Ramadhan Pertama Bakar Faki di Indonesia, Nostalgia Zanzibar dalam Semarak Ibadah

BAGI Bakar Faki, mahasiswa program magister Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), menjalani puasa Ramadhan pertamanya di Indonesia pada tahun 2025 ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

bakar faki

Berasal dari Zanzibar, sebuah wilayah semi-otonom di Tanzania yang dikenal sebagai kepulauan eksotis di Samudra Hindia, Bakar tiba di Indonesia dengan harapan besar untuk mendalami ilmu kesejahteraan sosial. Namun, ia tak menyangka bahwa bulan suci Ramadhan di negeri ini akan membawanya pada perjalanan emosional yang mengingatkan pada kampung halamannya.

Bacaan Lainnya

Zanzibar, yang secara politik merupakan bagian dari Tanzania, memiliki identitas budaya yang kaya, dipengaruhi oleh perpaduan tradisi Arab, India, dan Afrika. Pulau ini terkenal dengan rempah-rempahnya, pantai berpasir putih, dan kehidupan masyarakatnya yang hangat.

Di tengah suasana tropisnya, Ramadhan di Zanzibar selalu dirayakan dengan penuh semangat. Bakar menceritakan bahwa suasana tersebut ternyata tak jauh berbeda dengan yang ia temui di Indonesia.

“Saya sangat terkesan dengan Ramadhan di Indonesia. Semarak ibadah, kebersamaan saat berbuka, dan keramahan orang-orang di sini mengingatkan saya pada Zanzibar,” ujar Bakar dengan nada penuh nostalgia, yang sedang mengikuti kegiatan itikaf di Masjid Ummul Quraa Pondok Pesantren Hidayatullah Depok, Jawa Barat, Jum’at, 29 Ramadhan (28/3/2025).

Salah satu keunikan Ramadhan di Zanzibar yang juga ia jumpai di Indonesia adalah tradisi membangunkan warga untuk sahur. Di kampung halamannya, sekelompok orang akan berkeliling di malam hari, menabuh genderang atau menyanyikan lagu-lagu khas untuk mengingatkan tetangga agar bersiap menyantap hidangan sebelum fajar.

“Sama seperti di Indonesia, di Zanzibar ada juga orang berkeliling mengetuk pintu atau memukul kentongan untuk membangunkan sahur,” kenangnya. Tradisi ini, menurut Bakar, mencerminkan semangat kebersamaan yang menjadi ciri khas kedua masyarakat.

ramadan indonesia zanzibar

Momen berbuka puasa menjadi puncak pengalaman yang membekas di hati Bakar. Di Zanzibar, keluarga memiliki kebiasaan mengundang tetangga untuk berbuka bersama. Hidangan sederhana seperti kurma, sup, dan ikan segar dari laut menjadi sajian utama. “Kami tinggal di kepulauan, jadi ikan selalu ada di meja. Rasanya segar dan penuh kenangan,” tuturnya.

Ketika menyaksikan masjid-masjid dan rumah-rumah di Indonesia dipenuhi kegiatan buka puasa bersama, Bakar merasa terhubung kembali dengan akar budayanya. Ia bahkan mengaku jatuh cinta dengan hidangan ikan khas Indonesia.

Hubungan antara Indonesia dan Tanzania, termasuk Zanzibar, memiliki sejarah panjang yang memperkuat ikatan budaya ini. Sejak kemerdekaan Tanzania pada 1961, Indonesia telah menjalin kerja sama di berbagai bidang, termasuk pendidikan dan perdagangan. Hubungan antara Tanzania dan Indonesia memiliki sejarah panjang, melalui pondasi yang dibentuk sejak kepemimpinan Presiden Tanzania Julius Nyerere dan Presiden Soekarno.

Kini, banyak pelajar Tanzania, termasuk Bakar, memilih Indonesia sebagai tujuan studi, membawa serta budaya mereka yang ternyata memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia, terutama dalam menyambut Ramadhan.

“Sebenarnya saya mendapat pilihan beasiswa dua negara yaitu Rumania dan Indonesia, tapi saya pilih Indonesia,” kata Bakar yang fasih berbahasa Inggris dan cakap berlogat Indonesia ini.

Keunikan Ramadhan Dua Negara

Di Zanzibar, Ramadhan juga memiliki keunikan lain yang membedakannya. Selain tradisi sahur dan berbuka, masyarakat setempat sering mengadakan pembacaan Al-Qur’an di masjid-masjid tua yang berarsitektur khas Swahili. Lampu-lampu minyak menghiasi jalanan, menciptakan suasana magis di malam hari.

Bakar menyebutkan bahwa meski Indonesia memiliki cara tersendiri dalam merayakan Ramadhan—seperti tarawih berjamaah yang ramai dan pasar takjil yang meriah—esensi kebersamaan dan spiritualitasnya tetap serupa. “Di sini, saya melihat orang-orang berbondong-bondong ke masjid, sama seperti di Zanzibar. Itu membuat hati saya hangat,” ungkapnya.

Sebagai mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial, Bakar juga melihat Ramadhan dari perspektif akademik. Ia mengamati bagaimana bulan suci ini menjadi momentum untuk memperkuat solidaritas sosial di Indonesia, sesuatu yang selaras dengan studinya tentang kesejahteraan masyarakat.

bersama anak2

“Ramadhan mengajarkan kita untuk peduli pada orang lain, berbagi dengan yang membutuhkan. Ini sangat relevan dengan apa yang saya pelajari di FISIP UI,” tambahnya. Pengalaman ini, menurutnya, akan menjadi bekal berharga ketika ia kembali ke Zanzibar untuk berkontribusi bagi komunitasnya.

Bakar Faki meninggalkan kesan mendalam dalam pernyataannya. Baginya, Ramadhan di Indonesia adalah cermin dari apa yang ia rasakan di Zanzibar. Kebersamaan, kehangatan, dan rasa syukur menyatu dalam setiap suapan iftar dan senyum tetangga. “Ramadhan di Indonesia mantap,” katanya.

Bagi Bakar, Ramadhan adalah jembatan yang menghubungkan dua dunia—Indonesia dan Zanzibar—dalam harmoni budaya dan spiritualitas. Meski terpisah ribuan kilometer, nilai-nilai kemanusiaan dan keimanan dalam Ramadhan mampu menyatukan hati.

Dari tepi Samudra Hindia di Zanzibar hingga hiruk-pikuk Depok, Bakar menemukan rumah kedua yang tak hanya memberinya ilmu, tetapi juga kenangan abadi tentang bulan suci. (ybh/nas)

Pos terkait