JAKARTA — Dalam beberapa waktu terakhir, istilah “Indonesia Gelap” banyak digaungkan di ruang publik, seolah mengirimkan sinyal skeptisisme terhadap masa depan bangsa. Namun, Presiden Prabowo Subianto menanggapi narasi ini dengan optimisme.
Dia menegaskan bahwa kebijakan yang saat ini diterapkan akan memberikan manfaat besar dalam beberapa tahun ke depan. Pernyataan ini disampaikan dia dalam sambutannya pada Kongres VI Partai Demokrat yang berlangsung di Ritz-Carlton, Jakarta Selatan (25/2/2025).
Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti pentingnya efisiensi dalam kebijakan ekonomi dan pemerintahan. Ia menyatakan bahwa upaya penghematan dilakukan agar anggaran negara dapat dialokasikan secara lebih efektif untuk sektor-sektor yang lebih penting.
“Kita ternyata melihat di mana-mana kita bisa menghemat. Menghemat itu baik, menghemat untuk dipakai di bidang lebih penting. Memang kadang sulit bagi orang yang sudah nyaman,” ungkapnya.
Prabowo mengakui adanya kritik terhadap kebijakan yang diambil, tetapi ia tetap yakin bahwa langkah-langkah ini akan membawa Indonesia menuju kesejahteraan yang lebih besar.
Presiden juga menekankan bahwa hasil dari kebijakan ini tidak akan langsung terlihat dalam waktu singkat. Ia mengajak masyarakat untuk bersabar dan melihat perubahan dalam beberapa tahun ke depan.
“Kita selesaikan dulu beberapa tahun, rakyat kuat, rakyat sejahtera, dan saya katakan Indonesia akan berhasil menjadi negara makmur, saudara-saudara,” ujarnya.
Salah satu poin penting dalam pidato Prabowo adalah perhatiannya terhadap generasi muda yang akan menjadi penerima manfaat terbesar dari kebijakan saat ini. Ia menantang pandangan pesimistis yang menyebut Indonesia sedang menuju kegelapan.
“Dan yang akan menikmatinya adalah kalian, saudara-saudara yang muda-muda. Yang melihat Indonesia gelap itu siapa?” katanya.
Lebih lanjut, Prabowo mengutip prediksi pertumbuhan ekonomi global yang memproyeksikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar pada tahun 2050.
Berdasarkan analisis ekonomi dan statistik terbaru, Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia, berada di bawah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.
“Saudara-saudara, beberapa hari yang lalu ada suatu prediksi ekonomi dan statistik. Mereka mengatakan kita ini… nomor 1 akan jadi Tiongkok, menyalip Amerika. Nomor dua adalah Amerika, nomor tiga India. Indonesia nomor empat, di tahun 2050. Dua puluh lima tahun akan datang ya? Insyaallah saya umurnya 98,” paparnya.
Menurut Prabowo, pencapaian tersebut akan menempatkan Indonesia di atas negara-negara maju seperti Jepang, Inggris, dan Prancis. Hal ini bertentangan dengan narasi pesimistis yang menggambarkan Indonesia dalam kondisi suram. “Saudara sekalian, (Indonesia) di atas Jepang, di atas Inggris, di atas Prancis. Kok Indonesia gelap?” tanyanya retoris.
Kendati demikian, pengamat sosial dari lembaga pemikiran dan pengembangan Progressive Studies and Empowerment Center (Prospect), Mazlis B. Mustafa, menilai narasi optimisme yang disampaikan Prabowo bukan tanpa tantangan.
“Untuk mencapai target besar yang dibeberkan, Prabowo sebagai nakhkoda perlu memastikan bahwa kebijakan ekonomi berjalan efektif, investasi dalam sumber daya manusia diperkuat, serta tata kelola pemerintahan semakin baik. Kebijakan efisiensi yang dijalankan harus dibarengi dengan transparansi agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara nyata,” kata Mazlis dalam obrolan dengan media ini.
Selain itu, terang Mazlis, generasi muda memiliki peran krusial dalam mewujudkan visi Indonesia 2050. Pendidikan yang berkualitas, inovasi teknologi, serta ketahanan ekonomi akan menjadi faktor penentu dalam perjalanan menuju negara yang lebih maju.
“Jika kebijakan saat ini dapat mendukung perkembangan tersebut, maka prediksi tentang Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia bukan sekadar harapan, melainkan kenyataan yang dapat terwujud,” imbuhnya.
Mazlis melihat perdebatan mengenai ‘Indonesia Gelap’ menjadi sebuah refleksi tentang bagaimana masyarakat menilai arah pembangunan negara. Sementara kritik tetap diperlukan sebagai bagian dari demokrasi, optimisme dan kerja keras tetap menjadi kunci utama dalam mencapai kemajuan, tandasnya. (cdi/nas)