PP GMH Kritik Pelibatan Militer dalam Aksi Sipil, Soroti Dampak Demokrasi

Anchal M. Said

Senin, 25 Agustus 2025

Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Hidayatullah Rizki Ulfahadi (Foto: Dok. GMH)

NASIONAL.NEWS — Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Hidayatullah (PP GMH) memberi tanggapan tegas terkait keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengamanan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Senin, 25 Agustus 2025.

Organisasi mahasiswa ini menilai langkah tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum dan melemahkan prinsip-prinsip demokrasi.

Ketua Umum PP GMH, Rizki Ulfahadi, menegaskan bahwa konstitusi telah secara jelas membedakan peran TNI dan Polri.

Menurutnya, Polri memiliki tanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sementara TNI fokus pada pertahanan negara dari ancaman militer.

“Kehadiran TNI dalam pengamanan demonstrasi jelas keluar dari koridor hukum. Itu melanggar Pasal 30 UUD 1945 dan UU TNI. Tugas mengelola aksi sipil ada di Polri, bukan militer,” ujar Rizki dalam keterannnya pada Senin (25/8/2025).

Rizki menyampaikan kekhawatiran terhadap risiko penyalahgunaan kewenangan militer dalam urusan sipil.

Berpotensi Rusak Iklim Demokrasi

Lebih lanjut, Rizki menyampaikan bahwa penurunan TNI untuk menghadapi demonstrasi warga tidak hanya melampaui batas kewenangan, tetapi juga berpotensi merusak iklim demokrasi.

“Menurunkan TNI menghadapi rakyat sendiri sama saja menempatkan militer pada ranah sipil. Ini pola yang kontraproduktif dengan reformasi 1998,” jelasnya.

Rizki mengingatkan bahwa pelibatan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) hanya dapat dilakukan atas keputusan Presiden, dan itu pun dalam kondisi yang sangat luar biasa.

Demonstrasi yang berlangsung masih dikategorikan sebagai aksi sipil, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Polri berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

PP GMH menegaskan, mendorong TNI turun tangan dalam konteks unjuk rasa sipil merupakan preseden negatif yang berpotensi menggeser pendekatan demokrasi ke cara-cara represif.

“Kalau ada yang mendorong TNI turun tangan, itu justru preseden buruk. Demokrasi kita akan mundur ke masa di mana suara rakyat dihadapi dengan senjata, bukan dengan dialog,” kata Rizki menambahkan.

Junjung Tinggi HAM

Selain itu, organisasi mahasiswa ini juga menyerukan agar pemerintah dan aparat keamanan menjunjung tinggi aturan hukum dan hak asasi manusia dalam menangani unjuk rasa.

“Kebebasan menyampaikan pendapat adalah hak konstitusional rakyat yang tidak boleh diciderai dengan pendekatan militeristik,” kata Rizki menegaskan.

PP GMH menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas namun tetap menghormati prinsip demokrasi dan HAM.

Pihaknya berharap, aparat keamanan tetap berfokus pada mekanisme yang sesuai undang-undang dalam menangani aksi massa, sehingga hak konstitusional warga negara tetap terjamin tanpa menimbulkan ketegangan yang berlebihan.

TERKAIT LAINNYA