Bangunan Megah atau Pembangunan Manusia

NN Newsroom

Rabu, 27 Agustus 2025

Desain Istana Kepresidenan di IKN dengan ikon Garuda (Foto: Dok. Kemenpar)

DALAM laporan Tempo, edisi 10 Agustus 2025, disebutkan frasa yang menyentak: “(IKN) menjadi proyek mercusuar tapi membebani orang banyak.”

Kalimat ini seakan menegaskan kritik tajam terhadap pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), tentang bagaimana ambisi besar dalam infrastruktur bisa menyisakan beban luas bagi masyarakat.

Pemerintah terus menggelontorkan dana besar untuk pembangunan IKN. Untuk tahun 2025, alokasi dari APBN mencapai sekitar Rp 13 triliun, termasuk Rp 5,4 triliun untuk pekerjaan jalan.

Sementara itu, Sri Mulyani mencatat anggaran IKN pada tahun berikutnya, 2026, diturunkan menjadi Rp 6,3 triliun, jauh menurun dari alokasi 2024 yang mencapai Rp 43,4 triliun.

Selanjutnya, data menunjukkan bahwa di Tahap I pembangunan IKN, APBN menyumbang Rp 86 triliun, ditambah Rp 58 triliun dari investasi swasta.

Pada Tahap II, APBN kembali memikul beban sebesar Rp 48,8 triliun. Secara keseluruhan, total kebutuhan pembangunan hingga selesai ditaksir mencapai Rp 466 triliun, di mana hanya sekitar 20 % yang berasal dari APBN, sementara sisanya diharapkan datang dari KPBU dan investasi swasta/BUMN.

Namun, sayangnya, belum terbukti ada antrean investor asing sebagaimana yang diklaim pemerintah. Bahkan sejumlah ekonom menyebut proyek ini berpotensi menjadi “Hambalang versi lebih luas” jika pembiayaan tak sehat diteruskan.

Beban Sosial dan Infrastruktur

Tidak hanya soal uang, aspek sosial juga terancam. Banyak pihak termasuk DPR meminta evaluasi pembangunan IKN, karena potensi beban rakyat mulai dari biaya transportasi dan akomodasi tinggi, hingga infrastrukturnya yang belum memadai, tidak bisa diabaikan.

Pada 22 Januari 2025, Presiden Prabowo menerbitkan Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran, yang menginstruksikan pemangkasan belanja negara hingga Rp 306,7 triliun. Akibatnya, anggaran Kementerian PUPR untuk 2025 diturunkan drastis dari Rp 110,95 triliun menjadi Rp 29,57 triliun, yang sempat memicu kekhawatiran pembangunan IKN bisa mandek.

Namun kemudian Otorita IKN memastikan pembangunan Tahap II tetap berjalan, didukung investasi hingga Rp 135,1 triliun dari berbagai sumber per Juni 2025.

Pembangunan Manusia

Kita kemudian diingatkan KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) bahwa pemimpin sejati adalah yang menekankan keteladanan, bukan sekadar simbol kekuasaan atau pembangunan fisik.

Dengan menapaktilasi perikehidupan Rasulullah SAW, Gus Baha menunjukkan contoh bagaimana seorang pemimpin, meski populer dan memiliki pengikut besar, tetap menjadikan shalat sebagai pusat keteladanan.

Dalam konteks IKN hari ini, frase “proyek mercusuar” mencerminkan ambisi infrastruktur tanpa memprioritaskan pembangunan manusia dan nilai moral.

Ibarat pemimpin besar seperti Rasulullah dan juga sosok pendiri bangsa Bung Karno, warisan mereka bertahan karena gagasan, keteladanan, dan perhatian pada kaum tertindas. Bukan gedung megah.

Tentu saja pembangunan fisik boleh masif, tapi jika manusia sebagai pusat tak selesai dirawat, maka ambisi itu bisa menjadi beban.

Pembangunan IKN memang menyimpan potensi transformatif bagi pemerataan dan simbol masa depan Indonesia. Namun data terkini menegaskan setidaknya dua hal penting.

Pertama, beban fiskal dan sosial yang berat baik dari APBN maupun masyarakat dalam bentuk biaya akses, transportasi, dan pelayanan.

Kedua, risiko infrastruktur tanpa manusia. Meskipun fisik dibangun besar-besaran, namun pembangunan manusia, keteladanan, dan partisipasi lokal perlu ditingkatkan agar tidak sekadar “mercusuar” kosong.

Disinilah kemudian pemerintah perlu berkaca sejenak lalu mengkalibrasi ulang prioritas dengan menyeimbangkan anggaran antara infrastruktur dan investasi pada sumber daya manusia, transparansi, pelibatan masyarakat lokal, serta nilai-nilai keteladanan pemimpin yang melampaui simbol bangunan fisik.

Tanpa itu, IKN bisa menjadi proyek megah yang “membebani orang banyak,” bukan mengangkat mereka.

EDITORIAL NASIONAL.NEWS

TERKAIT LAINNYA