Keindahan, Petualangan, Keilmuan Geologi Menjadi Satu di Sukabumi

ai terjun sawer
Curug Cikaso, di mana keeksotisan alam bertemu dengan kejernihan dan kesejukan air terjun yang memukau. Dalam pelukan eksotisnya, detik-detik di sini seperti menjelma menjadi lukisan alam yang hidup. Rasakan kesegaran dan keajaiban alam yang mengalir bersama air terjun yang mempesona (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

SEBENARNYA akhir tahun tidak ada rencana cuti, tetapi karena anak sudah mulai libur maka curi start untuk liburan. Akhirnya, sat set browsing.

Butuh waktu lama karena usulan peserta adalah tidak mau ke lokasi yang sudah pernah didatangi. Akhirnya muncul 2 alternatf, Sukabumi dan Likupang.

Bacaan Lainnya

Dan, kalah voting, akhirnya kami ke Sukabumi.

Pilihan Sukabumi atas dasar banyak variasi lokasi, dan ada aspek geologi yang hanya bisa dilihat di Ciletuh.

Trip pertama ke Situ Gunung, kami akan menginap di glamping Situ Gunung. Sampai lokasi sudah agak sorean, menjadi momen yang pas karena untuk menuju glamping melawati Jembatan Merah, suspension bridge yang panjangnya lebih dari 500m.

Terhanyut dalam pelukan alam, glamping SItu Gunung menyajikan kesejukan hutan yang rindang sebagai selimut nyaman. Suara daun bergoyang dan riuhnya sungai menjadi saksi bisu perjalanan damai di tengah keindahan alam yang memukau (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

Suasana tambah epik karena jembatan sudah sepi dan pas sunset, jadi kita sendiri yang melewati dan berfoto foto di jembatan.

Glamping Situ Gunung berada di tengah rimbunan pepohonan, berdekatan dengan air terjun, jadi suasana senja benar benar menyatu dengan alam. Hal yang memang kita cari dengan menginap glamping di tengah hutan.

Menyusuri Jembatan Merah, suspension bridge panjang ini seperti melintasi portal ajaib menuju dunia alam yang menakjubkan. Langkah demi langkah, kita diantar ke keindahan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

Malamnya kita pesan nasi liwet untuk melawan udara yang mulai dingin, dan malam itu suhu 19 derajat yang terasa dinginnya, sebelum tidur ada fasilitas api unggun dengan membakar jagung.

Pagi hari sarapan bubur kacang hijau dan juga nasi uduk. Rencana kita akan trekking. Trekking yang sedang hit adalah track lembah purba, karena butuh waktu PP 5 jam, dan bocil tidak menyakinkan berani lewat jembatan 2 kecil.

Maka kita mengambil track yang pendek, track vip yang hanya butuh waktu 1,5 jam. Lokasi pertama yang kita kunjungi adalah air terjun Sawer.

Air terjun Sawer, tempat di mana keindahan alam dan keharmonisan suara gemericik air bersatu. Dalam pelukan alam yang megah ini, setiap tetes air adalah pesona yang menari-nari. Jangan lewatkan serunya petualangan di balik tirai air yang menawarkan pengalaman tak terlupakan (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

Curug Sawer menjadi bukti bahwa wisata yang dikelola oleh swasta dari sisi pengelolaan akan berhasil, bersih, dan pengaturan pedagang dan lainnya tertata rapi. Fasilitas juga memadai.

Dari Curug Sawer kita trekking menuju ke Keranjang Sultan, keranjang yang dikerek di atas sungai sejauh 100 meter. Bagus untuk bahan foto di medsos tetapi tidak terlalu menantang.

Selanjutnya trakking ke Jembatan Merah, suspension bridge yang berwarna merah yang ikonik, cukup lama kami berfoto foto di jembatan ini sebelum kembali trekking ke glamping.

Menyusuri sungai seolah menjadi tamu istimewa di Kerjanjang Sultan. Dikerek dengan gemulai, keranjang ini membawa kita dalam perjalanan santai di atas aliran sungai yang jernih. Saksikan pemandangan sungai yang menawan sambil merasakan sentuhan keanggunan tradisi (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

Sampai glamping kami bersih bersih dan kembali ke start awal dengan melewati kembali suspension bridge, dan karena hari sudah cukup siang, suspension bridge cukup ramai dengan pengunjung.

Sebelum kembali ke Sukabumi untuk menginap, kami mencoba permainan terakhir yang cukup menantang, yaitu flying fox dengan panjang 750m melintas di atas hutan dan danau. Untuk dokumentasi ada penyewaan kamera 360 untuk hasil yang lebih baik.

