Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal menyerahkan kasus dugaan pelecehan seksual petugas rumah tahanan (Rutan) terhadap istri tahanan KPK ke aparat penegak hukum lain.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, petugas rutan tersebut harus bertanggungjawab jika terdapat peristiwa pidana terkait perbuataannya.
“Kalau ada pidananya dari orang tersebut ya, itu karena dia harus menjalaninya, karena ini konsekuensi logis dari perbuatannya,” kata Asep kepada wartawan sebagaimana dikutip Kompas, Rabu (28/6/2023).
Menurut Asep, jika perbuatan pegawai KPK masuk kategori pidana yang tidak bisa ditindak lembaga antirasuah karena tidak memenuhi kriteria yang ditentukan undang-undang, akan diserahkan ke aparat penegak hukum lain.
Asep mengungkapkan, dalam kasus perbuatan asusila petugas rutan itu terdapat sejumlah langkah yang diambil KPK yakni, penegakan kode etik dan disiplin.
Ia meminta publik menunggu tindak lanjut atas perbuatan pidana petugas tersebut. “Baik itu kode etik, maupun juga masalah pidananya, silakan ditunggu saja nantinya,” ujar Asep.
Sebelumnya, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah menyatakan petugas rutan yang melecehkan istri tahanan melakukan pelanggaran etik sedang.
Keputusan itu dibacakan dalam sidang etik yang digelar terbuka untuk umum pada April lalu. “Putusan pelanggaran etik sedang,” ujar Ali. Ali kemudian membenarkan, pelaku dijatuhi hukuman sanksi etik sedang oleh Dewas KPK.
Dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 02 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, terdapat sejumlah bentuk hukuman sedang.
Sanksi itu adalah pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama enam bulan, pemotongan gaji pokok sebesar 15 persen selama enam bulan, dan pemotongan gaji pokok sebesar 20 persen selama enam bulan.