Di hari yang terlihat biasa saja, Yogyakarta kembali diguncang oleh gempa berkekuatan M 5,5 yang terjadi malam ini, Senin (26/8/2024) yang mengundang perhatian kita semua. Seperti biasa, gempa ini tidak sendirian; ia datang dari pergerakan lempeng megathrust yang selalu menjadi momok tak terlihat bagi wilayah-wilayah di selatan Pulau Jawa. Meskipun tidak sekuat yang dikhawatirkan, namun kita tidak boleh menganggap enteng.
Fenomena gempa di Yogyakarta ini bukan kejadian baru. Megathrust, daerah kontak antar lempeng bumi, adalah salah satu sumber kekuatan alam yang paling tidak terduga. Ia bertindak di balik layar, memanipulasi energi bumi hingga akhirnya melepaskannya dalam bentuk gempa bumi.
Gempa kali ini berpusat di koordinat 8,85° LS; 110,17° BT, tepat di laut pada jarak 107 km arah barat daya Gunungkidul, dengan kedalaman 42 km. Bayangkan saja, begitu dekatnya gempa ini dengan permukaan, menjadikannya sebagai gempa dangkal yang pasti bisa dirasakan hingga jauh.
Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, gempa dengan kedalaman 42 km ini termasuk kategori gempa dangkal. Mengapa ini penting? Karena gempa dangkal biasanya lebih merusak, terutama jika terjadi di darat atau dekat dengan permukiman.
Tidak hanya warga Yogyakarta, gempa ini dirasakan hingga Malang di Jawa Timur dan Tasikmalaya di Jawa Barat. Ya, gempa kecil ini punya jangkauan yang luas, meskipun tidak diiringi dengan dampak yang besar.
Gempa kali ini tergolong sebagai gempa tektonik. Artinya, gempa ini dihasilkan oleh pergerakan lempeng bumi yang saling bergesekan. Mekanisme pergerakan naik (thrust) yang terjadi juga mencirikan gempa ini sebagai bagian dari pergerakan megathrust.
Hingga pukul 20.45 WIB, BMKG telah mencatat adanya 11 aktivitas gempa susulan dengan magnitudo terbesar M 4,0 dan yang terkecil M 2,6. Secara umum, gempa susulan ini lebih kecil dan tidak terlalu signifikan dibandingkan gempa utamanya.
Tidak perlu terlalu cemas. Biasanya, gempa susulan memang lebih kecil dari gempa utama. Namun, ini tetap menjadi pengingat bahwa daerah ini selalu berpotensi untuk diguncang gempa lainnya di masa depan.
BMKG telah melakukan monitoring intensif pasca gempa, dan hingga saat ini belum ada laporan kerusakan signifikan. Meskipun demikian, kewaspadaan tetap diperlukan, mengingat potensi gempa susulan yang selalu mengintai.
Ancaman Megathrust Mengintai
Gempa M 5,5 yang terjadi di Yogyakarta malam ini mungkin bukan yang terbesar, tapi ini adalah pengingat bahwa kita hidup di atas tanah yang selalu bergerak. Megathrust akan terus ada, dan kita harus siap kapan saja alam ingin menunjukkan kekuatannya. Meskipun kali ini kita bisa bernapas lega tanpa ada tsunami, namun peringatan ini tidak boleh diabaikan.
Megathrust adalah salah satu sumber gempa yang paling ditakuti, terutama di daerah Samudera Hindia Selatan Pulau Jawa. Mengapa? Karena ia mampu memicu gempa besar yang berpotensi memicu tsunami. Namun, kali ini kita bisa bernafas lega, gempa ini tidak menimbulkan tsunami.
Megathrust adalah bidang kontak antara lempeng tektonik yang saling bergerak. Bayangkan dua lempeng besar bumi yang saling beradu dan akhirnya salah satu mengalah, terjadilah gempa. Kali ini, untungnya, kekuatan yang dilepaskan tidak cukup untuk membuat kita benar-benar khawatir.
Menurut para ahli, gempa ini diakibatkan oleh deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng. Proses ini terjadi saat tekanan yang terjadi di antara lempeng bumi memaksa batuan untuk berubah bentuk, dan akhirnya, ketika tekanan itu terlalu besar untuk ditahan, terjadilah gempa. (teg/nas)