Polemik Ucapan Pejabat, Pemerhati Desak Adanya Standar Kesejahteraan Nasional untuk Guru

NN Newsroom

Kamis, 4 September 2025

Pemerhati pendidikan yang juga Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakartam Endro Dwi Hatmanto (Foto: Dok. UMY)

NASIONAL.NEWS — Profesi guru kembali menjadi sorotan setelah munculnya pernyataan publik yang dinilai merendahkan martabat pendidik. Di tengah dinamika itu, muncul desakan agar pemerintah pusat mengambil langkah nyata untuk menetapkan standar kesejahteraan nasional bagi guru.

Pemerhati pendidikan yang juga Dosen Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Pendidikan Bahasa (FPB) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Endro Dwi Hatmanto, menilai, tidak adil jika persoalan ini hanya diserahkan ke daerah atau sekolah.

Endro menegaskan, pemerintah pusat perlu membuat standar kesejahteraan nasional untuk guru.

“Dengan begitu, profesi guru tidak lagi dipandang sebagai pilihan pasrah, melainkan profesi yang benar-benar dihargai,” ujar Endro dalam keterangannya, Kamis (4/9/2025).

Endro memandang, standar kesejahteraan nasional sebagai langkah mendesak untuk mengembalikan marwah profesi guru, agar tidak lagi dianggap sekadar pilihan pasrah, melainkan profesi terhormat yang menopang masa depan bangsa.

Merespon Pernyataan Menteri Agama

Pernyataan Endro itu muncul sebagai respons atas ucapan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang sebelumnya menyebut, “kalau mau cari uang jangan jadi guru, jadi pedagang.”

Endro menduga, maksud Menag dengan pernyataannya sebenarnya ingin menekankan pengabdian, justru memantik reaksi luas karena menimbulkan kesan merendahkan profesi guru.

Endro menilai, ucapan tersebut tidak hanya soal pilihan kata, tetapi juga terkait etika seorang pejabat publik. Sangat disayangkan sebab cara penyampaiannya memang kurang tepat.

“Saya bisa memahami mungkin maksud beliau ingin menekankan sisi pengabdian guru, tapi kalimatnya justru menyinggung banyak pihak,” katanya.

Ia menambahkan, seorang pejabat publik semestinya mampu melontarkan pernyataan yang memberi dorongan moral, bukan sebaliknya.

Menurut Endro, ucapan itu tetap menyentuh sisi realita, khususnya mengenai nasib guru honorer yang masih jauh dari sejahtera.

Namun, ia menegaskan, bahwa persoalan kesejahteraan tidak bisa hanya dipandang sebagai masalah individu atau pilihan profesi, melainkan merupakan tanggung jawab negara.

“Kalau pemerintah sungguh-sungguh ingin menghargai guru, mestinya ada komitmen nyata. Tidak cukup dengan pernyataan retoris,” ucapnya.

Pemerintah Harus Atasi Kesenjangan

Lebih jauh, Endro menyoroti kesenjangan tajam antara guru ASN yang telah memperoleh tunjangan profesi dengan guru honorer yang bertahan hidup dengan gaji di bawah standar layak.

Menurutnya, inilah alasan pentingnya keterlibatan pemerintah pusat untuk mengeluarkan kebijakan yang seragam dan mengikat di seluruh daerah.

“Guru harus ditempatkan sebagai prioritas, karena tanpa mereka, kualitas pendidikan mustahil bisa ditingkatkan,” tegasnya.

Endro menambahkan, penghargaan moral semata tidak cukup jika tidak disertai langkah konkret memperbaiki taraf hidup guru.

Ia juga menekankan bahwa guru seharusnya ditempatkan sejajar dengan profesi strategis lain di negeri ini.

“Guru adalah garda depan dalam mencerdaskan bangsa. Tanpa langkah konkret menaikkan kesejahteraannya, penghargaan moral tidak akan pernah cukup,” imbuhnya.

Dengan demikian, tambahnya, perdebatan yang dipicu oleh ucapan pejabat publik ini menjadi pintu masuk untuk meninjau ulang komitmen negara dalam memperlakukan guru.

TERKAIT LAINNYA