Jakarta — Masyarakat Perancis melakukan protes besar-besaran setelah insiden penembakan petugas polisi terhadap Nahel Merzouk (17), Selasa (27/6/2023).
Remaja keturunan Aljazair dan Maroko itu terbunuh saat petugas kepolisian berusaha menghentikan mobil Mercedes kuning yang dikendarainya.
Penembakan tersebut memicu aksi unjuk rasa dan bentrokan di lokasi kejadian, tepatnya di Nanterre, daerah pinggiran Kota Paris. Akibat kerusuhan ini, puluhan ribu polisi dikerahkan dan menangkap ribuan warga yang terlibat.
Euronews melaporkan, situasi yang memanas membuat jam malam mulai diberlakukan di beberapa wilayah Perancis. Pembatasan diberlakukan antara pukul 9 malam hingga 6 pagi keesokan harinya.
Selain itu, layanan bus dan trem di Paris berhenti sebelum matahari terbenam untuk melindungi pekerja dan penumpang.
Sementara di Marseille, kota terbesar kedua Perancis, semua angkutan umum akan berhenti sejak pukul 7 malam waktu setempat. Hingga Kamis malam, The Guardian menyebut terdapat 492 bangunan rusak, 2.000 kendaraan terbakar, dan 3.880 kebakaran terjadi di seluruh Perancis.
New York Times merilis laporan, protes terhadap kekerasan polisi mulai muncul Rabu (28/6/2023) malam. Para anak muda bentrok dengan polisi di Nanterre.
Mereka juga membakar mobil dan sampah, serta melempar kembang api. Sementara itu, sekitar 40.000 petugas dikerahkan untuk menghadang demonstrasi, bahkan menangkap hampir 200 orang.
Pada Kamis (29/6/2023), polisi menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa di dekat lokasi penembakan, Alun-alun Nelson Mandela di Nanterre.
Di hari yang sama, pengunjuk rasa membakar 2.000 mobil dan merusak hampir 500 bangunan di puluhan kota di seluruh Perancis.