Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memulai proses pembubaran Departemen Pendidikan AS, dilansir Reuters, Jum’at (20/3/2025). Langkah ini diambil dengan alasan mengembalikan kewenangan pendidikan kepada negara bagian, namun menuai berbagai reaksi dan kekhawatiran terkait masa depan sistem pendidikan di Amerika Serikat.
Dalam pidatonya di Gedung Putih, Trump menyatakan bahwa Departemen Pendidikan tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi rakyat Amerika. Ia menekankan bahwa pemerintahannya akan mengambil semua langkah yang sah untuk menutup departemen ini secepat mungkin.
Trump juga menyoroti rendahnya kemampuan membaca dan matematika di kalangan siswa sekolah dasar, menengah, dan atas di AS sebagai alasan tambahan untuk pembubaran tersebut.
Meskipun Departemen Pendidikan akan dibubarkan, Trump memastikan bahwa beberapa program utama seperti Pell Grant, Title I, dan pendanaan untuk anak-anak berkebutuhan khusus akan tetap dipertahankan. Program-program ini akan didistribusikan kembali ke berbagai lembaga federal lainnya.
Pell Grant sendiri adalah bantuan keuangan bagi mahasiswa berpenghasilan rendah untuk membayar biaya kuliah, sementara Title I memberikan dana federal kepada sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, belum jelas bagaimana distribusi pendanaan ini akan dilakukan setelah departemen dibubarkan.
Reaksi dan Kekhawatiran Publik
Keputusan untuk membubarkan Departemen Pendidikan mendapat kecaman luas, terutama dari kelompok hak sipil, pendidik, dan sejumlah politisi Demokrat. Grace Meng, Ketua Kaukus Kongres Asia Pasifik Amerika (CAPAC), dan Mark Takano, Ketua Gugus Tugas Pendidikan, menilai keputusan ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap siswa, orang tua, dan pendidik.
Mereka berpendapat bahwa langkah ini menghalangi generasi berikutnya mendapatkan sumber daya yang mereka butuhkan untuk meraih kesuksesan, demi memberikan keringanan pajak bagi para miliarder.
Derrick Johnson, Presiden Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna (NAACP), menyebut langkah ini sebagai hari yang suram bagi jutaan anak Amerika yang bergantung pada pendanaan federal untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
Menurutnya, kebijakan ini terutama akan berdampak pada komunitas miskin dan pedesaan, termasuk mereka yang mendukung Trump. Presiden National Parents Union, Keri Rodrigues, menambahkan bahwa pembubaran ini berpotensi menghapus kemajuan yang telah dicapai selama beberapa dekade dalam menjamin akses pendidikan yang setara.
Tantangan Hukum dan Proses Legislatif
Pendirian dan pembubaran lembaga-lembaga federal umumnya memerlukan persetujuan Kongres melalui legislasi. Jika Trump ingin menutup Departemen Pendidikan, hal itu harus melalui proses legislatif di Kongres.
Masih belum jelas bagaimana sang presiden akan melanjutkan perintah eksekutif ini. Selain itu, langkah ini kemungkinan akan menghadapi tantangan hukum dari berbagai kelompok yang menilai pembubaran departemen tersebut dapat merugikan akses pendidikan bagi banyak siswa.
Departemen Pendidikan AS sebelumnya sudah memulai pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Menurut laporan media AS, departemen yang awalnya memiliki 4.000 karyawan ini akan mengurangi hampir separuh dari jumlah tenaga kerjanya.
Trump mengatakan bahwa pengurangan jumlah tenaga kerja tersebut berhasil, dengan memangkas jumlah birokrat hingga 50 persen.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana program-program penting akan dikelola di masa depan. Misalnya, pengelolaan pinjaman mahasiswa yang mencapai 1,6 triliun dolar AS dan berbagai program bantuan seperti makanan sekolah, pendidikan seni, dan perlindungan hak sipil dalam sistem pendidikan.
Belum jelas juga lembaga mana yang akan mengambil alih tanggung jawab ini dan bagaimana mereka akan memastikan bahwa layanan tersebut tetap berjalan efektif. (ybh/nas)