NASIONAL.NEWS — Suasana teras Masjid Baitul Karim di Kompleks Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah Jakarta terasa berbeda pada malam Minggu ini (7/6/2025).
Tidak hanya diisi oleh lantunan ayat-ayat suci dan obrolan selepas Maghrib, tetapi juga aroma kopi hangat, tumpukan buku, dan diskusi santai yang membentuk ruang literasi yang menandai dimulainya program Kopiteras Buka — singkatan dari Kopi Literasi Teras Baitul Karim.
Program ini merupakan kolaborasi antara Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Baitul Karim dan Pengurus Wilayah Pemuda Hidayatullah Jakarta.
Makna di Balik Kopiteras Buka
Ketua PW Pemuda Hidayatullah Jakarta, Adam Sukiman, menjelaskan “Kopiteras Buka” adalah sebuah gerakan literasi yang diinisiasi untuk meneguhkan kembali budaya membaca buku di kalangan generasi muda.
Di tengah derasnya arus digitalisasi yang sering kali disalahgunakan, seperti kecanduan game online, scroll media sosial tanpa henti, dan konsumsi konten instan yang dangkal, inisiatif ini hadir sebagai oase untuk mengembalikan esensi belajar yang reflektif dan mendalam melalui buku.
Dia menjelaskan, nama Kopiteras Buka sendiri mengandung makna simbolik: “kopi” sebagai lambang ruang santai dan dialog hangat, “teras” sebagai ruang terbuka tempat berkumpulnya gagasan, dan “buka” selain singkatan Baitul Karim juga sebagai ajakan untuk membuka buku, membuka pikiran, serta membuka ruang perjumpaan antaride dan generasi.
“Tujuan utama dari Kopiteras Buka adalah menciptakan ruang alternatif yang menyenangkan namun bermakna, di mana anak-anak muda tidak hanya sekadar “nongkrong”, tetapi juga bertumbuh secara intelektual dan spiritual. Melalui diskusi buku, bedah pemikiran, hingga dialog interaktif, para peserta diajak untuk membiasakan diri berpikir kritis, memperkaya kosakata, dan melatih kepekaan terhadap realitas sosial,” kata Adam.
Membangun Budaya Baca Buku
Lebih jauh, Adam menjelaskan, inisiatif ini sekaligus merupakan bentuk perlawanan kultural terhadap arus global yang secara perlahan menggerus daya pikir generasi muda.
“Budaya baca tidak bisa digantikan oleh kecepatan informasi digital semata. Buku melatih kesabaran, imajinasi, dan kemampuan menyelami makna yang tidak bisa dicapai melalui konten serba instan,” terang Adam.
Oleh karena itu, jelasnya, Kopiteras Buka berusaha menyeimbangkan kembali lanskap pertumbuhan intelektual generasi muda, agar tidak sepenuhnya terseret oleh algoritma yang memanjakan, tetapi juga terhubung dengan sumber-sumber pengetahuan yang mendalam dan membebaskan.
Kopiteras sebagai Model Baru
Dengan menyatukan nuansa santai khas anak muda dan semangat literasi yang serius, Kopiteras Buka diharapkan menjadi model baru dalam membumikan kembali budaya baca sebagai gaya hidup yang keren, berkelas, dan berakar pada tradisi intelektual yang kuat.
Adam menegaskan bahwa Kopiteras Buka bukan sekadar agenda mingguan, melainkan bagian dari strategi kultural untuk mengembangkan sumber daya manusia.
“Program ini komitmen bersama dalam meningkatkan kualitas SDM melalui literasi untuk menumbuhkan minat baca buku masyarakat khususnya generasi muda serta membuka akses terhadap informasi yang bermanfaat,” ujar Adam.
Kegiatan yang berlangsung rutin setiap malam Minggu selepas Maghrib hingga adzan Isya ini terbuka untuk seluruh jamaah masjid, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Buku yang disediakan beragam, dari bacaan ringan hingga teks ilmiah—termasuk literatur Islam, sains, sejarah, dan teknologi.

Masjid sebagai Pusat Peradaban
Melalui program ini, Adam menjelaskan lebih lanjut, Masjid Baitul Karim yang menggandeng pihaknya ingin menguatkan peran masjid dalam komitmennya untuk terus menjadi pusat peradaban.
Di tengah dominasi gadget, jelas Adam, masjid perlu membuka jalan alternatif dimana terasnya dijadikan ruang baca, kopi menjadi penyambut, dan buku-buku menjadi jendela untuk memperluas cakrawala umat.
“Kopiteras Buka menjadi simbol bahwa masjid tidak hanya tempat sujud, tetapi juga tempat bertumbuhnya gagasan, pengetahuan, dan kebersamaan,” imbuhnya.
Untuk menciptakan suasana yang ramah dan menyenangkan, panitia menyediakan berbagai jenis kopi serta kudapan. Pendekatan ini diharapkan mampu menarik perhatian masyarakat untuk berkumpul dan membaca, sekaligus berdiskusi dalam suasana yang bersahabat.
“Literasi bukan hanya tentang membaca. Di sini, kami juga mengadakan tadarus buku, diskusi, dan kajian tematik yang lahir dari buku-buku yang sedang dibaca oleh jamaah,” tandas Adam.
Kepedulian Terhadap Literasi Islam
Sementara itu, Ustadz Aghis Mahruri, pengurus DKM Masjid Baitul Karim, menyatakan bahwa program ini lahir dari kepedulian terhadap rendahnya tingkat literasi di masyarakat.
Aghis berharap melalui program semacam ini, masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah ritual, tetapi juga pusat pembelajaran yang hidup.
“Kami ingin masyarakat menjadi lebih senang membaca, haus akan pengetahuan, dan memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan kehidupan,” jelas Ust. Aghis.
Antusiasme jamaah pun terasa nyata. Salah satunya Pak Joko, jamaah rutin Masjid Baitul Karim, yang mengaku senang dengan pendekatan baru yang dihadirkan masjid ini.
“Biasanya malam minggu identik dengan hiburan. Tapi di sini, kami bisa menikmati malam dengan membaca dan berdiskusi, ditemani kopi dan saudara seiman,” tuturnya.
Penyelenggara juga membuka peluang bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam mendukung program ini. Bentuk dukungan bisa berupa donasi buku, saran program, atau support lainnya. Menurut Aghis, partisipasi publik adalah kunci kontinuitas program ini.
MHD ZUHRI FADHLULLAH