
BERBAGAI pandangan soal pendidikan muncul bak jamur di musim hujan. Media sosial, WA Group banyak membincangkan soal ini. Itu terpacu oleh kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM) yang memandang anak nakal sebaiknya masuk barak militer. Dengan begitu pendidikan karakter bisa berjalan dengan baik. Semudah itu kah?
Tapi jangan tergesa-gesa. Mari kita cerna perlahan-lahan. Anak nakal itu adalah mereka yang mudah terjebak tawuran, tidak mau sekolah dan pemakai narkoba. Anak-anak sekolah seperti ini, siapa yang bisa mengatasi, ketika orang tua dan sekolah sudah tak berdaya lagi?
Dalam trilogi pendidikan, yang sangat berperan adalah keluarga dan sekolah, kemudian lingkungan. Lingkungan juga sudah tak mampu mencegah. Lalu?
Jejen Musfah; Dosen UIN Jakarta, Ketua PB PGRI dalam opini di Republika.Id berjudul “Merangkul Anak Nakal” memberikan pernyataan tegas. “Sikap siswa yang dicap nakal itu merupakan cerminan dari keluarga, masyarakat, dan sekolah mereka.”
Dalam konteks itu KDM mungkin berpikir dengan inisiatifnya bahwa tak ada jalan terbaik, kecuali membawa mereka ke barak militer. Budaya disiplin dalam pendidikan militer diharapkan mampu menjadi solusi atas kenakalan yang tak teratasi itu.
Solusi Instan
Namun, apakah membawa mereka yang nakal ke barak militer merupakan solusi permanen dalam mengubah watak nakal menjadi berakal?
Sejauh ini belum muncul hasil riset yang menunjukkan bahwa lingkungan militer efektif mendidik anak-anak nakal (bermasalah). Justru pola pembiasaan disiplin dalam militer, yang anak-anak tidak siap mental, akan memberikan dampak trauma pada anak.
Karena itu KDM penting menyimak saran dari Jeje Musfah. “Pendidikan karakter berbasis militer tidak akan berhasil jika KDM tidak menyentuh tiga entitas itu dengan program lanjutan. Pendidikan militer menyembuhkan sementara, sedangkan pendidikan di rumah, sekolah, dan masyarakat menyembuhkan secara permanen.”
Mungkin, secara instan langkah itu perlu mendapat kesempatan untuk dijalankan. Namun, langkah lebih lanjut tetap perlu diserahkan kepada ahlinya.Sekaligus bagaimana secara komprehensif KDM juga menghidupkan kultur pendidikan berbasis rumah, sekolah dan lingkungan.
Proporsi
Kalau kita bedah lagi, soal anak pemakai narkoba misalnya. Akar masalahnya bukan pada soal disiplin. Melainkan soal kesehatan mental dan sosial. Oleh karena itu WHO dan UNODC memberi rekomendasi intervensi berbasis rehabilitasi dan dukungan psikologis. Bukan dengan ancaman fisik atau hukuman fisik.
Kemudian, anak yang suka terjebak tawuran, juga bukan soal kedisiplinan. Mereka adalah anak-anak yang terwarnai oleh lingkungan pergaulan yang tidak sehat. Kemudian juga boleh jadi mengalami yang namanya ketidakpuasan emosional.
Sisi lain juga mungkin karena kurangnya kontrol diri dan identitas. Mereka merasa tak ada beban dan tanggung jawab, bahkan masa depan. Jadi, lakukan apa yang mereka sukai semata.
Kalau mereka dalam sebab seperti itu dibawa ke barak militer, mereka mungkin akan lebih tertekan. Kemudian lebih jauh akan memendam amarah. Kelanjutannya mereka mungkin akan semakin kena risiko pelampiasan agresi di masa depan.
Dalam kata yang lain, ide KDM seperti membawa solusi. Tapi itu tidak permanen. Mungkin secara instan bisa. Itu pun kalau telah siap konsep dasarnya.
Tetapi dari cara KDM berpikir, kita semua mendapat “tekanan” penting, bagaimana mengembalikan pendidikan secara utuh. Kita tahu pendidikan bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa. Lebih lanjut anak bangsa mampu berpikir rasional, memiliki moral dan mandiri.
Dengan demikian, semua pihak jangan mudah bersuara secara emosional. KDM bagaimanapun punya tanggung jawab.
Tugas kita memberi catatan atas pandangan-pandangan KDM yang boleh jadi absen dari esensi pendidikan. Namun, sisi lain, KDM harus memberi ruang terbuka, sehingga dialog menjadi budaya baru yang mencerahkan. Bukan debat yang tak ada ujungnya.
Tugas ktia sekarang adalah bagaimana sama-sama tidak bingung dalam mendidik anak bangsa, harapan nyata kita semua untuk Indonesia Emas 2045. Jangan sampai kita bicara pendidikan, tapi malah kita terjebak perilaku-perilaku kurang atau bahkan tidak terdidik.[]
*) Imam Nawawi, kolomnis nasional.news dan Direktur Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect)