Taylor’s University Dorong Transformasi Bisnis Keluarga Malaysia Lewat AYE 2025

NN Newsroom

Rabu, 1 Oktober 2025

Delegasi Universitas Taylor setelah lokakarya di Universitas Thammasat, yang dipandu oleh UNESCO, di mana mereka mengeksplorasi tema refleksi diri, empati, dan praktik kepemimpinan inklusif selama AYE 2025 (Foto: Dok. Kirtana untuk Nasional.news)

NASIONAL.NEWS — Di tengah era yang ditandai oleh krisis iklim, ketidaksetaraan sosial, dan disrupsi ekonomi, generasi muda Asia Tenggara dihadapkan pada pertanyaan mendasar bukan lagi apakah mereka siap memimpin, melainkan bagaimana mereka akan meneruskan warisan kepemimpinan yang telah dipercayakan kepada mereka.

Pertanyaan inilah yang menjadi inti pembahasan pada ASEAN Youth Exchange (AYE) 2025 yang digelar di Bangkok, dengan delegasi dari Taylor’s University berfokus pada bagaimana nilai keluarga, keberlanjutan, dan identitas budaya membentuk model kepemimpinan baru bagi kawasan.

Bagi Malaysia, yang memiliki ekosistem bisnis keluarga yang kuat, pembelajaran ini sangat relevan. Selama ini, bisnis keluarga telah menjadi tulang punggung pembangunan nasional.

Namun, tantangan baru menuntut proses suksesi yang lebih dari sekadar alih kepemilikan. Kepemimpinan generasi berikutnya dimaknai sebagai tanggung jawab untuk menjaga tujuan, manusia, dan planet secara bersamaan.

Dalam sesi pembahasan di United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP), para delegasi diingatkan bahwa dunia masih jauh dari pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Malaysia sendiri telah menyelaraskan Rencana Malaysia Kedua Belas dan Ketiga Belas dengan agenda global tersebut. Oleh karena itu, seruan untuk memperkuat peran pemimpin muda, khususnya penerus bisnis keluarga, menjadi semakin mendesak.

“Pesan yang kami bawa dari ASEAN Youth Exchange 2025 adalah bahwa warisan keluarga tidak boleh statis. Ia harus berkembang seiring tujuan yang lebih luas—tidak hanya tentang keuntungan, tetapi juga tentang keberlanjutan, martabat, dan komunitas,” ujar Kirtana Dharmananda, Communications Taylor’s University Lakeside Campus.

Leave No One Behind

Prinsip inklusivitas yang diusung PBB dengan semboyan “leave no one behind” menemukan relevansinya dalam bisnis keluarga yang berdaya tahan.

Para delegasi melihat bagaimana inovasi sosial, mulai dari pengolahan limbah makanan menjadi produk bernilai hingga pengembangan platform kesehatan mental digital, menjadi pendorong utama model bisnis keluarga yang berorientasi dampak.

Hal ini selaras dengan semangat kerangka kerja Malaysia Social Enterprise Accreditation (SE.A), yang mendorong tumbuhnya wirausaha sosial berbasis keluarga.

Dalam perspektif regional, lanskap bisnis di Thailand memberikan gambaran nyata bagaimana perusahaan keluarga mampu memadukan tradisi dan inovasi.

Perusahaan keluarga Thailand terbukti berhasil mengembangkan energi surya, sistem daur ulang plastik, dan inisiatif ramah lingkungan lainnya tanpa meninggalkan nilai-nilai generasional.

Model ini menjadi cermin yang relevan bagi Malaysia, mengingat kontribusi signifikan bisnis keluarga terhadap Produk Domestik Bruto nasional.

Narasi yang muncul jelas, bahwa tradisi dan transformasi bukanlah dua hal yang saling bertentangan, tetapi saling menguatkan.

Bagi generasi muda Malaysia yang berasal dari latar belakang bisnis keluarga, hal ini merupakan undangan untuk tidak sekadar mewarisi, melainkan berinovasi. Dengan menjadikan nilai keluarga sebagai jangkar, generasi penerus mampu memperkuat daya saing sekaligus menjaga visi para pendiri.

Identitas Bukan Penghalang Kemajuan

Selain itu, dimensi budaya turut memperkaya proses pembelajaran. Melalui kunjungan ke situs-situs warisan budaya Thailand, para delegasi menegaskan keyakinan bahwa identitas budaya bukan penghalang kemajuan, tetapi fondasinya.

Bagi Malaysia yang multikultural, pelajaran ini menjadi sangat bermakna. Dari kerajinan tradisional hingga festival komunitas, budaya bukan hanya faktor pemersatu sosial, melainkan juga peluang kewirausahaan.

Dalam konteks bisnis keluarga, warisan budaya diwariskan tidak hanya melalui cerita, resep, atau ritual, tetapi juga dalam bentuk kewajiban menjaga nilai-nilai integritas dan keberlanjutan.

Nilai utama dari partisipasi pada ASEAN Youth Exchange 2025 terletak pada tindak lanjutnya. Para delegasi tidak hanya kembali dengan pengetahuan, tetapi juga dengan rasa tanggung jawab lintas generasi.

Apakah melalui pendirian usaha ramah lingkungan, revitalisasi bisnis tradisional, atau keterlibatan dalam forum kebijakan nasional, tolok ukur kepemimpinan mereka ditentukan oleh sejauh mana mereka mampu menerjemahkan warisan menjadi aksi nyata.

Taylor’s Centre for Family Business (TCFB), sebagai mitra kolaborasi ASEAN Youth Exchange 2025 yang diselenggarakan ASEAN Youth Organisation, menegaskan komitmennya untuk mengasuh kepemimpinan generasi muda.

Melalui lensa keberlanjutan, inovasi, dan kesinambungan budaya, jelas Kirtana Dharmananda, TCFB memastikan bahwa bisnis keluarga Malaysia tidak hanya bertahan, tetapi juga memimpin di tengah tantangan global.

“Generasi penerus tidak hanya mewarisi aset, mereka mewarisi tanggung jawab. Dengan nilai keluarga sebagai fondasi dan inovasi sebagai arah, mereka dapat memastikan bisnis keluarga Malaysia terus memberi arti bagi masyarakat dan dunia,” kata Kirtana dalam keterangannya kepada Nasional.news, Selasa (30/9/2025).

Dengan demikian, AYE 2025 tidak hanya menjadi forum pertukaran gagasan, tetapi juga momentum penting untuk mengartikulasikan peran generasi muda dalam membentuk kepemimpinan Asia Tenggara yang berakar pada warisan, berorientasi pada inovasi, dan berpihak pada keberlanjutan.

TERKAIT LAINNYA