JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana kembali ramai dibicarakan. RUU ini adalah harapan rakyat yang harus dipenuhi Presiden Joko Widodo sebagai langkah konkret dalam memberantas korupsi.
Pergerakan Advokat Indonesia (IPA) menyampaikan bahwa RUU ini sangat mendesak dan dibutuhkan. Dengan adanya UU ini, maka bisa menjadi senjata tidak hanya dalam memberantas, juga dalam mengambil kembali harta kekayaan negara yang telah dicuri oleh koruptor.
“RUU Perampasan Aset ini layaknya senjata pamungkas untuk memberantas korupsi. Disamping akan menimbulkan efek jera, keberadaan UU ini dibutuhkan untuk mengembalikan seutuhnya apa yang telah diambil oleh koruptor, termasuk keuntungan dari aset itu,” ungkap Heroe Waskito, Ketua Inisiator Pergerakan Advokat (IPA) melalui siaran pers kepada Nasional.news, Jumat (14/04/2023).
Heroe juga menilai bahwa apabila RUU ini berhasil menjadi UU di masa pemerintahan Jokowi, maka akan menjadi legacy penting yang menunjukkan keseriusan Presiden Jokowi dalam memberantas korupsi.
“Semangat RUU ini seratus persen cita-cita reformasi. Lahirnya undang-undang ini akan menjadi tanda bagi hadirnya pemerintahan yang bersih di Indonesia. Ini akan menjadi legacy terbesar dari sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo”, ujarnya.
“Jika pada masa akhir pemerintahannya, Jokowi membawa RUU itu ke DPR maka rakyat akan menilai bahwa Joko Widodo memiliki komitmen besar kepada cita-cita reformasi, terwujudnya pemerintahan yang bersih”, lanjut Ketua organisasi yang baru akan dideklarasikan pada tanggal 21 Mei mendatang.
Tergantung Pada Jokowi
Salawati Taher, salah satu inisiator Pergerakan Advokat, mengatakan bahwa sebenarnya usulan RUU Perampasan Aset nasibnya tergantung Presiden Jokowi. Keberhasilan RUU ini menjadi UU sangat tergantung pada kemauan politik Presiden Jokowi.
“RUU Perampasan Aset merupakan inisiatif dari pemerintah. Saat ini rancangan undang-undang masih dalam tahap penyelesaian draft oleh pemerintah. DPR belum menerima surat presiden terkait RUU ini,”, kata Salawati.
“Kabarnya, surat presiden tersebut belum dikirim karena Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan Kapolri belum memberikan persetujuan draft yang dirancang. Logikanya, selaku Presiden, Jokowi tinggal perintah saja untuk mempercepat,” tegas Salawati.
Menurut mantan aktivis mahasiswa ‘98 dari Surabaya yang sekarang berprofesi sebagai advokat ini, gol atau tidaknya RUU ini ada di tangan Presiden Jokowi. Persoalan DPR nanti setuju atau tidak, itu soal lain.
“Ya, kita berharap, di masa akhir pemerintahannya, Presiden Jokowi bisa meninggalkan warisan yang baik. Bisa dikenang sebagai presiden yang pro pemberantasan korupsi, presiden yang reformis,” tutup Salawati Taher.
(Diedit oleh Yacong B. Halike)