Lonjakan harga emas dalam beberapa waktu terakhir memicu fenomena fear of missing out (FOMO) di kalangan investor. Harga emas global yang sempat menembus rekor tertinggi disertai dengan harga emas Antam yang juga melonjak di dalam negeri membuat banyak masyarakat tergoda untuk ikut membeli. Namun, apakah ini waktu yang tepat untuk masuk ke pasar emas?
Data menunjukkan bahwa pada akhir Oktober 2024, harga emas dunia mencapai US$2.777,8 per troy ounce, tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi lain, harga emas batangan PT Aneka Tambang (Antam) juga sempat menyentuh Rp1,56 juta per gram. Kenaikan ini tidak lepas dari berbagai faktor eksternal, termasuk ketegangan geopolitik, ekspektasi penurunan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed), serta tingginya inflasi global.
Baca juga: Harga Emas Sentuh Rekor Tertinggi USD3.000, Analis Ungkap Faktor Penyebabnya.
Analis pasar memproyeksikan bahwa tren kenaikan ini masih berpotensi berlanjut. JP Morgan memprediksi harga emas bisa mencapai US$2.300 per ons pada 2025, seiring kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Di sisi lain, permintaan emas dari investor juga terus meningkat, sebagaimana dilaporkan World Gold Council.
Namun, sebagian investor juga memilih menunggu. Mereka berharap harga emas akan mengalami koreksi dalam jangka pendek. Padahal, menurut para analis, menunda pembelian bisa berisiko, terutama jika harga terus naik tanpa koreksi berarti. Tanpa alokasi emas dalam portofolio, investor juga lebih rentan terhadap guncangan pasar.
Strategi yang disarankan di tengah kondisi ini adalah pembelian bertahap atau dollar cost averaging. Cara ini dinilai dapat mengurangi risiko dari fluktuasi harga emas. Investor juga disarankan untuk menyesuaikan investasi emas dengan tujuan finansial masing-masing—baik untuk lindung nilai terhadap inflasi, tabungan jangka panjang, maupun diversifikasi aset.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam keputusan investasi karena ikut-ikutan. “Jangan investasi karena FOMO, pahami dulu risikonya,” ujar Purbaya. Pesan senada juga disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menekankan pentingnya literasi keuangan agar masyarakat tidak mudah tergoda oleh janji keuntungan cepat.
Fenomena FOMO emas menjadi cermin bahwa keputusan investasi harus dilakukan dengan pertimbangan matang, bukan emosi sesaat. Bagi masyarakat yang berminat masuk ke instrumen ini, waktu terbaik untuk membeli emas bukan selalu saat harga rendah—tetapi saat strategi dan tujuan keuangan telah dipersiapkan dengan baik.