Hari ketiga kami mulai dengan rafting di Sungai Citarik, sempat was was arus deras ternyata sungai kondisinya dengan debit kecil, rencana rafting 9 km hanya bisa 5 km, cukup fun bersama keluarga.

Di Sungai Citarik, petualangan tak hanya sekadar air, tapi juga keberanian yang mengalir dalam setiap arus. Rasakan gelegar adrenalin dan kekayaan alam yang memukau sepanjang perjalanan rafting ini. Sungai Citarik, lautan tantangan yang mempersembahkan keindahan alam dalam setiap jeramnya (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

Tetapi, dibandingkan dengan Rafting di Pangalengan menurut bocil lebih seru di Pangalengan, arusnya kenceng dan banyak atraksi atraksinya, apalagi bum-bumnya banyak.

Habis makan siang lanjut ke Ciletuh. Sore itu kita ke bukit Paralayang, tempat start Paralayang dan dari tempat ini kita bisa melihat Ciletuh dari ketinggian. Dan, kegiatan sore itu kami akhiri dengan sunset di Pantai Palangpang.

Pantai berpasir hitam yg cukup bersih, landai dan panjang, suasananya hampir mirip dengan Kuta di Bali, pantai umum yang sangat ramai.

Dari puncak bukit paralayang Ciletuh, kita bukan hanya melihat keindahan alam, tapi merangkumnya dalam satu pandangan spektakuler. Angin membelai, dan pandangan terhampar luas di bawah kaki. Serasa berselancar di awan, nikmati pesona alam dari ketinggian ini yang tak terlupakan (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)
Pantai Palangpang, di mana matahari bersiap merangkul laut dengan sentuhan emasnya. Dalam keheningan deburan ombak, kita bersaksikan pertunjukan langit yang memukau. Berlabuh di sini bukan hanya tentang pesona pantai, tapi juga tentang indahnya perpisahan hari dalam pangkuan laut (Foto: Nasional.news/ Nasional.news)

Hari ke empat kami mulai dengan hunting sunrise. Karena penginapan dekat dengan Pantai Palangpan, maka habis subuh langsung ke pantai. Sebenarnya pantai ini spot untuk sunset, tetapi sunrise juga tidak kalah cantiknya.

Pagi itu sudah ramai wisatawan menikmati pagi di pantai dan setelah sunrise ada tempat pelelangan ikan yang sangat menarik untuk melihat aktivitas tersebut.

Agak siangan kami langsung menuju Curug Cikaso. Butuh waktu perjalanan 1.5 jam menuju curug, dari awal sudah diinfokan oleh driver kalau ke sana saat ini jangan kecewa, karena debit air sangat sedikit karena lama tidak hujan.

Curug Cikaso, panggung keajaiban alam yang memukau dengan riuhnya aliran air terjun. Dalam pelukan alam, air mengalir bak tarian yang mempesona. Serasa menyatu dengan keindahan yang melimpah, di sini setiap detik adalah catatan keabadian (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

Dan, benar saja, ketika sampai curug airnya sangat sedikit. Tetapi saya sudah terbiasa dengan keadaan alam yang tidak sesuai harapan, tinggal bagaimana kita menikmatinya.

Dan kalau fotografer bagaimana memaksimalkan hasil foto dengan suasana yang ada. Cukup lama kami menikmati keteduhan sembari makan di seputaran Curug.

Sore hari setelah kembali ke penginapan kami melanjutkan trip ke Pulau Kunti, butuh waktu perjalanan 30 menit dengan perahu.

Pantai Kunti, di mana alam memainkan simfoni bebatuan litologi yang begitu memesona. Setiap batu menjadi saksi bisu perjalanan waktu, mengukir kisah keindahan geologi di bibir pantai. Sungguh, keunikan alam ini seakan menjadi galeri bebatuan yang menghipnotis mata (Foto: Abdul Aziz/ Nasional.news)

Pantai Kunti adalah salah satu keajaiban geologi dimana melange terekspos di permukaan sepanjang pantai. Fenomena geologi yang dapat dilihat langsung dan sangat langka di Indonesia.

Dan, sore itu kita puas menikmati pasir putih di pantai Kunti sembari menikmati sunset yang dengan warna sendu. Keindahan alam, petualangan bersatu dengan alam dan keilmuan geologi tersaji menjadi satu di Sukabumi.

*) Abdul Aziz, kontributor Nasional.news, traveler, dan fotografer tinggal di Samarinda, Kaltim.

Pos terkait