JAKARTA — Hari ini Presiden terpilih Prabowo Subianto memanggil 58 tokoh yang dipertimbangkan untuk mengisi jabatan di kabinetnya, mulai dari posisi menteri, wakil menteri, hingga kepala badan.
Drama pemanggilan ini menarik perhatian dan diskusi publik, mengingat komposisi kabinet ini merepresentasi bagaimana Prabowo merancang pemerintahannya untuk lima tahun ke depan.
Adapun tokoh-tokoh yang dipanggil berasal dari berbagai latar belakang—partai politik, dunia usaha, birokrasi, hingga akademisi dan selebritas.
Namun, perhatian juga mengarah pada kekhawatiran bahwa kabinet ini akan menjadi “gemuk,” dengan penambahan kursi yang berlebihan, yang dinilai dapat berdampak pada efisiensi pemerintahan.
Pengamat politik dari Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect), Yacong B. Halike, turut mencermati komposisi 58 nama yang dipanggil oleh Prabowo hari ini. Menurutnya, ada representasi kuat dari partai politik koalisi, tetapi juga beberapa tokoh nonpartisan dan independen yang memiliki rekam jejak dalam dunia profesional.
“Keterlibatan politisi dari berbagai partai ini mengindikasikan upaya Prabowo untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan merangkul kekuatan dari seluruh spektrum koalisi,” kata Yacong dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Prabowo juga memanggil sejumlah besar tokoh nonparpol yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan atau dunia profesional, seperti Budiman Sudjatmiko, aktivis yang pernah menjadi bagian dari DPR tetapi tidak lagi terafiliasi dengan partai. Ada pula Arrmanatha Nasir, diplomat yang pernah menjabat sebagai juru bicara Kementerian Luar Negeri, dan Kartika Wirjoatmodjo, yang sebelumnya menjabat di sektor BUMN.
“Pengangkatan tokoh-tokoh nonpartisan ini tampaknya ingin menunjukkan bahwa Prabowo juga berniat memperluas basis kabinetnya dengan memasukkan individu-individu yang tidak terkait langsung dengan politik praktis,” imbuh Yacong.
Beberapa tokoh nonparpol lain yang dipanggil termasuk Silmy Karim, Direktur Jenderal Imigrasi, dan Yovie Widianto, musisi. Kehadiran figur publik nonpolitis seperti Raffi Ahmad, seorang selebriti, juga mengundang pertanyaan mengenai arah penunjukan jabatan di kabinet ini.
“Apakah ini bagian dari strategi populis untuk mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat luas, atau hanya upaya untuk meningkatkan visibilitas kabinet melalui figur-figur terkenal, hal ini tentu menarik menjadi bahan perbincangan,” ujarnya.
Kabinet Gemuk dan Efisiensi Pemerintahan
Salah satu kekhawatiran yang mencuat adalah kemungkinan kabinet Prabowo yang terlalu besar. Pemerintahan yang terlalu gemuk kerap kali dilihat sebagai beban tambahan bagi negara, baik dalam hal anggaran maupun efisiensi.
Yacong menilai, semakin banyak menteri dan wakil menteri, semakin besar pula tantangan koordinasi dan potensi konflik kepentingan di dalam pemerintahan. Misalnya, jelas dia, keberadaan banyak wakil menteri dapat menyebabkan birokrasi yang lamban dan tidak efisien karena rentang kontrol yang semakin panjang.
Namun, terang Yacong, fenomena “kabinet gemuk” ini bukanlah hal baru. Pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, beberapa presiden menghadapi kritik serupa ketika memperluas kabinet mereka dengan alasan stabilitas politik dan pembagian kekuasaan di antara koalisi.
“Prabowo tampaknya menghadapi tantangan serupa, terutama mengingat tekanan untuk memuaskan berbagai partai politik koalisi yang mendukungnya dalam pemilihan presiden lalu,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, kabinet yang terlalu besar juga menimbulkan masalah legitimasi. Yacong pun menyoal apakah jumlah kursi menteri dan wakil menteri yang banyak tersebut benar-benar diperlukan untuk mengatasi tantangan pemerintahan, atau hanya sebagai bentuk kompromi politik.
“Efisiensi dan kompetensi menteri-menteri dalam menjalankan tugasnya sangat penting untuk memastikan bahwa pemerintahan tidak hanya bekerja untuk memuaskan kepentingan politik, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” katanya.
Yacong pun menganalisa mengenai penelusuran beberapa nama yang dipanggil dan potensi kontribusi mereka terhadap kabinet Prabowo. Diantaranya ada Anis Matta.
Menurut Yacong, sebagai ketua umum Partai Gelora dan mantan Sekretaris Jenderal PKS, Anis Matta memiliki pengalaman politik yang panjang. Dia bisa menjadi katalisator dalam urusan politik dalam negeri dan manajemen koalisi. Partainya, Gelora, juga berpotensi memainkan peran kunci dalam menjaga stabilitas dukungan politik di parlemen.
“Pengalaman dan relasi internasionalnya juga sangat menonjol, jadi saya kira tepat jika Anis Matta ditunjuk Prabowo menjadi Wakil Menteri Luar Negeri,” kata Yacong.
Selain itu ada Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketum Pemuda Muhammadiyah. Dzulfikar dianggap mewakili generasi muda Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar tanah air. Menurut Yacong, pengangkatan Dzulfikar dapat memperkuat hubungan antara pemerintah dengan kelompok-kelompok Islam moderat dan lembaga-lembaga keagamaan.
