Bagaimana Kita Melihat Dunia Sekarang?

dunia hari ini

BANYAK orang bicara politik, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat. Tapi siapa di antara kita yang benar-benar meluangkan waktu untuk bertanya: bagaimana cara kita melihat dunia saat ini?

PBB, lembaga yang dulu kita pandang sebagai harapan besar perdamaian dunia, kini terlihat goyah. Dewan Keamanannya tak lagi mampu bekerja sebagaimana mestinya — tersandera oleh kepentingan segelintir negara besar.

Bacaan Lainnya

Perang Ukraina belum usai. Penderitaan Palestina terus berlanjut. Dan solusi nyaris tidak ada, karena salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB masih bisa menggunakan veto untuk menghentikan setiap upaya bantuan. Itu artinya, Dewan Keamanan PBB bukan lagi wadah penyelesaian konflik, tapi arena pertarungan kekuatan.

Masalah makin rumit ketika banyak negara mulai meninggalkan kewajiban finansial mereka. Akibatnya, program-program penting PBB harus dikurangi. Dan itu sangat berbahaya bagi masa depan dunia.

Demikian kata Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia, Andreas Motzfeldt Kravik, saat berkunjung ke Jakarta pada Rabu (7/5/2025), seperti dilaporkan kompas.id.

Suara Kaum Muda

Mengamati kondisi ini berarti kita perlu menyadari bahwa kaum muda Indonesia juga punya peran global. Seperti halnya Norwegia yang aktif mengajak negara-negara lain menyoroti isu-isu kemanusiaan, anak muda kita juga harus belajar menjadi pelaku perubahan.

Sayangnya, suara tentang isu global sering tenggelam oleh pemberitaan dalam negeri yang begitu bising. Bayangkan saja, kita masih kesulitan membedakan ijazah asli dan palsu. Isu keracunan makanan juga terus masuk dalam berita nasional. Seakan-akan, bangsa ini sedang kehilangan kemampuan untuk menyediakan makanan yang aman dan sehat.

Tapi mau tak mau, kita harus sementara mengesampingkan kebisingan itu. Bukan berarti lupa atau acuh, melainkan agar kita punya ruang untuk melihat tatanan dunia yang lebih luas.

Sebab, jika negara-negara adidaya terus terjebak dalam egoisme nasional, maka dunia akan kembali seperti zaman gelap — tanpa solidaritas, tanpa hukum, hanya kekuatan senjata yang berbicara.

Dan bedanya hari ini, senjata itu jauh lebih mematikan. Daya rusaknya lebih besar, dampaknya lebih panjang, dan sekali tekan, bisa mengubah wajah bumi selamanya. Apalagi jika tombol nuklir sampai tersentuh.

Panggilan untuk Kaum Muda

Oleh karena itu, kaum muda Indonesia harus bersuara lantang tentang pentingnya kejujuran, perdamaian, dan kemanusiaan. Dunia bukan milik satu negara. Ia adalah rumah kita semua.

Satu negara hancur, seluruh dunia akan terpengaruh. Lihatlah Gaza hari ini. Israel bisa terus membombardir, tapi semakin keras tekanan, semakin kuat pula semangat Palestina di hati dan pikiran penduduk dunia.

Seperti Soekarno dan Hatta yang dulu punya narasi kemerdekaan bagi negara-negara Dunia Ketiga, kini giliran anak muda untuk bersuara tentang kejujuran demi keselamatan dunia.

Memang terdengar idealis. Di tengah perang senjata canggih dan diplomasi yang kaku, ajakan ini mungkin terasa biasa. Tapi setidaknya, suara itu bisa menjadi alarm — pengingat bagi para pemimpin untuk berhenti bertindak arogan.

Satu Suara Selamatkan Dunia

Langkah konkret tidak harus datang dari pemerintah atau tokoh besar. Anak muda bisa mulai dari hal-hal kecil: suara, narasi, hingga aksi nyata.

Indonesia memiliki modal besar untuk gerakan ini. Dalam isu Palestina, kita tak pernah berhenti peduli, memberi, berbagi, dan berdiplomasi. Setiap pihak punya peran dan tanggung jawab masing-masing.

Sekarang tinggal bagaimana kita mengembangkan “satu suara selamatkan dunia” menjadi gerakan nyata. Mungkin awalnya kecil, bahkan diabaikan. Tapi percayalah, dari langkah kecil itulah perubahan besar lahir.

Satu suara bisa menjadi awal.
Satu hati bisa menjadi inspirasi.
Satu generasi bisa menyelamatkan dunia.

*) Imam Nawawi, kolomnis nasional.news dan Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect). Pikiran penulis juga secara rutin diterbitkan di www.masimamnawawi.com

Pos terkait