Model Inovasi Ekonomi Kreatif Berbasis Masjid dan Zakat

SEBELUMNYA, di portal media www.nasional.news ini, saya menulis artikel sederhana dengan judul: Sosiologi Masjid dan Zakat, Inovasi Kreatif Majukan Ekonomi Tanggulangi Kemiskinan. Tulisan tersebut diakhiri dengan sebuah pertanyaan, bagaimana model konkret dari inovasi ekonomi kreatif berbasis masjid dan zakat?

Tulisan kali ini berupaya untuk menjawab pertanyaan di atas. Model konkret dari ide yang ditawarkan ini setidaknya ada tiga hal, sebagai berikut: Pertama, satu masjid satu warung.

Di tengah isu halal food yang sangat naik akhir-akhir ini, masjid sangat strategis hadir menjadi rumah bagi makanan yang kehalalannya terjamin.

Selain itu, hampir semua masjid di Indonesia, memiliki lahan-lahan yang luas. Sehingga tempat untuk membangun warung sangat memungkinkan.

Warung ini dikelola oleh pengurus masjid, income dari upaya ini tentunya dipakai untuk kemaslahatan umat. Potensi ini sangat besar, apalagi warung yang dibangun di masjid sudah memiliki pasar yang jelas.

Setidaknya, dalam sehari, lima waktu orang pasti berdatangan. Hadirnya warung, juga akan menjadi pemikat baru orang-orang untuk melangkahkan kaki ke masjid.

Halal food di Indonesia kian meningkat variasinya, banyak menu-menu baru, termasuk olahan lokal yang diberi sentuhan modern. Hasil ekonomi kreatif ini, sangat bagus apabila dikembangkan melalui space yang ada di masjid.

Kedua, satu masjid satu pujasera. Pujasera berarti pusat jajanan serba ada. Namun, kebanyakannya, pujasera hanya identik dengan jajanan kuliner makanan. Padahal, jajanan tidak hanya makanan. Setiap produk atau hasil belanjaan bisa saja disebut jajanan.

Jika melihat makna dari ekonomi kreatif yang sudah dijelaskan di atas, maka tidak hanya makanan yang bisa dikelola di masjid, tetapi juga bidang lain yang masuk ke dalam kategori ekonomi kreatif seperti kesenian, fashion, periklanan, musik dan penerbitan karya cetak.

Maka, pujasera sangat strategis dibangun di masjid, memanfaatkan banyaknya lahan kosong di komplek masjid.

Pujasera tersebut, bisa disewakan ke pihak swasta, untuk pengembangan ekonomi kreatif seperti usaha karya kaligrafi (jasa dan produk lukisan), menjual pakaian islami dan perlengkapan ibadah, menjual buku-buku islami, serta periklanan usaha-usaha swasta, seperti unit travel haji dan umroh.

ist 7
ILUSTRASI: Kegiatan pusat jajanan serba ada atau pujasera berbasis zakat yang terintegrasi dengan masjid (Foto: Istimewa/ Nasional.news)

Semua produk dan jasa tersebut akan mendatangkan income yang besar bagi masjid. Dengan produktifnya pemasukan masjid, manfaat yang bisa diberikan untuk masyarakat sekitar juga akan banyak, masjid akan semakin berperan memakmurkan masyarakat sekitar.

Ketiga, masjid digital. Bagian terakhir ini akan menjadikan masjid benar-benar relevan dengan perkembangan dunia saat ini. Pengurus masjid yang kreatif adalah syaratnya. Masjid harus memiliki kanal-kanal digital. Mulai dari website, media sosial, bahkan market place.

Kanal-kanal digital tersebut, selain digunakan untuk dakwah dan edukasi masyarakat, juga bisa digunakan untuk ruang informasi dan promosi upaya-upaya dan produk-produk yang ada dalam penguatan ekonomi kreatif seperti yang dipaparkan di poin pertama dan kedua di atas.

Yang lebih penting juga, semua platfom digital ini bisa menjadi kanal yang mengakselerasi dan mengoptimalkan pengumpulan zakat di Indonesia.

Ketiga hal di atas bukan hal yang benar-benar baru, sudah ada sebagian kecil masjid yang menerapkan salah satu atau sebagian dari ketiga hal tersebut. Namun, sebagai sebuah model kesatuan, ketiga hal tersebut dapat menjadi model inovasi yang baru dalam memaksimalkan peran masjid dan zakat.

Islam datang dengan membawa spirit pengentasan kemiskinan dan semangat membangun kemakmuran di dunia. Al-Qur’an sebagai pedoman utama dalam Islam dengan tegas ingin mengentaskan kemiskinan.

Al-Qur’an mengajak umat manusia untuk membangun solidaritas bersama melalui masjid dan zakat agar bisa mengentaskan kemiskinan di muka bumi. Masjid dan zakat adalah legacy emas dari ajaran Islam untuk membangun kemakmuran.

*) RIZKI ULFAHADI, penulis adalah pendiri dan presiden Fatahillah Researchers Science and Humanity (FRESH) UIN Jakarta 2020, Associate peneliti Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect). Saat ini menempuh studi Pascasarjana di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI).

Pos terkait