POLITIK secara etimologi berasal dari bahasa Latin, politicos. Artinya jelas, sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota.
Tentu saja semua orang menghendaki politik membawa kebaikan, kemajuan, bahkan dalam nilai Islam mendatangkan keberkahan.
Tetapi mengapa kemudian politik menjadi satu kata yang sebagian pihak antipati dan yang lain merasa begitu menikmati?
Boleh jadi karena warga negara tidak memahami dengan baik apa itu politik. Sementara politisi melihat politik sebagai media mencapai apa yang menjadi pretensi pribadi dengan beragam intrik.
Akibatnya mereka yang menjadi pejabat memandang politik sebagai kesempatan menjadi kaya. Sedangkan rakyat kebanyakan memandang politik kotor dan harus dijauhi.
Terlebih kala belakangan jargon politik bukan agama, politik harus jauh dari masjid, bahkan politik jangan membawa identitas agama, semakin kuat upaya menjadikan politik benar-benar sebagai legitimasi intrik.
Tugas Kita
Berangkat dari pengertian perihal politik tugas kita sekarang adalah memahami bagaimana politisi, partai politik dan dinamika politik berlangsung.
Sekarang semua kepala yang menjadi warga negara Indonesia mesti berkebutuhan untuk memahami dinamika politik yang ada. Supaya politisi memahami bahwa rakyat bukan lagi entitas yang bisa dikelabui.
Mulai saja memahami politik dengan membaca sejarah politik di Indonesia. Apakah selama ini rakyat telah sejahtera, jika tidak, mengapa?
Termasuk kita harus memahami mengapa pemberitaan media dominan soal politik. Politik rakyat tak peduli, sebagian tidak suka, namun setiap detik berita politik memiliki daya tarik.
Lebih jauh catat, siapa menteri yang mengurusi urusan-urusan publik. Soal pendidikan misalnya, kenapa menterinya tidak perhatian kepada guru.
Internet sudah menjadi bagian hidup kita semua. Di sana asal mau teliti, tersedia banyak informasi dan data. Tugas kita adalah membudayakan untuk sadar membaca dan analisa.
Seperti kata Antony Black dalam bukunya “Pemikiran Politik Islam: dari Masa Nabi hingga Masa Kini” bahwa kita akan mengenali sebab segala fenomena dengan melakukan penelitian.
Dan, penelitian tidak lain adalah pengertian dari membaca secara umum. Jadi, tugas kita sekarang mari membaca, membaca dan membaca, terutama soal politik.
Perpu Cipta Kerja
Perpu Cipta Kerja menjadi contoh mutakhir bagaimana politis dalam hal ini presiden menjalankan tugas mengambil kebijakan (policy) di Indonesia.
Menurut laporan Majalah Tempo yang berjudul “Perpu Cipta Kerja dan Otoritarianisme Jokowi” bahwa maksud Pak Jokowi dengan kebijakan itu adalah agar resesi global pada 2023 tidak menghalangi kemajuan ekonomi Indonesia.
Apalagi ekonomi Indonesia pada 2023 masih sangat bergantung pada investasi dan ekspor.
“Ancaman-ancaman risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan saya mengeluarkan perpu,” ujar Jokowi di Istana seperti dilansir Majalah Tempo (1/1/2023).
Lalu mengapa kemudian Perpu Cipta Kerja itu mendapat reaksi penolakan dari akademisi, buruh dan publik secara umum?
Tentu karena ada mekanisme dan prosedur serta substansi tentang kebaikan bagi warga negara untuk hidup lebih baik. Pakar hukum tata negara, Arifin Zainal Mochtar bahkan memandang Perpu Cipta Kerja itu semakin jauh dari keterlibatan publik. Artinya policy ini mau kemana?
EDITORIAL NASIONAL.NEWS