Prabowo Marah Besar Terkait Manuver Revisi UU Pilkada.

Dalam perkembangan politik terkini, Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan sangat marah terkait adanya manuver revisi Undang-Undang (UU) Pilkada pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Informasi ini pertama kali diungkapkan oleh Hamid Awaluddin, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam program Gaspol! yang ditayangkan di YouTube Kompas.com pada Jumat (23/8/2024).

prabowo
Prabowo Subianto (Foto: X @prabowo)

Hamid Awaluddin menyampaikan bahwa dirinya mendengar kabar tentang kemarahan Prabowo yang luar biasa pada Jumat pagi itu.

Bacaan Lainnya

“Saya dengar, pagi ini Pak Prabowo itu marah luar biasa karena tiba-tiba ada gerakan untuk merevisi UU Pilkada. Saya tidak tahu kebenarannya. Saya dengar,” ungkap Hamid dalam pernyataannya. Meski Hamid tidak dapat memastikan kebenaran kabar tersebut, dia yakin bahwa Prabowo memang benar-benar marah.

Menurut Hamid, indikasi kuat bahwa Prabowo marah terlihat dari tindakan Wakil Ketua DPR yang juga merupakan elite Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang tiba-tiba mengumumkan pembatalan pengesahan revisi UU Pilkada.

“Makanya Dasco sebagai orang Gerindra tiba-tiba balik badan kan, tiada hujan, tiada guntur, tiba-tiba balik (badan),” kata Hamid, menyoroti perubahan sikap yang mendadak tersebut.

Hamid juga menjelaskan bahwa jika benar Prabowo marah, hal itu bisa dipahami. Prabowo, yang akan dilantik menjadi Presiden dalam waktu kurang dari dua bulan, tentu tidak ingin kontroversi revisi UU Pilkada menjadi beban di awal masa jabatannya. “Ya dia tidak mau (revisi UU Pilkada) jadi beban ke depan,” ujar Hamid.

Selain itu, Hamid menambahkan bahwa jika revisi UU Pilkada tetap dipaksakan, protes masyarakat kemungkinan besar akan berlanjut hingga masa kepemimpinan Prabowo. Gelombang protes ini tidak hanya akan membebani pemerintahannya, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas politik secara keseluruhan.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk tidak mengesahkan revisi UU Pilkada setelah unjuk rasa besar-besaran terjadi di berbagai daerah, termasuk di depan Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis (22/8/2024). Proses revisi yang diadakan secara mendadak pada Rabu (21/8/2024), sehari setelah putusan MK, memicu kemarahan publik. Putusan MK tersebut akan mengurangi ambang batas pencalonan kepala daerah dan menghambat praktik politik dinasti, yang menjadi alasan utama di balik kemarahan masyarakat.

Revisi UU Pilkada sedianya disahkan dalam rapat paripurna pada Kamis pagi itu, namun rapat tersebut batal dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum. DPR kemudian menyatakan bahwa putusan MK akan berlaku dan menjadi rujukan dalam pencalonan pilkada karena revisi UU Pilkada tidak mungkin digelar sebelum pendaftaran calon kepala daerah. (teg/nas)

Pos terkait