Penetapan Hari Kebudayaan Nasional Tuai Kritik Akademisi UGM

NN Newsroom

Senin, 21 Juli 2025

Pakar kebudayaan dan Guru Besar bidang Sosiologi Sastra Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Aprinus Salam, M.Hum (Foto: Dok. UGM)

NASIONAL.NEWS — Penetapan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon menuai tanggapan kritis dari kalangan akademisi.

Salah satu suara penolakan datang dari Prof. Dr. Aprinus Salam, pakar kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi mereduksi makna kebudayaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

“Saya tidak pernah setuju kalau ada Hari Kebudayaan Nasional. Setiap hari adalah hari kebudayaan,” ujar Prof. Aprinus Salam dalam pernyataan resminya, Senin (21/7/2025).

Menurutnya, menetapkan satu hari khusus untuk merayakan kebudayaan mengandung risiko meminggirkan keberadaan kebudayaan sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari.

Kebudayaan Praktik Sosial

Kebudayaan, kata Aprinus lebih jauh, tidak dapat dibatasi oleh waktu atau seremoni tahunan.

Ia adalah praktik sosial yang hidup dalam relasi antarmanusia, dalam penghargaan terhadap nilai, serta dalam penghormatan terhadap keberagaman dan tradisi.

“Kenapa kebudayaan harus diisolasi menjadi satu momen tertentu? Seolah-olah hari-hari lain tidak penting,” tambahnya.

Ia mengkhawatirkan bahwa penetapan Hari Kebudayaan Nasional akan menciptakan persepsi keliru di masyarakat.

Fokus yang berlebihan terhadap perayaan seremonial, menurutnya, dapat menjebak publik dalam rutinitas tahunan yang justru menjauhkan mereka dari esensi kebudayaan itu sendiri.

“Orang nanti hanya berkonsentrasi memperingati Hari Kebudayaan tanggal 17 Oktober. Seolah-olah hari-hari lain bukan hari kebudayaan,” ujarnya.

Kebudayaan Dihidupi, Bukan Diperingati

Prof. Aprinus menyarankan agar pemerintah lebih mendorong penerapan nilai-nilai kebudayaan secara kontekstual dan berkelanjutan.

“Kebudayaan semestinya tidak diperingati, tetapi dihidupi,” katanya, menegaskan pandangannya bahwa kebudayaan merupakan proses yang berlangsung terus-menerus, bukan sesuatu yang sekadar dikenang dalam bentuk upacara.

Dengan munculnya kritik ini, wacana penetapan Hari Kebudayaan Nasional tampaknya akan menjadi bahan diskusi lebih lanjut di kalangan akademisi, pegiat budaya, dan pembuat kebijakan.

Fokusnya bukan pada seremoni, melainkan pada bagaimana kebudayaan benar-benar diinternalisasi dalam kehidupan sosial bangsa.

TERKAIT LAINNYA