Ketum LIDMI: Pemuda Jangan Bangun Paradigma Homogenitas

MAKASSAR – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (DPP Lidmi) Asrullah Syaharuddin mengatakan pemuda adalah lokomotif perubahan, oleh sebab itu pemuda harus memiliki cakrawala yang luas dan tak terjebak dalam paradigma homogenitas.

“Jangan membangun paradigma homogenitas. Itu akan membuat kita tidak produktif”, ungkap Asrullah saat menjadi narasumber dalam acara Kajian Kepemudaan yang digelar Forum Ukhuwah Mahasiswa Muslim Bima-Dompu (F-UMA IMBI) secara virtual, Ahad malam (6/03/2022).

Bacaan Lainnya

Menurut Asrullah, sebagai pemuda yang masih berusia belia dengan energi pergerakan yang amat kuat, maka sudah selayaknya pemuda terus membangun diri dengan kedisipilinan dan kecerdasan multi dimensional.

“Dengan dibarengi semangat perjuangan yang bersifat kontinu dan konsep intelektual yang bernas, pemuda adalah lokomotif perubahan. Pesan kami pribadi, cerdaslah pada bidang kita masing-masing,” kata kandidat doktor Universitas Hasanuddin Makassar ini.

Asrullah dengan lugas menguraikan beberapa peran penting pemuda bagi kemajuan agama dan bangsa. Salah satu diantaranya adalah pentingnya peran pemuda sebagai lokomotif perubahan.

Menurutnya, pemuda harus memperdalam ilmu yang ia sedang geluti dengan maksimal, terlebih lagi mereka yang menyandang predikat sebagai bagian dari entitas epistemik.

“Dengan demikian, akan lahir mahasiswa yang mampu berkontribusi positif sesuai bidang keilmuannya,” terang cendekiawan muda muslim ini.

Dalam kaitannya dengan bonus demografi, Asrullah juga mengungkapkan peran pemuda yang sangat besar dimana mayoritas generasi produktif saat ini adalah dari kalangan pemuda.

“Bonus demografi bisa saja menjadi buah simalakama jika potensi yang ada tidak dimanfaatkan dengan baik,” kata Asrullah mengingatkan.

Dia menerangkan, tantangan bonus demografi adalah kondisi dimana mayoritas generasi produktif diisi oleh pemuda. Maka mau tidak mau, pemuda harus siap dengan tantangan ini.

“Pertanyaannya adalah pemuda seperti apa yang kita inginkan. Apakah pemuda yang setelah ngaji, pergi ke masjid setelah itu selesai. Apakah itu yang disebut sebagai aktivis,” tanya Asrullah kepada peserta untuk menelaah lebih dalam realitas bonus demografi.

Lebih jauh, Asrullah menilai pemuda harus tampil di garis depan mengambil peran dan tidak justru menarik diri dari percaturan sosial.

“Pemuda seharusnya mampu membaca kapasitas pribadi, melihat realitas diri, mengukur kapasitas itu, dan kemudian menuangkannya dalam ranah aplikatif, pada ranah sosial. Itulah namanya pemuda solutif,” tandasnya.

Kajian yang digelar Forum Ukhuwah Mahasiswa Muslim Bima-Dompu dilaksanakan dalam rangka untuk memperkuat semangat dakwah dalam menyongsong berbagai tantangan zaman.

“Selain itu, kajian ini dipandang penting untuk menyemarakkan diskusi intelektual di kalangan pemuda,” kata ketua panitia pelaksana acara dalam keteranganya. (rls/nnw)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *