KOTA KEDIRI – Suasana Pasar Pahing, salah satu pasar tradisional tertua dan paling legendaris di Kota Kediri, kini tidak lagi seramai dulu. Lorong-lorong yang dulunya dipenuhi suara tawar-menawar dan deru langkah pembeli kini tampak lengang. Hanya beberapa pengunjung yang datang, sementara para pedagang tampak duduk menunggu dengan tatapan kosong, berharap ada pembeli yang mampir ke lapaknya.
Pada pagi hari, waktu yang biasanya menjadi puncak keramaian, situasinya pun tak jauh berbeda. Banyak lapak terlihat kosong dari aktivitas jual beli. Kondisi ini membuat para pedagang semakin cemas, sebab omzet penjualan terus menurun tajam dalam beberapa bulan terakhir. “Dulu, jam segini sudah ramai sekali. Sekarang, pembeli bisa dihitung jari,” keluh Ibu Sumiati, pedagang sayur yang telah berjualan di Pasar Pahing selama lebih dari 20 tahun. “Kadang seharian tidak ada pemasukan sama sekali,” ujarnya dengan nada lirih.
Fenomena ini tak hanya dialami satu atau dua pedagang. Hampir seluruh pelaku usaha di pasar tradisional tersebut merasakan dampak yang sama. Beberapa di antara mereka bahkan mengaku harus menggunakan tabungan pribadi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. “Kami hanya bisa pasrah, yang penting lapak tetap buka. Siapa tahu rezeki datang,” tutur Pak Budi, pedagang bumbu dapur.
Para pedagang menilai, sepinya pasar disebabkan oleh berbagai faktor. Selain menurunnya daya beli masyarakat, kehadiran toko modern dan tren belanja daring (online) turut memperparah kondisi. “Sekarang orang lebih suka belanja di toko modern, tempatnya bersih, ber-AC, dan ada promo. Pasar tradisional makin tersingkir,” tambah Pak Budi. Ia juga menyoroti perubahan perilaku generasi muda yang kini jarang berbelanja di pasar tradisional.
Meski kondisi terus menurun, semangat untuk bertahan masih menyala di antara para pedagang Pasar Pahing. Mereka berharap ada dukungan nyata dari pemerintah daerah, baik melalui revitalisasi fasilitas pasar, promosi digital, hingga program subsidi atau pelatihan kewirausahaan bagi pedagang kecil. “Kami tidak butuh janji, tapi tindakan nyata. Tolong bantu kami supaya bisa tetap bertahan,” kata Ibu Sumiati penuh harap.
Pasar Pahing bukan sekadar tempat jual beli. Pasar yang telah berdiri sejak tahun 1930-an ini menyimpan sejarah panjang sebagai denyut ekonomi rakyat Kediri. Bagi banyak warga, pasar ini adalah simbol kebersamaan dan warisan budaya yang menghubungkan masa lalu dengan kehidupan modern. “Kami ingin pasar ini hidup lagi, ramai lagi, seperti dulu,” ujar salah satu pedagang senior yang telah berjualan lebih dari tiga dekade.
Kondisi yang menimpa Pasar Pahing sebenarnya menjadi cerminan tantangan pasar tradisional di era modernisasi. Persaingan dengan ritel modern, perubahan gaya hidup masyarakat, dan kurangnya inovasi menjadi tantangan besar yang perlu diatasi bersama. Upaya kolaboratif antara pemerintah, pedagang, dan masyarakat menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan pasar tradisional sebagai bagian dari identitas ekonomi lokal.
“Semoga Pasar Pahing bisa kembali berjaya seperti masa keemasannya,” harap Ibu Sumiati. Seruan sederhana namun sarat makna itu mencerminkan semangat pedagang yang enggan menyerah, sekaligus mengingatkan pentingnya menjaga ruang ekonomi rakyat agar tetap hidup di tengah arus modernisasi yang kian deras.