BARU baru ini ada sosok penting mendapat jabatan strategis. Sebagian teman dekatnya mengatakan, kalau negara yang memanggil, ya, harus siap. Ini mungkin hanya sebagian titik, betapa materialisme itu memang manis. Jabatan itu empuk dan kata seorang pejabat, enak juga ini barang.
Saya rasa itu normal, karena bagaimanapun, yang namanya manusia dapat jabatan, itu pasti menyenangkan dan membahagiakan.
Namun, yang penting tetap kita sadari, apakah kita akan sehat secara akal, waras secara mental dan teguh salam hal nilai, kala seluruh hidup sudah terjamin oleh fasilitas-fasilitas kedudukan.
Mungkin orang yang belum duduk dan merasakan, akan menjawab, iya, saya mampu. Akan tetapi, mereka yang telah duduk, seketika akan berubah cara berpikirnya. Pastikan aman ini kedudukan, bagaimanapun caranya.
Dudukkan
Tulisan ini tidak sedang mengajak diri kita membenci pejabat. Biarkan saja, toh itu mungkin hasil usahanya atau memang Tuhan memberikan ujian keenakan semacam itu.
Kita harus memahami bahwa Islam itu agama yang sempurna. Orang Islam penting melibatkan pengakuan akan strategisnya fungsi materi dalam kehidupan manusia. Akan tetapi lantas menjadi buta, sehingga gagal mempertahankan keseimbangan antara materi dan spiritual.
Sebab, begitu seseorang gagal melakukan itu, maka ia akan terkooptasi oleh materialisme. Dan, materialisme yang berlebihan dapat menghalangi pencapaian tujuan spiritual dan kemanusiaan.
Itulah yang jadi pengalaman Fir’aun, Qarun, Tsa’labah dan Namruz. Termasuk tokoh-tokoh diktator era modern, yang pada akhirnya terjungkal penuh kehinaan.
Islam secara tegas mengatakan, kalau punya harta, berikan hak orang miskin. Jangan serakah, jangan loba, karena kebanyakan materi dan mencintai berlebihan akan mematikan iman.
Jangan Merusak
Silakan cintai harta, tapi jangan merusak. Kita tahu jutaan hektare lahan hutan hancur lebur, itu bukan karena amukan hewan yang ada di hutan. Akan tetapi kebijakan manusia yang wajahnya bersih, pakaiannya bagus, tapi kebijakannya kotor.
Sesekali cobalah untuk mengoreksi diri sendiri. Kalau perlu hadirkan kritik terhadap pandangan materialisme yang amat menggiurkan nafsu.
Soroti pentingnya mempertimbangkan aspek spiritual, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan manusia serta mengenali keterbatasan kebahagiaan yang dapat diberikan oleh materi semata. Sebab kita lahir di dunia bukan untuk jadi makhluk buas yang mengalahkan binatang liar.
Puncaknya kita harus memahami bahwa materialisme mengaburkan keberadaan nilai-nilai spiritual, menggiring kita pada kehausan akan kesenangan yang tak pernah terpuaskan.
Lebih jauh, materialisme yang memang manis itu dapat mereduksi kebahagiaan menjadi sekadar kepemilikan benda.
Jadi, ayo hidupkan nalar dan nurani. Berikan kritik terhadap materialisme agar jiwa kita tak kehilangan makna hidup. Yang akhirnya hidup hanya bermodal badan sebagai manusia, tapi jiwa telah tiada, diganti oleh hawa nafsu belaka.*
*) Mas Imam Nawawi, penulis Buku 77 Pesan Kepemimpinan Kaum Muda