17 Agustus 2024, genap 79 tahun lamanya sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan dengan lantang pada hari jumat, 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah di jalan Pegangsaan Timur no.56, Jakarta Pusat.
Proklamasi yang menandakan bahwa bangsa Indonesia telah terbebas dari belenggu penjajahan yang oleh para sejarawan dikatakan selama 350 tahun lamanya oleh Belanda dilanjutkan penjajah Jepang selama 3,5 tahun dalam rentang tahun 1942-1945.
Mensyukuri Kemerdekaan
Hari ini “merdeka” merupakan kata yang sering diucapkan banyak orang namun tanpa memahami maknanya, padahal hari kemerdekaan memiliki makna yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia sendiri.
Kemerdekaan tidak serta merta didapatkan begitu saja semudah mengedipkan mata atau membalikkan telapak tangan semata, melainkan merupakan buah dari serangkaian perjuangan yang panjang dan puncak dari perjuangan melawan para penjajah.
Mensyukuri kemerdekaan bukan hanya soal perayaan dengan serangkaian perlombaan 17an sampai prosesi upacara pengibaran bendera merah putih. Lebih dari itu, kemerdekaan seharusnya mengingatkan kita akan perjuangan dan pengorbanan. Nilai-nilai kepahlawanan, semangat pantang menyerah serta pengorbanan untuk bangsa menjadi bagian penting dari identitas diri sebagai bangsa Indonesia.
Kesadaran Keimanan
Nikmat kemerdekaan yang kita rasakan hari ini memang tidak lepas daripada perjuangan, pengorbanan serta jasa para pahlawan dan para syuhada. Namun disamping itu kita wajib mengimani bahwa kemerdekaan tidak lain tidak bukan didapatkan atas karunia, rahmat dan pertolongan Allah SWT.
Inilah kesadaran keimanan. Kesadaran yang kemudian menjelma menjadi komitmen untuk melepaskan diri segala macam perbudakan, komitmen untuk terbebas dari penghambaan kepada harta, kepada tahta, sampai penghambaan kepada sesama manusia.
Merdeka yang Hakiki
Bebas melakukan apa saja, apakah sudah disebut merdeka yang sesungguhnya ?, kemerdekaan tidak hanya berkaitan dengan terbebasnya manusia dari belenggu penjajahan fisik, melainkan berkaitan juga dengan terbebasnya kita dari kungkungan hawa nafsu.
Seorang muslim yang terbebas dari penjajahan fisik, terbebas dari jeratan hawa nafsu, ia pasti sadar dan berusaha keras untuk memposisikan diri sebagai “hamba Allah”, menjadi hamba yang tunduk hanya kepada Allah SWT, tidak kepada selain-Nya.
Muslim yang merdeka ialah yang meyakini dan mengimani bahwa puncak dari kemerdekaannya adalah ketika mendapat predikat “an nafsul muthmainnah” yang oleh Allah sematkan dalam QS. Al-Fajr 27-30;
يٰۤاَيَّتُهَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَٮِٕنَّةُ (27) ارۡجِعِىۡۤ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرۡضِيَّةً (28) فَادۡخُلِىۡ فِىۡ عِبٰدِىۙ (29) وَادۡخُلِىۡ جَنَّتِى (30)
- “Wahai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, 30. Dan masuklah ke dalam surga-Ku”
Merdeka!!!
*) Muhammad Adnan, penulis alumni Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor (UIKA) Bogor, Jawa Barat