Insiden KA Gajayana di Tulungagung: Pengingat Penting Tentang Keselamatan dan Nilai Kehidupan di Jalur Rel

Barbar Simanjuntak

Rabu, 8 Oktober 2025

Spektrum bahasan

Suasana pagi yang seharusnya tenang di jalur rel antara Stasiun Tulungagung dan Ngujang, Rabu (8/10/2025), mendadak berubah haru. Sekitar pukul 05.05 WIB, Kereta Api Gajayana (KA 36) relasi Gambir–Malang tertemper seorang orang tak dikenal (OTK) di kilometer 160+0. Kejadian ini bukan sekadar insiden lalu lintas perkeretaapian, melainkan sebuah pengingat pahit tentang pentingnya keselamatan dan kewaspadaan di sekitar jalur rel.

Korban yang hingga kini belum diketahui identitasnya mengalami luka berat. Meski pihak berwenang bergerak cepat, insiden tersebut menyisakan duka dan keprihatinan mendalam. Di balik deru roda besi yang melintas setiap hari, masih banyak masyarakat yang beraktivitas terlalu dekat dengan jalur rel—tanpa menyadari betapa berisikonya area itu bagi keselamatan jiwa.

PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 7 (Daop 7) Madiun langsung menurunkan petugas ke lokasi setelah menerima laporan dari masinis. “Begitu laporan diterima, tim kami segera melakukan pemeriksaan rangkaian dan pengamanan di sekitar lokasi. Hasilnya, kereta dapat kembali melanjutkan perjalanan dengan pengawalan petugas,” tutur Rokhmad Makin Zainul, Manager Humas Daop 7 Madiun.

Namun di balik langkah cepat itu, ada refleksi yang lebih dalam: tentang bagaimana jalur rel bukan sekadar infrastruktur transportasi, tetapi juga ruang publik yang menuntut kedisiplinan, kesadaran, dan empati bersama.

Perjalanan KA Gajayana sempat tertunda 53 menit akibat insiden tersebut, dan KA 421 Penataran juga mengalami keterlambatan hingga 32 menit. Sekilas, angka itu mungkin tampak teknis. Namun di baliknya, ada dampak yang lebih luas: penumpang yang menunggu, kru yang berkoordinasi ulang, serta rasa waspada yang meningkat di setiap perjalanan. Semua itu menunjukkan betapa satu insiden kecil bisa mengguncang sistem besar yang dijalankan dengan presisi.

KAI Daop 7 Madiun menegaskan kembali pentingnya menaati Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang melarang siapa pun berada di ruang manfaat jalur rel tanpa izin. Aturan itu bukan untuk membatasi kebebasan warga, melainkan untuk melindungi nyawa manusia—agar tidak ada lagi cerita kehilangan di antara denting roda baja dan gemuruh mesin lokomotif.

Sebagai langkah pencegahan, KAI terus meningkatkan patroli dan menggandeng aparat serta pemerintah daerah untuk melakukan edukasi keselamatan. “Kami berharap masyarakat semakin sadar bahwa keselamatan adalah tanggung jawab bersama. Satu langkah menjauh dari rel bisa menyelamatkan hidup,” ungkap Zainul.

Lebih dari sekadar berita kecelakaan, peristiwa ini menjadi pengingat kemanusiaan — bahwa di balik setiap perjalanan kereta api, ada nyawa, keluarga, dan harapan yang harus dijaga. Rel bukan tempat untuk mengambil risiko. Ia adalah jalur kehidupan yang seharusnya hanya dilewati oleh mereka yang menjaga keselamatan semua.

TERKAIT LAINNYA