Soal Larangan Jilbab untuk Paskibraka, Setara Institute Kritik BPIP Tidak Boleh Contohkan Politik Penyeragaman

JAKARTA – Setara Institute menolak kebijakan yang menyeragamkan pelepasan jilbab bagi Paskibraka dan Paskibra di berbagai daerah dalam rangka upacara peringatan proklamasi kemerdekaan atau upacara-upacara lainnya. Pada saat yang sama, Setara Institute juga menolak segala bentuk politik penyeragaman, termasuk pemaksaan penggunaan jilbab dalam berbagai konteks seperti di lembaga-lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah negeri, sebab hal itu merupakan bentuk politik penyeragaman yang bertentangan dengan kebinekaan Indonesia.

paskibraka

Kritik Setara Institute ini menyusul menguarnya polemik mengenai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang harus melepaskan jilbab dan ini menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Pelepasan jilbab ini disebut merupakan bagian dari Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.

Bacaan Lainnya

“Dalam pandangan Setara Institute, menggunakan jilbab atau tidak menggunakan jilbab sebagai ekspresi keyakinan merupakan hak dasar yang harus dilindungi dan dihormati oleh negara dan setiap orang,” terang Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan dalam keterangan persnya diterima media ini, Kamis (15/8/2024).

Halili menjelaskan, pandangan tersebut sebagaimana jaminan dalam UUD Negara RI Tahun 1945, terutama Pasal 29 Ayat (2) yang menegaskan bahwa Negara menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama dan keyakinan bagi siapapun.

Oleh karena itu, tegas dia, setiap upaya satu pihak kepada pihak lain untuk menanggalkan keyakinan, baik dengan paksaan maupun dengan pengkondisian tanpa paksaan, merupakan tindakan intoleran dan diskriminatif yang bertentangan dengan UUD, terutama pasal 29 Ayat (2) tersebut dan juga pasal 28I Ayat (2) dan (4).

Dalam konteks polemik jilbab bagi anggota Paskibraka, Halili menjelaskan, bila dicermati ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, memang tidak ada pemaksaan kepada seorang anggota Paskibraka (putri) untuk melepas jilbab.

Tapi, jelasnya, terdapat standar pakaian atau seragam yang dicontohkan secara visual di dalamnya, dimana anggota Paskibraka putri tidak berjilbab. “Hal itu merupakan bentuk penyeragaman yang tidak mengakomodasi kebinekaan dalam keyakinan mengenai penggunaan jilbab,” katanya.

BPIP Mestinya Jadi Teladan

Lebih jauh Setara Institute memandang BPIP seharusnya menjadi teladan bagi penghargaan dan penghormatan atas keberagaman keyakinan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa Indonesia dengan mengakomodasi keyakinan anggota Paskibraka, termasuk yang berkenaan dengan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka putri.

“Sebagai lembaga yang berwenang melakukan pembinaan ideologi negara, BPIP tidak boleh mencontohkan politik penyeragaman,” tegas Halili.

Alih alih memaksa penyeragaman, BPIP menurut Halili harus mengakomodasi hak dasar dan aspirasi anggota paskibraka putri untuk menggunakan jilbab yg sama sekali tidak menghambat tugas mereka sebagai pengibar bendera dalam Upacara Bendera 17 Agustus mendatang.

“Apalagi kalau kita cek regulasi sebelumnya, Paskibraka saat masih berada di bawah kewenangan Kementerian Pemudan dan Olahraga, anggota paskibraka putri diperbolehkan berjilbab,” terangnya.

Karena itu, pihaknya mendesak Pemerintah, khususnya BPIP, untuk segera menyelaraskan aturan mengenai Paskibraka, khususnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022, Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024, agar lebih sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI tahun 1945 serta semboyan negara Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika”.

Sebelumnya, BPIP mengeluarkan kebijakan yang dianggap menyeragamkan pelepasan jilbab bagi Paskibraka dan Paskibra di berbagai daerah dalam rangka upacara peringatan proklamasi kemerdekaan. Namun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Siaran Pers menyampaikan bahwa tidak ada paksaan kepada anggota Paskribraka.

Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, menegaskan bahwa sejak awal, Paskibraka telah dirancang seragam beserta atributnya yang memiliki makna Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan berlindung di balik peraturan perundang-undangan dan regulasi yang ada, yaitu Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, Kepala BPIP mengklaim bahwa pelepasan jilbab dilakukan secara sukarela melalui penandatanganan surat pernyataan bermaterai. (ard/nas)

Pos terkait