Tiga Jurus Menjadi Wanita Inspiratif dari Tatiek Kancaniati Karimah

PADA sebuah petang yang hangat di bulan Ramadan, tepatnya Kamis, 20 Maret 2025, Lembaga Amil Zakat Nasional Baitulmaal Hidayatullah (Laznas BMH) menggelar acara silaturahmi dan buka puasa bersama para Guru Rumah Qur’an Hidayatullah di Duren Sawit, Jakarta Timur.

tatik kancaniati

Dalam suasana yang penuh kebersamaan, sebanyak 50 guru, yang mayoritas adalah kaum wanita—ibu-ibu penuh dedikasi—berkumpul dengan satu semangat: mengusung tema “Wanita Inspiratif Majukan Anak Bangsa.”

Bacaan Lainnya

Di tengah aroma hidangan berbuka dan alunan doa, hadir seorang narasumber yang tak asing dalam dunia sosial kemanusiaan, Tatiek Kancaniati Karimah, Kepala Divisi Penguatan Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI. Ia datang bukan hanya untuk berbagi kata, tetapi juga jiwa—sebuah perjalanan hidup yang penuh liku, namun terang oleh keyakinan akan kebaikan.

Ada sesuatu yang mengharukan sekaligus menggugah dalam kisah Tatiek. Ia bukan sekadar seorang pekerja sosial; ia adalah bukti hidup bahwa kepekaan terhadap penderitaan orang lain dapat melahirkan perubahan besar.

Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT), sebuah komunitas pemberdayaan masyarakat desa yang ia dirikan, lahir dari kegelisahan mendalam. Bayangkan sebuah desa tertinggal, di mana kemiskinan merajalela, pengangguran menjadi bayang-bayang sehari-hari, dan pernikahan dini menjerat generasi muda dalam lingkaran keputusasaan.

Tatiek tidak hanya melihat; ia merasakan. Dalam kerisauannya, ia memulai riset, mencari akar masalah, dan merancang solusi. Baginya, jika kita ingin mengubah dunia, kita harus memahaminya terlebih dahulu.

Namun, perjalanan membangun KWBT antara 2010 hingga 2013 bukanlah dongeng indah. Ada air mata, ada ketakutan, ada pengorbanan. Dua kendaraan motor hilang, intimidasi dari oknum tak bertanggung jawab, fitnah yang menusuk hati, hingga pembubaran kegiatan—semua itu ia hadapi bersama keluarga.

Siapa yang tak goyah menghadapi gelombang ujian seberat itu? Namun, Tatiek bertahan. Keyakinannya pada pertolongan Allah menjadi pijakan kokoh, dan dari situlah ia terus melangkah, membuktikan bahwa kebaikan tidak pernah kalah, meski harus melalui lorong gelap.

Di hadapan para guru Rumah Qur’an, Tatiek berbagi tiga “jurus” untuk menjadi wanita inspiratif—bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi masyarakat luas. Pertama, memetakan kelebihan diri. Betapa sering kita terjebak dalam perbandingan, mencari kelebihan orang lain sambil menggali kesalahan mereka, namun lupa bahwa di dalam diri kita tersimpan potensi luar biasa. Kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik, ilmu agama, atau bahkan penguasaan bahasa Arab adalah modal besar. Para guru yang hadir tersenyum, seolah diingatkan bahwa Rumah Qur’an mereka adalah bukti nyata bagaimana kelebihan sederhana dapat mengubah hidup banyak orang.

Kedua, menuliskan cita-cita. Tatiek menegaskan bahwa menulis mimpi bukan sekadar catatan, melainkan doa yang hidup, sebuah komitmen batin yang terus mendorong langkah. Ia bercerita bagaimana ia pernah mengumpulkan data masjid-masjid di seluruh dunia yang ingin dikunjunginya.

Dengan izin Allah, hampir 40% dari daftar itu terwujud—tanpa biaya pribadi, sebuah keajaiban yang lahir dari ketekunan dan keyakinan. “Tulisan itu adalah cermin jiwa,” katanya, “dan doa adalah jembatan menuju takdir yang lebih baik.” Para guru tampak tertegun, seolah diajak untuk bermimpi lebih besar—mungkin tentang Rumah Tahfidz atau pondok pesantren yang akan mereka bangun suatu hari nanti.

Ketiga, skill up atau terus mengembangkan potensi. Tatiek menekankan bahwa kemampuan yang dimiliki hari ini harus diasah, dan keterampilan baru harus dipelajari. “Jangan pernah berhenti tumbuh,” tegasnya.

WhatsApp Image 2025 03 23 at 08.37.14 1

Dalam dunia yang terus berubah, stagnasi adalah musuh terbesar. Ia mengajak para guru untuk tidak hanya menjadi penutur ayat-ayat suci, tetapi juga menjadi agen perubahan yang adaptif dan inovatif, memperkaya diri demi memberikan dampak lebih luas.

Di penghujung sesi, Tatiek menutup dengan kalimat yang menggetarkan: “Hubungan baik dengan Allah adalah akar dari segalanya. Dari situ lahir hubungan baik dengan manusia, dan dari hubungan baik itulah jalan kemudahan akan terbuka.”

Ada hening sejenak di ruangan itu, seolah setiap hati yang hadir merenung. Ia mengutip Al-Qur’an, Surah Al-Insyirah ayat 6, “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,” sebagai pengingat bahwa setiap perjuangan, sekecil apa pun, memiliki makna dalam rencana Ilahi.

Malam itu, di bawah langit Ramadan yang penuh rahmat, para guru Rumah Qur’an pulang dengan membawa lebih dari sekadar bingkisan. Mereka membawa pulang semangat, inspirasi, dan sebuah pelajaran berharga: bahwa menjadi wanita inspiratif bukanlah soal gelar atau kekayaan, tetapi tentang keberanian untuk memetakan diri, menuliskan mimpi, dan terus bertumbuh—semua demi kebaikan yang lebih besar.

*) Adam Sukiman, penulis koordinator Rumah Qur’an (RQ) Hidayatullah Jakarta

Pos terkait