LANGIT politik Indonesia sedang menggantung awan kelabu menjelang hingga pasca perhelatan akbar Pemilu 2024. Di tengah hiruk pikuk kampanye dan perebutan kursi kekuasaan, bayang-bayang demonstrasi besar-besaran membayangi stabilitas nasional.
Seperti dilansir laman Kompas.com, isu ini mencuat ke permukaan setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto mengonfirmasi adanya deteksi potensi unjuk rasa pasca pemungutan suara.
Meskipun Hadi Tjahjanto meyakinkan publik bahwa skala demonstrasi yang terdeteksi masih tergolong kecil, kewaspadaan tak boleh lengah. Ibarat bara di bawah tumpukan jerami, situasi ini bagaikan bom waktu yang siap meledak jika tak dijinakkan dengan tepat.
Massa yang Gelisah
Pemerintah tak tinggal diam. Berbagai langkah antisipasi telah digulirkan untuk meredam gejolak massa. Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa aparat kepolisian dan TNI telah disiagakan untuk mencegah eskalasi demonstrasi.
Tak hanya itu, intelijen dari Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) pun dikerahkan untuk memantau perkembangan situasi.
Langkah-langkah ini mencerminkan kekhawatiran pemerintah terhadap potensi unjuk rasa yang meluas. Kita tahu, demonstrasi besar-besaran pasca pemilu bukan fenomena baru di Indonesia.
Gejolak serupa pernah terjadi pada Pemilu 2019, meninggalkan trauma dan kekacauan yang masih membekas hingga saat ini. Karena itu, kita perlu duduk bersama menemukan akar persoalan gejala ini dan menyelesaikannya.
Faktor Pendorong
Berbagai faktor dapat memicu demonstrasi pasca pemilu. Kekecewaan terhadap hasil pemilu, dugaan kecurangan, dan rasa ketidakadilan menjadi beberapa motif yang kerap memicu aksi massa.
Di tengah hiruk pikuk kampanye dan pertarungan politik, tak jarang muncul narasi provokatif dan ujaran kebencian yang memanaskan suasana.
Kondisi ini diperparah dengan mudahnya penyebaran informasi bohong dan misinformasi melalui media sosial. Hal ini dapat memicu kegaduhan dan memicu demonstrasi yang tak terkendali.
Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengedepankan strategi pencegahan yang komprehensif untuk meminimalisir potensi demonstrasi. Dialog dan komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk para kandidat presiden dan partai politik, menjadi kunci utama.
Disamping itu, penting untuk membangun narasi yang menyejukkan dan mendorong toleransi di tengah perbedaan pendapat.
Di sisi lain, aparat keamanan perlu bersiaga dengan strategi penanganan demonstrasi yang tepat. Pendekatan persuasif dan proporsional harus diutamakan untuk menghindari bentrok dan jatuhnya korban.
Tanggung Jawab Bersama
Menjaga stabilitas nasional pasca pemilu adalah tanggung jawab bersama. Seluruh elemen bangsa, baik pemerintah, aparat keamanan, maupun masyarakat sipil, harus bersatu padu untuk mencegah terjadinya demonstrasi besar-besaran.
Kita perlu belajar dari pengalaman pahit di masa lalu dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Mari kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa demi terciptanya Indonesia yang damai dan kondusif.
Tentu saja pemerintah perlu mengambil langkah langkah preventif yang konfrehensif dalam mengatasi potensi aksi, namun di sisi lain tidak boleh abai pada hak publik untuk berbicara dan menyuarakan pendapat.
Setajam apapun perbedaan pendapat yang mengemuka di ruang publik kita, pemerintah hanya perlu menunjukkan bahwa ia berempati pada semua pendapat itu. Seraya dengan itu ada langkah yang terukur, imparsial, dan manusiawi agar berbagai gejala negatif yang muncul dapat diantisipasi dengan bijak.[]
EDITORIAL NASIONALNEWS