PENDIDIKAN merupakan fondasi utama dalam menciptakan generasi yang memiliki karakter unggul, keyakinan agama yang kokoh, serta wawasan yang luas. Sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal, memiliki peran krusial dalam mencapai tujuan ini.
Semangat itulah yang menginspirasi para orangtua dan siswa untuk mengikuti proses pendidikan di lingkungan sekolah, walaupun motivasi individu mungkin bervariasi.
Namun, tahukah kita bahwa pendidikan di sekolah saat ini terkadang menghadapi tantangan serius yang perlu diperhatikan secara mendalam?
Baru-baru ini, perhatian publik tertuju pada suatu insiden yang mencuat melalui media televisi swasta, yang melibatkan seorang orangtua siswa yang menggugat seorang guru agama di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) dan menuntut ganti rugi sebesar 50 juta rupiah. Insiden ini terjadi di SMKN 1 Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Peristiwa ini berakar pada seorang guru agama yang memberikan teguran kepada seorang siswa agar melaksanakan shalat dzuhur di masjid.
Namun, teguran ini, sayangnya, mengundang respons yang kurang harmonis dari orangtua siswa tersebut. Dampak dari insiden ini adalah pengajuan tuntutan hukum terhadap guru agama yang bertugas di sekolah tersebut.
Refleksi tentang Tugas dan Fungsi Guru
Insiden ini menyentuh sisi pendidikan yang sangat sensitif dan menyedihkan. Guru, sebagai pendidik yang sah di sekolah, menjalankan peran yang sangat penting dalam pendidikan.
Mereka bukan hanya penyampai ilmu pengetahuan, tetapi juga sosok yang bertanggung jawab membentuk karakter siswa dan mendampingi mereka dalam perjalanan pendidikan.
Guru berperan dalam menjaga agar siswa mengembangkan keimanan dan akhlak yang baik, sambil juga memperluas pengetahuan mereka.
Namun, tindakan hukum terhadap seorang guru yang berusaha mendidik dan membimbing siswa dalam menjalankan ibadah adalah kontraproduktif dan bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan yang sehat. Seharusnya, guru-guru patut dihormati atas dedikasi mereka dalam melaksanakan tugas pendidikan yang mulia ini.
Harus Bijaksana
Kita semua sepakat bahwa kekerasan, perundungan, dan diskriminasi dalam konteks pendidikan harus dihindari dan diberantas.
Namun, dalam hal ini, tindakan guru yang berupa teguran kepada siswa, khususnya yang berkaitan dengan aspek agama, tidak semestinya mengundang konflik berlebihan.
Teguran yang diberikan oleh guru, jika disampaikan dengan bijak dan dalam nuansa pendidikan, seharusnya tidak memicu permasalahan hukum.
Sebagai masyarakat yang bijak, kita harus memprioritaskan dialog dan musyawarah sebagai sarana penyelesaian konflik dalam pendidikan, daripada mengambil tindakan yang merugikan pihak lain.
Semua pihak harus bersatu untuk memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi instrumen utama dalam membentuk generasi yang bermoral, beriman, dan berpengetahuan luas.
*) Adam Sukiman, penulis adalah pemetik buah hikmah di kebun kehidupan. Saat ini diamanahi sebagai Ketua PW Pemuda Hidayatullah DKI Jakarta