Air Mata untuk ‘Ernesto’, Bukti Betapa Mudahnya Kita Dikelabui AI

NN Newsroom

Selasa, 3 Juni 2025

Prtsc nasional.news dalam video sosok Ernesto yang viral (Foto: ist/ nasional.news)
Prtsc nasional.news dalam video sosok Ernesto yang viral (Foto: ist/ nasional.news)

BEREDAR luas di grup-grup WhatsApp dan media sosial, sebuah video mengisahkan sosok pria berusia 54 tahun bernama Ernesto yang tampil menyanyikan lagu penuh kepedihan di ajang America’s Got Talent (AGT).

Dalam video itu, Ernesto yang mengaku mantan tukang kayu dan ayah yang setia, menyampaikan bahwa dia tidak mengejar ketenaran.

Dia hanya ingin menyanyikan satu lagu terakhir bagi istri dan putranya yang telah meninggalkannya. Lirik lagu menyayat hati itu pun diklaim membuat seluruh teater terdiam dan berlinang air mata.

Namun semua itu bohong.

Tidak Ada Ernesto di Audisi AGT

Video tersebut, yang mengaduk-aduk emosi jutaan orang, adalah hasil rekayasa artificial intelligence (AI).

Tidak ada Ernesto, tidak ada audisi di AGT, dan tidak ada catatan resmi dari kanal YouTube AGT yang mengunggah momen ini.

Meski begitu, dampaknya nyata, bahwa faktanya banyak orang merasa tersentuh, sebagian bahkan membagikan video ini dengan caption haru, seolah menyebarkan kebenaran.

Ditemukan Banyak Kejanggalan

Setelah ditelusuri oleh tim pemeriksa fakta nasional.news, ditemukan banyak kejanggalan. Seperti mulut dan tenggorokan ‘Ernesto’ yang tidak sinkron dengan suaranya.

Ekspresi wajahnya pun datar, nyaris tanpa emosi, persentuhan tangannya dengan standing mic tampak blending. Bahkan, dalam beberapa versi video, nama dan latar belakangnya pun berubah.

Reaksi penonton dan juri tampak diedit ulang—didaur ulang dari episode lain AGT dan BGT—demi menciptakan atmosfer emosional palsu.

Yang lebih mencengangkan, narasi ini berhasil mengelabui bukan hanya masyarakat awam, tapi juga sebagian kalangan terdidik.

Konten Hasil Interpreasi Ulang dengan AI

Dikutip dari penelusuran Snopes, situs pemeriksa fakta yang juga anggota International Fact Checking Network (IFCN), diketahui kalau kisah menyayat hati tentang seorang tukang kayu yang kesepian ini diproduksi oleh kanal YouTube bertajuk AGTVerse/ Reimage Ai dengan handle @reimageai.

Akun ini, dalam keterangan profilnya, secara terbuka menyatakan bahwa mereka membuat interpretasi ulang dengan kekuatan kecerdasan buatan – dari penampilan yang memukau hingga suntingan futuristik dan perubahan tak terduga – untuk penggemar AGT dan pecinta teknologi sebagai hiburan, kreativitas, dan inovasi semata.

Namun kini, seluruh video mereka telah dibatasi dan hanya diakses oleh pelanggan berbayar—meskipun kanalnya masih aktif.

Ini menambah satu lapisan lagi dalam kontroversi dimana video yang telah menyebar secara viral dan menggugah perasaan publik, kini menghilang tanpa jejak resmi dari sumber aslinya.

Lebih jauh lagi, kami juga menemukan bahwa sebagian potongan dalam video Ernesto tersebut berasal dari ajang Britain’s Got Talent, yang dapat ditemukan di tautan video berjudul “MOST EMOTIONAL Auditions | Britain’s Got Talent”.

Artinya, bahwa, tak hanya wajah dan suara yang direkayasa, tapi seluruh atmosfer dan konteks emosional juga disusun ulang dari konten lain.

Batas Antara Kenyataan dan Ilusi Kian Kabur

Di sinilah letak urgensinya, bahwa kita sedang memasuki era di mana batas antara kenyataan dan ilusi digital kian kabur.

Ernesto bukan sekadar cerita palsu, ia adalah cermin kecanggihan AI yang bisa menciptakan manusia fiktif dengan emosi, sejarah hidup, dan bahkan momen “ikonik” di hadapan jutaan orang.

Fenomena seperti ini bukan yang pertama, dan tidak akan menjadi yang terakhir.

AI kini telah mampu menghasilkan wajah realistis, suara emosional, dan narasi menyentuh—semua dalam hitungan menit.

Apa yang dulu hanya bisa dilakukan oleh studio film besar, kini bisa dicapai oleh individu atau kelompok kecil dengan alat digital yang tersedia gratis di internet.

Arus Informasi dan Pentingnya Verifikasi

Masalahnya kemudian bukan pada teknologinya semata, tapi pada bagaimana publik menyerap dan menyebarkan informasi tanpa verifikasi.

Kita hidup di tengah derasnya arus konten, di mana kecepatan membagikan sering kali mengalahkan kedalaman berpikir.

Di sinilah celah itu dimanfaatkan oleh pembuat konten AI: mengaduk emosi demi klik, views, dan monetisasi, tanpa tanggung jawab etis atas dampak kebohongan yang mereka sebar.

Ernesto hanyalah gejala dari persoalan yang lebih dalam. Video itu menunjukkan bahwa teknologi hari ini tidak hanya bisa meniru manusia, tetapi juga menggugah sisi paling personal dari kemanusiaan kita: rasa iba, empati, bahkan harapan.

Jika tidak disertai kesadaran kritis, kita akan mudah dimanipulasi oleh ilusi yang terdengar dan terlihat “nyata”.

Mendesaknya Gerakan Literasi Digital

Lebih jauh lagi, ini menjadi peringatan keras bagi dunia media dan pendidikan. Perlu ada literasi digital yang lebih kokoh—bukan sekadar bisa menggunakan perangkat, tetapi juga mampu memilah kebenaran dari manipulasi.

Dalam hal ini, kritis terhadap konten menjadi kemampuan yang mendesak, bukan lagi pilihan.

Kita juga tidak bisa berharap semua orang menjadi pemeriksa fakta. Tetapi kita bisa mulai dengan sikap skeptis yang sehat: tidak langsung percaya, tidak mudah terharu, dan selalu bertanya—dari mana asal informasi ini? Siapa yang memproduksinya? Apa motif di baliknya?

Jika tidak, maka dunia akan semakin dipenuhi oleh “Ernesto-Ernesto” lainnya—tokoh-tokoh rekaan yang menguras air mata, mencuri perhatian, dan membajak empati kita untuk tujuan yang tidak jelas.

Dalam dunia semacam itu, kebenaran akan jadi kabur, dan emosi kita akan dikendalikan oleh algoritma.

Tanyakan Dulu Pada Diri Sendiri

Maka, sebelum Anda membagikan video menyentuh lainnya yang beredar di grup WhatsApp, tarik napas sejenak.

Tanyakan pada diri sendiri, apakah ini benar adanya, atau hanya satu lagi pertunjukan palsu dari mesin yang tahu betul bagaimana cara memanipulasi manusia?

Ernesto mengajarkan kita satu hal penting—bukan semata tentang cinta yang ditinggalkan, tetapi tentang betapa mudahnya kita mempercayai sesuatu yang tak pernah ada.[]

TERKAIT LAINNYA