menghubungkan ilmu dengan kesadaran spiritual.
“Dengan iqro bismirabbik, peradaban Islam semakin berilmu sekaligus semakin dekat dengan Tuhan,” jelasnya.
Hadi juga menyinggung sejarah Hidayatullah yang lahir dari gerakan literasi.
“Abdullah Said mendirikan Hidayatullah karena terinspirasi dari dua karya besar, Tafsir Sinar karya Buya Hamka dan Mutu Manikam KH Isa Anshari. Literasi telah menyalakan api perjuangan itu,” ujarnya.
Masih dalam talkshow tersebut, Imam Nawawi menambahkan bahwa dasar dari literasi adalah cinta.
“Dalam dunia ini hanya ada dua cinta: mencintai yang Maha Mencintai dan cinta dunia. Jika kita mencintai yang Maha Mencintai, maka seluruh aktivitas literasi kita mengalir sebagai ibadah. Inilah cinta sejati yang tak berakhir,” tegasnya.
Acara ini turut dihadiri Slamet Abadi, Kepala Bidang Penais Kementerian Agama DKI Jakarta, yang mewakili Kepala Kanwil Kemenag. Kehadirannya menegaskan dukungan pemerintah terhadap upaya penguatan literasi keagamaan dan kebangsaan.
Slamet yang hadir di pertengahan acara menyampaikan forum Bincang Literasi ini memperlihatkan bahwa literasi Qur’ani bukan hanya soal kemampuan teknis membaca, tetapi juga fondasi moral, spiritual, dan intelektual.
Para narasumber sepakat bahwa Indonesia Emas 2045 hanya dapat terwujud bila generasi muda menjadikan literasi Qur’ani sebagai pijakan utama dalam gerakan mereka.