DITENGAH euforia pelantikan Presiden terpilih Republik Indonesia 2024-2029, Prabowo Subianto, media ramai memberitakan tokoh-tokoh yang datang memenuhi panggilan sang presiden baru. Tidak sedikit dari nama-nama tersebut adalah wajah-wajah lama, figur yang sudah eksis pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hal ini memicu diskusi publik dan spekulasi mengenai efektivitas pemerintahan Prabowo di masa mendatang.
Kehadiran tokoh-tokoh lama memunculkan kekhawatiran bahwa kepemimpinan Prabowo mungkin akan mengalami tantangan dalam menciptakan pemerintahan yang efektif. Mengapa? Karena kehadiran mereka bisa saja mencerminkan keberlanjutan praktik dan pendekatan yang sudah ada, bukan transformasi yang baru.
Namun, untuk memahami lebih dalam, kita perlu meneropong ke belakang: Apakah keberadaan figur-figur lama ini murni atas kehendak Prabowo, atau ada “balasan” yang harus diberikan Prabowo kepada Jokowi?
Wajah Lama dalam Kabinet Prabowo
Prabowo Subianto dikenal sebagai sosok yang tegas dan memiliki visi untuk membawa perubahan.
Namun, mempertahankan tokoh-tokoh lama yang sudah menjabat di era Jokowi bisa memberi kesan bahwa pemerintahan ini kurang segar atau bahkan terkesan kompromistis.
Dalam politik, tentu saja ada banyak pertimbangan, termasuk stabilitas dan kesinambungan, yang bisa menjadi alasan di balik keputusan mempertahankan para figur lama tersebut.
Sebagai contoh, seorang menteri yang sukses dalam bidangnya pada pemerintahan sebelumnya mungkin dianggap sebagai aset yang masih relevan.
Namun, publik juga mempertanyakan apakah keberadaan mereka akan memungkinkan Prabowo untuk memimpin secara efektif dan menghadirkan perubahan yang dijanjikan.
Pribadi Merdeka
Buya Hamka, dalam bukunya Pribadi Hebat, menekankan bahwa kemajuan suatu bangsa tidak hanya bergantung pada kebijakan atau struktur pemerintahan, tetapi juga pada kualitas pribadi individu yang merdeka di dalamnya.
Hamka mendefinisikan pribadi merdeka sebagai sosok yang berani bertanggung jawab dan tangkas dalam menetapkan jalan yang akan ditempuh.
Mengaplikasikan pandangan Buya Hamka, kita bisa bertanya: Apakah Prabowo dan para pembantunya dalam kabinet adalah pribadi-pribadi merdeka?
Apakah mereka mampu mengeksekusi kebijakan dengan tanggung jawab penuh tanpa intervensi atau kompromi yang tidak perlu?
Jika Prabowo berhasil mengumpulkan pribadi-pribadi seperti itu di dalam pemerintahannya, maka besar kemungkinan transfigurasi dan perubahan signifikan akan dapat terwujud.
Kita bertanya demikian tentu karena ingin melihat rakyat Indonesia hidup lebih baik dalam segala bidang, mulai pendidikan, kesehatan, hukum, hingga ekonomi.
Dalam kerangka ini, pribadi merdeka menjadi kunci efektivitas pemerintahan. Menteri yang tidak hanya kompeten, tetapi juga mandiri dan berintegritas, akan membawa kebijakan yang berani dan bermanfaat bagi bangsa.
Kemandirian mereka dalam mengambil keputusan, bebas dari pengaruh luar yang mungkin tidak sejalan dengan visi kepemimpinan Prabowo, akan mencerminkan kepemimpinan yang kuat dan efektif.
Tapi menarik satu video yang menayangkan Prabowo berkata tegas bahwa para Ketua Umum Partai jangan mendelegasikan kadernya menjadi menteri dengan target menghimpun uang rakyat melalui APBN atau pun APBD. Pernyataan ini tegas, Prabowo ingin seluruh menterinya bebas dan merdeka.
Jika Prabowo menginginkan perubahan nyata, maka ia harus memastikan bahwa para menterinya tidak hanya memahami visi besar yang ia bawa, tetapi juga memiliki keberanian untuk mewujudkan visi tersebut dengan penuh tanggung jawab.
Figur-figur lama bisa saja memberi keuntungan berupa pengalaman dan stabilitas, namun yang lebih penting adalah apakah mereka bisa menjadi pribadi merdeka yang benar-benar mampu menjalankan amanah tanpa beban masa lalu.
Prabowo mesti berpikir mendalam soal ini, agar kepemimpinannya bisa mengubah arah bangsa lebih cerah, rakyat semakin sejahtera. Terlebih ini adalah kesempatan emas untuk mengabdi kepada negeri dengan setotal-totalnya.
Pengalaman dan Kemerdekaan Pribadi
Pemerintahan yang efektif tidak hanya ditentukan oleh kebaruan figur di dalamnya, tetapi juga oleh sinergi antara pengalaman dan kemerdekaan pribadi.
Wajah-wajah lama di kabinet Prabowo bisa menjadi aset berharga jika mereka memiliki kemerdekaan pribadi yang mumpuni. Prabowo tampaknya menghadapi tantangan untuk mengelola warisan masa lalu sambil mendorong transfigurasi melalui individu-individu yang merdeka dan bertanggung jawab.
Di sini, efektivitas pemerintahan Prabowo akan diuji: Apakah ia mampu memadukan pengalaman para pejabat lama dengan visi baru yang ia bawa?
Bisakah mereka menjadi pribadi merdeka yang siap bertanggung jawab untuk melangkah maju tanpa takut akan tekanan politik? Jika iya, maka kita bisa optimis bahwa kepemimpinan Prabowo dapat membawa Indonesia menuju perubahan yang diidamkan.
Pertaruhan Masa Depan
Efektivitas pemerintahan Prabowo tidak hanya bergantung pada kebijakan yang ia buat, tetapi juga pada kualitas pribadi individu yang ia pilih sebagai pembantunya. Jika Prabowo mampu memastikan bahwa para menterinya adalah pribadi-pribadi yang merdeka dan bertanggung jawab, maka peluang untuk menciptakan pemerintahan masa depan yang efektif dan transformasional akan semakin besar.
Sebaliknya, jika wajah-wajah lama hanya menjadi simbol keberlanjutan tanpa perubahan mendasar, maka publik mungkin akan terus mempertanyakan arah pemerintahan ini.
Pada akhirnya, waktu yang akan membuktikan apakah Prabowo berhasil membangun tim yang tidak hanya kompeten, tetapi juga merdeka dalam bertindak untuk kepentingan bangsa.
Prabowo harus mampu menghadirkan pribadi-pribadi hebat di sekelilingnya, sebagaimana pesan Buya Hamka, agar Indonesia bisa melangkah menuju masa depan yang lebih cerah. Karena bagaimanapun ungkapan “Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya,” ini benar-benar kesempatan terbaik Prabowo untuk membawa Indonesia lebih maju dan bermartabat.[]
*) Mas Imam Nawawi, penulis adalah Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect)