Jeg Menyala Wi, Tamplig Dong! Kisah Agus Buntung yang Mengguncang Dunia Maya

KETIKA kabar penahanan Agus Buntung merebak, dunia maya seakan terguncang. Agus, pria disabilitas tanpa lengan yang dikenal dengan nama asli I Wayan Agus Suartama, kini resmi ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan, Kabupaten Lombok Barat.

Kamis, 9 Januari 2025, menjadi hari penuh drama yang diwarnai tangis histeris dan permohonan memelas dari pemilik slogan viral “Jeg menyala Wi, Tamplig Dong!” ini. Bayangan kedipan mata dan bunyian peletuk lidahnya yang khas pun seketika melintas.

Bacaan Lainnya
agus buntung

Agus Buntung tiba tiba menjadi sosok kontroversial usai dituding melakukan pelecehan kepada sejumlah wanita. Pria yang lahir tanpa lengan ini sebelumnya dikenal sebagai seorang penyintas yang mampu menciptakan istilah viral. Namun, kali ini namanya mencuat bukan karena kreativitas, melainkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tangis Histeris

Di tengah hiruk-pikuk proses hukum yang dijalani, Agus justru memberikan kita cerita yang penuh dengan drama, humor, dan sedikit tragedi.

Ketika Agus mendengar kabar bahwa dirinya akan segera mendekam di balik jeruji besi, reaksi yang muncul jauh dari biasa. Agus berteriak-teriak, menangis histeris, bahkan meronta dalam suasana yang bisa digambarkan sebagai “episode sinetron dadakan” di Kejaksaan Negeri Mataram.

Kuasa hukum Agus, Kurniadi, menjelaskan, “Tadi teriak-teriak di dalam itu merupakan dampak psikologis. Agus ini membayangkan sejak lahir sampai sekarang bergantung dengan ibunya.”

Tidak dapat disangkal, hubungan Agus dengan ibunya, Ni Gusti Ari Padni, adalah sebuah kisah cinta tanpa syarat. Selama hidupnya, Agus selalu bergantung pada sang ibu untuk segala aktivitas, mulai dari makan hingga hal-hal yang lebih pribadi seperti “urusan kamar mandi.”

“Tidak bisa sendiri, mau cebok mau apa. Kalau dia normal saya lepas,” ungkap sang ibu, menggambarkan dilema yang menghimpitnya. Penahanan Agus tentu menjadi tantangan besar, baik bagi dirinya maupun ibunya yang khawatir bagaimana Agus akan bertahan di lingkungan baru.

Drama berlanjut saat Agus dengan suara gemetar mencoba memohon kepada Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Ivan Jaka. “Saya mohon, Pak, biar saya di rumah, karena saya tidak biasa. Ini saja terus terang saya tahan kencing,” ujarnya dengan nada penuh kepolosan.

Permohonan Agus itu sontak menjadi bahan diskusi hangat di media sosial. Banyak yang bersimpati, namun tak sedikit pula yang mencemooh.

Namun, Ivan Jaka menegaskan bahwa penahanan Agus dilakukan berdasarkan prosedur hukum yang jelas, mulai dari hasil visum, pemeriksaan psikologi forensik, hingga koordinasi dengan Komisi Disabilitas Daerah (KDD). “Yang bersangkutan terpenuhi syarat objektif dan perbuatannya,” tegas Ivan.

Ruang tahanan Agus pun telah disiapkan secara khusus untuk penyandang disabilitas, lengkap dengan tenaga pendamping. Ini merupakan upaya untuk memastikan Agus dapat menjalani masa tahanan dengan fasilitas yang sesuai kebutuhannya.

“Jeg menyala Wi, Tamplig Dong!”

Tidak lengkap membahas Agus tanpa menyebutkan kontribusinya pada dunia maya. Frasa “Menyala wi, tampleng dong!” yang diciptakannya telah menjadi fenomena viral. Frasa ini muncul dalam berbagai bentuk meme, parodi, hingga mungkin ada merchandise.

Namun, ironisnya, popularitas online Agus kini bertabrakan dengan status hukumnya. Sebagai tersangka kasus pelecehan seksual, citra Agus sebagai “ikon humoris” mendapat sorotan tajam.

Banyak yang bertanya, bagaimana mungkin seseorang dengan disabilitas fisik yang begitu bergantung pada orang lain mampu melakukan tindakan seperti itu? Pertanyaan ini membawa kita pada dimensi lain dari kasus Agus yang melibatkan penyelidikan intensif oleh pihak kepolisian.

Polda NTB telah melimpahkan Agus ke Jaksa Penuntut Umum setelah merampungkan penyidikan yang mendalam. Sebanyak 14 saksi diperiksa, termasuk 5 ahli yang memberikan pandangan dari sudut psikologis, kriminal, dan sosial.

Proses hukum yang dijalani Agus juga melibatkan penilaian personal dan perilaku oleh tim ahli psikologi. Hal ini penting, mengingat Agus adalah penyandang disabilitas yang menghadapi tantangan besar dalam beradaptasi dengan situasi baru.

Pelajaran dari Agus Buntung

Kisah Agus Buntung adalah kombinasi dari humor, ironi, dan tragedi manusia. Di satu sisi, Agus adalah simbol semangat bertahan hidup di tengah keterbatasan fisik. Di sisi lain, ia menghadapi tuduhan serius yang membuat banyak orang mempertanyakan moralitas dan tanggung jawabnya.

Sebagai masyarakat, kisah Agus Buntung ini mengingatkan kita untuk tidak menilai seseorang hanya dari keterbatasan fisiknya. Disabilitas bukanlah alasan untuk mengabaikan hukum, tetapi juga bukan alasan untuk menghilangkan empati. Agus adalah cerminan kompleksitas manusia: kuat di luar, rapuh di dalam.

Jadi, apa yang akan terjadi dengan Agus Buntung selama 20 hari di Lapas Kuripan? Akankah ia mampu bertahan, atau justru kembali membuat “drama baru” yang mengundang tawa dan simpati? Yang pasti, dunia maya tidak akan kehilangan bahan untuk diperbincangkan.[]

Pos terkait