Lalu ada mantan Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo, profesional di sektor BUMN. “Saya kira, pengalaman penjang Kartika akan sangat berharga dalam menjalankan kebijakan ekonomi atau pengelolaan BUMN,” imbuh Yacong.
Tokoh lainnya Immanuel Ebenezer ketua kelompok relawan Jokowi, dinilai Yacong bisa menjadi jembatan antara kalangan relawan dan pemerintahan Prabowo, yang akan membantu mengkonsolidasikan dukungan politik di tingkat akar rumput.
Terakhir, Yacong menyebut nama Fahri Hamzah. Sebagai politisi dengan kemampuan retorika dan pemahaman tentang politik parlemen, Yacong menilai kehadiran Fahri dalam kabinet dapat menambah kedalaman diskusi kebijakan dan membantu dalam menjaga hubungan antara eksekutif dan legislatif.
Masalah Keseimbangan
Lebih jauh Yacong menilai salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi kabinet Prabowo adalah menemukan keseimbangan antara politik dan profesionalisme. Kabinet ini terdiri dari politisi, birokrat, profesional, dan bahkan figur publik dari berbagai latar belakang yang sangat berbeda.
“Tentu saja diversitas ini dapat menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik, tetapi juga bisa menjadi bumerang jika tidak ada koordinasi yang baik,” katanya.
Kabinet gemuk Prabowo, Yacong menambahkan, berpotensi menjadi ruang eksperimen politik, di mana profesionalisme dan kepentingan politik harus dikelola dengan hati-hati untuk memastikan bahwa pemerintahan berjalan lancar dan efektif.
“Pada akhirnya, publik akan menilai kabinet ini bukan hanya dari jumlah kursi yang ada, tetapi dari hasil kerja dan kebijakan yang dihasilkan. Di sisi lain, pemerintahan yang inklusif dan representatif juga menjadi kebutuhan dalam sistem demokrasi yang plural,” tandasnya.
Berikut 58 nama yang dipanggil Prabowo pada hari kedua, Selasa (15/10/2024) hari ini:
- Afriansyah Noor (PBB)
- Agus Jabo Priyono (Ketum Prima)
- Ahmad Ridha Sabana (Ketum Garuda)
- Ahmad Riza Patria (Gerindra)
- Aminnudin Maruf (TKN)
- Angga Raka Prabowo (Gerindra)
- Anggito Abimanyu (Nonparpol/Akademisi)
- Anis Matta (Ketum Gelora)
- Arrmanatha Nasir (Nonparpol/Kemlu)
- Atip Latifulhayat (Nonparpol/Akademisi Unpad)
- Bambang Eko Suhariyanto (Purnawirawan TNI/Staf Ahli Menhan)
- Bima Arya (PAN)
- Budiman Sudjatmiko (Nonparpol)
- Budi Arie Setiadi (Relawan Jokowi/Menkominfo)
- Christina Aryani (Golkar)
- Diaz Hendropriyono (PKPI)
- Diana Kusumastuti (Nonparpol/PUPR)
- Didit Herdiawan (Purnawirawan TNI/Asisten Khusus Menhan Bidang Matra Laut)
- Dony Oskaria (Nonparpol/BUMN)
- Dudung Abdurachman (Nonparpol/Purnawirawan TNI)
- Dyah Roro Esti (Golkar/Anggota DPR)
- Dzulfikar Ahmad Tawalla (Ketum Pemuda Muhammadiyah/Nonparpol)
- Edward Omar Sharif Hiariej (Nonparpol/Akademisi)
- Fahri Hamzah (Waketum Gelora)
- Faisol Riza (Waketum PKB/Anggota DPR)
- Fajar Riza Ulhaq (Muhammadiyah)
- Fauzan (Nonparpol/Akademisi)
- Giring Ganesha (PSI)
- Gus Irfan Yusuf (Gerindra/Anggota DPR)
- Gus Miftah (Nonparpol/Tokoh Agama)
- Haikal Hassan Baras (Nonparpol/Ustaz)
- Hasan Nasbi (Nonparpol/Kepala PCO)
- Helvi Yuni Moraza (Komisaris LEN)
- Immanuel Ebenezer (Relawan)
- Isyana Bagoes Oka (PSI)
- Iwan Bomba (Nonparpol/Pengusaha)
- Juri Ardiantoro (NU/Nonparpol/KSP)
- Kartika Wirjoatmodjo (Nonparpol/BUMN)
- Komjen Purn Purwadi Arianto (Nonparpol/Purnawirawan Polri)
- Komjen Purn Suntana (Nonparpol/Purnawirawan Polri)
- Lodewijk F Paulus (Golkar)
- Mardiono (Plt Ketum PPP)
- Mugiyanto Sipin (Nonparpol/Aktivis 1998/KSP)
- Nezar Patria (Nonparpol/Wamenkominfo)
- Ossy Dermawan (Demokrat)
- Otto Hasibuan (Nonparpol/Advokat)
- Raffi Ahmad (Nonparpol/Selebriti)
- Romo Muhammad Syafi’i (Gerindra)
- Silmy Karim (Nonparpol/Dirjen Imigrasi)
- Stella Christie (Nonparpol/Akademisi)
- Suahasil Nazara (Nonparpol/Wamenkeu)
- Sulaiman Umar (TKD Prabowo-Gibran Kalsel)
- Thomas Djiwandono (Gerindra/Wamenkeu)
- Todotua Pasaribu (TKN)
- Taufik Hidayat (Eks Pebulutangkis)
- Viva Yoga Mauladi (PAN)
- Yovie Widianto (Nonparpol/Artis)
- Yuliot Tanjung (Nonparpol/Wamen Investasi)
(cdi/nas)