Buka Munas VI Hidayatullah, Menteri Agama Dorong Hidayatullah Menjadi ‘Irsyadul ‘Ibad’

NN Newsroom

Selasa, 21 Oktober 2025

Menteri Agama Nasaruddin Umar (Foto: Mercyvano Ihsan/ Nasional.news)

Spektrum bahasan

NASIONAL.NEWS — Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka secara resmi Musyawarah Nasional (Munas) VI Hidayatullah yang berlangsung di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, pada Selasa (21/10/2025).

Dalam sambutannya, Menag memberi refleksi mengenai makna filosofis dari nama “Hidayatullah” serta pesan moral bagi seluruh warga Hidayatullah agar mampu menjadi pembawa petunjuk bagi umat.

Dalam kesempatan tersebut, Menag menekankan bahwa makna “Hidayatullah” memiliki akar yang dalam dalam konteks keagamaan. Ia mengurai secara etimologis asal kata tersebut sebagai dasar pemahaman bagi seluruh peserta Munas agar dapat menjiwai nama organisasi mereka dalam kehidupan nyata.

“Saya berharap, semoga kedepan, Insya Allah, Hidayatullah betul betul mampu merealisasikan apa yang dimaksud dengan ‘Hidayatullah’. Hidayatullah itu dari (kata) hidayah, dari akar kata ‘hudan’. Kalau Hidayatullah, artinya petunjuk yang petunjuk itu dari Allah,” ujar Nasaruddin dalam sambutannya di hadapan peserta Munas.

Uraian ini mengandung pesan bahwa makna “Hidayatullah” bukan sekadar simbol nama lembaga, melainkan mengandung dimensi spiritual yang menghubungkan antara manusia dengan petunjuk ilahi.

Menurut Menag, dalam tradisi Islam, hidayah merupakan bentuk bimbingan langsung dari Allah kepada manusia agar hidup dalam kebenaran.

Ia melanjutkan penjelasan tersebut dengan menekankan pentingnya memahami siapa pemberi petunjuk itu dalam perspektif tauhid. Dalam pandangan Menag, hanya Allah-lah sumber hidayah yang hakiki, sedangkan manusia hanya menjadi perantara penyampai pesan kebenaran.

“Maka, si pemberi petunjuk itu adalah Al Hadiy (Yang Maha Pemberi Petunjuk). Kalau yang memberi petunjuk itu manusia, maka petunjuk itu disebut dengan irsyaad, maka yang memberi petunjuk itu disebut al mursyid,” terang Nasaruddin.

Penjelasan tersebut membawa peserta Munas pada pemahaman lebih lanjut tentang relasi antara konsep ilahiah “Hidayatullah” dan peran manusia sebagai “mursyid” yang menyampaikan petunjuk kepada sesama. Dalam hal ini, Menag menegaskan perbedaan teologis antara hidayah yang datang dari Allah dan irsyaad sebagai bimbingan manusia kepada manusia lainnya.

Ia kemudian memperkenalkan istilah “irsyaadul ‘ibadh” sebagai konsep lanjut dari hubungan antara manusia yang membimbing dalam kebenaran. Menurutnya, relasi antara “Hidayatullah” dan “irsyaadul ‘ibadh” menjadi jembatan konseptual dalam membangun peran umat Islam yang berfungsi sebagai penuntun moral masyarakat.

Mursyid itu siapa, kita kenal apa yang disebut dengan irsyaadul ‘ibadh. Ada Hidayatullah, ada irsyaadul ‘ibadh,” jelasnya.

Dalam sambungan penjelasan itu, Menag menggambarkan bahwa dari pemahaman tersebut akan lahir generasi umat yang menjadi pembawa petunjuk di tengah masyarakat. Ia menyebut hal itu sebagai cita-cita luhur yang perlu diwujudkan oleh seluruh anggota Hidayatullah.

“Jadi dari sini nanti akan lahir Hidayatullah dan nanti umatnya menjadi irsyaadul ‘ibadh, membawa petunjuk kepada masyarakat kita. Berarti ini adalah nama yang sangat ideal,” lanjutnya.

Menag menekankan bahwa makna ideal itu tidak berhenti pada tataran konsep, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Ia mengajak seluruh kader dan warga Hidayatullah untuk menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai semangat dalam kehidupan berbangsa dan beragama.

“Oleh karena itu, saya menghimbau, kepada segenap warga Hidayatullah, jadilah irsyaadul ‘ibadh, jadilah ‘Hidayatullah’, dan jadilah pemimpin umat,” seru Menag.

Kondusif dan Penuh Ukhuwah

Selain memberikan refleksi, Menag juga menyinggung suasana pelaksanaan Munas VI Hidayatullah. Ia menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya kegiatan besar tersebut dengan suasana kondusif dan penuh ukhuwah.

Menurutnya, dinamika yang muncul dalam forum musyawarah ini mencerminkan semangat umat terbaik sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an sebagai “Khaira Ummah”.

“Hari ini, betul-betul kita bersyukur karena Hidayatullah melaksanakan sebuah pesta yang sangat indah. Mendengarkan tadi, Munas itu kan biasanya diwarnai dengan berbagai macam dinamika yang bermacam-macam. Tapi dinamika yang berkembang di Hidayatullah ini adalah mencerminkan dinamika Khaira Ummah,” ungkapnya.

Lebih jauh, Menag menilai bahwa organisasi Hidayatullah telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam waktu relatif singkat. Ia menyebut capaian organisasi ini sebagai bukti kemampuan umat Islam membangun sistem pendidikan dan dakwah yang terintegrasi di seluruh wilayah Indonesia.

“Sejarah membuktikan bahwa Hidayatullah itu mampu menerapkan hal ini (al-khair dan al-ma’ruf). Walaupun usianya belum selama dan setua dengan ormas-ormas yang lain, tetapi organisasi ini mampu dalam waktu yang sangat singkat mencakupi hampir seluruh wilayah Republik Indonesia,” paparnya.

Sebagai penutup, Menag membacakan tiga bait pantun yang sarat makna moral sebelum secara resmi membuka Musyawarah Nasional VI Hidayatullah. Pantun tersebut menjadi simbol ajakan untuk menyalakan cahaya kebaikan, menjauhi sifat sombong, dan menegaskan pentingnya keilmuan dalam membimbing umat.

“Bidadari bertelekan di atas dipan, menanti tamunya para mushollin. Daripada meratapi kegelapan, lebih baik menyalakan lilin,” ucapnya.

“Patung semar berbalut kain, dipasang di serambi duduk berjajar. Orang yang sibuk mencari kesalahan orang lain, pertanda harus masih belajar,” lanjutnya.

“Ke kebun binatang menyaksikan beruang, melihat buaya sedang berenang. Orang pintar tak pernah terbuang, orang sombong tidak pernah tenang,” tutup Menag Nasaruddin Umar sebelum membuka secara resmi Munas VI Hidayatullah di Jakarta.

TERKAIT LAINNYA

Exit mobile version