Pakar Menilai Vonis Eks Mendag Bisa Terlihat sebagai Bentuk Kriminalisasi

NN Newsroom

Rabu, 30 Juli 2025

Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga Dr. Riza Alifianto Kurniawan, SH, MTCP (Foto: Dok. Unair)

Ringkasan cakupan

NASIONAL.NEWS – Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, dalam perkara impor gula, mengundang perhatian luas kalangan hukum.

Vonis ini dijatuhkan setelah melalui 23 kali persidangan, meskipun tidak ditemukan bukti bahwa Lembong memperoleh keuntungan pribadi dari kebijakan yang diambilnya.

Tom Lembong dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Putusan ini dilandasi pada kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar akibat keputusan impor tanpa prosedur koordinasi lintas sektor.

Kerangka Administratif

Dalam pledoinya, Lembong menegaskan bahwa ia tidak memiliki mens rea atau niat jahat. “Tidak ada niat jahat atau keuntungan pribadi,” tegasnya di hadapan majelis hakim.

Pandangan serupa disampaikan oleh Dr. Riza Alifianto Kurniawan, SH, MTCP, pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair).

Riza menilai kasus ini berada pada ranah kebijakan publik yang seharusnya dinilai dalam kerangka administratif, bukan pidana.

“Ini bisa terlihat sebagai kriminalisasi terhadap kebijakan publik. Padahal, pejabat punya diskresi tertentu,” kata Riza dalam keterangannya dikutip laman resmi Unair.

Menurut Riza, penyalahgunaan wewenang sebagai dasar pidana korupsi harus dibuktikan bersama niat jahat.

“Selama kebijakan tidak digunakan untuk memperkaya diri sendiri dan tidak ada perbuatan melawan hukum secara aktif, maka seharusnya itu masuk ranah administratif,” ujarnya.

Ia menilai penggunaan tafsir melawan hukum dalam konteks administratif menimbulkan potensi kriminalisasi yang bisa mengganggu otonomi pengambilan keputusan oleh pejabat eksekutif.

“Yang terjadi adalah kegagalan meyakinkan hakim bahwa tidak ada niat jahat. Tapi tetap saja, tafsir itu sangat bisa diperdebatkan,” katanya.

Vonis terhadap Lembong juga menimbulkan pertanyaan tentang penerapan prinsip Business Judgement Rule (BJR) dalam tata kelola pemerintahan modern. Prinsip ini menekankan pentingnya perlindungan terhadap pengambil kebijakan yang bertindak dengan itikad baik dalam ruang diskresi publik.

TERKAIT LAINNYA