Kalender Pemerintah Tetapkan 1 Ramadhan 1446 Jatuh Pada 1 Maret 2025

JAKARTA — Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) secara resmi menetapkan bahwa 1 Ramadan 1446 Hijriah jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025.

bulan puasa

Keputusan ini mengacu pada Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang yang telah dirilis Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama pada Oktober 2024 yang dapat diunduh di laman resmi Kemenag di sini. Keputusan tersebut selaras dengan hasil perhitungan hisab Muhammadiyah yang juga menetapkan awal puasa pada tanggal yang sama.

Keputusan ini membawa kabar baik bagi umat Islam di Indonesia, mengingat dalam beberapa tahun terakhir sering terjadi perbedaan penetapan awal Ramadan antara pemerintah dan beberapa organisasi Islam.

Namun, meskipun sejauh ini ada kesamaan dalam penetapan awal Ramadan, masyarakat tetap perlu menunggu hasil sidang isbat yang akan digelar pada akhir Februari 2025 untuk konfirmasi resmi.

Dalam Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025, Kemenag telah mencantumkan bahwa Ramadan 1446 Hijriah akan dimulai pada 1 Maret 2025. Penetapan ini berdasarkan metode hisab yang digunakan oleh pemerintah dalam menentukan kalender Islam.

Sementara itu, Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah mengeluarkan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/1.0/E/2025 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1446 H.

Dalam maklumat tersebut, Muhammadiyah menetapkan bahwa awal Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025, dengan metode hisab hakiki wujudul hilal.

Metode hisab yang digunakan Muhammadiyah memungkinkan penetapan awal bulan Hijriah tanpa harus menunggu hasil rukyat atau pengamatan hilal secara langsung.

Dengan demikian, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa Ramadan akan berlangsung selama 29 hari, dan 1 Syawal 1446 H akan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

Potensi Perbedaan dan Sikap Umat Islam

Meskipun sejauh ini terdapat kesamaan antara pemerintah dan Muhammadiyah, potensi perbedaan masih terbuka jika hasil sidang isbat nanti berbeda.

Pemerintah, melalui Kemenag, tetap menggunakan mekanisme sidang isbat untuk memastikan penetapan awal Ramadan dengan menggabungkan metode hisab dan rukyat. Jika hasil pengamatan hilal menunjukkan perbedaan dari perhitungan hisab, maka pemerintah bisa menetapkan tanggal yang berbeda.

Perbedaan dalam penentuan awal Ramadan bukanlah hal baru dalam sejarah Islam di Indonesia. Beberapa ormas lain, seperti Nahdlatul Ulama (NU), sering kali menetapkan awal Ramadan berdasarkan hasil rukyat hilal yang dilakukan pada hari ke-29 bulan Syakban. Jika hilal belum terlihat, maka bulan Syakban digenapkan menjadi 30 hari, sehingga awal Ramadan bisa berbeda dengan hasil hisab Muhammadiyah.

Namun, perbedaan ini seharusnya tidak menjadi pemecah belah umat. Sebaliknya, ini harus menjadi bentuk keberagaman dalam praktik keislaman yang tetap berada dalam koridor ukhuwah Islamiyah. Islam mengajarkan toleransi dan persatuan dalam perbedaan, sehingga keputusan berbeda dalam penentuan awal Ramadan tidak perlu menjadi sumber perpecahan.

Menjaga Persatuan di Tengah Perbedaan

Dalam menghadapi potensi perbedaan, umat Islam di Indonesia diharapkan untuk tetap mengedepankan sikap saling menghormati dan memahami bahwa setiap metode yang digunakan memiliki dasar ilmiah dan syariat masing-masing.

Perbedaan dalam penentuan awal Ramadan adalah hal yang wajar dan tidak seharusnya menjadi alasan untuk memecah belah persaudaraan umat Islam.

Pemerintah juga terus berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat agar dapat memahami dinamika penetapan awal Ramadan secara ilmiah dan syariat. Dengan demikian, masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh perbedaan, tetapi lebih kepada memahami esensi dari ibadah puasa itu sendiri.

Pada akhirnya, Ramadan adalah momentum untuk meningkatkan ketakwaan, mempererat silaturahmi, serta memperkuat nilai-nilai kebersamaan. Apapun keputusan akhir nanti, baik yang mengikuti kalender pemerintah maupun metode hisab Muhammadiyah, umat Islam tetap harus menjunjung tinggi prinsip ukhuwah Islamiyah. Ramadan seharusnya menjadi bulan pemersatu, bukan pemecah belah.

Sebagai umat Islam, mari kita sambut Ramadan dengan penuh kebersamaan, saling menghormati perbedaan, dan tetap menjaga persatuan. Karena lebih dari sekadar perhitungan astronomi, Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan bagi seluruh umat Muslim di dunia.[]

Pos terkait