JAKARTA – Pemuda Hidayatullah bersama Laznas BMH menggelar webinar nasional bertajuk “Bergerak Maju Kobarkan Api Kepahlawanan” dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional disiarkan secara langsung kanal BMHtv dan Nasionalnews yang digelar pada Rabu, 15 Rabiul Akhir 1444 (9/11/2022).
Webinar ini menghadirkan 3 orang narasumber yaitu Sekretaris Jenderal PP Pemuda Hidayatullah Mazlis B. Mustafa, penulis yang juga pendiri Rumah Sejarah Indonesia Tamadun Hadi Nur Ramadhan, dan Direktur Eksekutif Badan Koordinasi Nasional (BAKORNAS) Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI) Pengurus Besar (PB) HMI Asran Siara.
Acara ini juga dihadiri oleh sejumlah dosen, akademisi, dan pemerhati bangsa serta menghadirkan Kepala Humas Laznas BMH Imam Nawawi.
Sebagai keynote speaker, sambutan pengantar Imam Nawawi mengawali pembahasan topik ini dengan memberikan penggambaran yang komprehensif berkenaan realitas faktual terkini dengan spirit kepahlawanan.
Imam mengelaborasi dua sisi penting, yakni kaum muda dan gerakan zakat, infak dan sedekah yang harus menjadi satu-kesatuan untuk mengobarkan api kepahlawanan kini dan masa depan.
Dalam pada itu, mengutarakan beberapa fakta penting yang kini sedang melanda dunia. Mulai dari resesi ekonomi yang mengguncang dunia termasuk Indonesia. Yang itu meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia bahkan Amerika dan Eropa.
“Artinya, ada tantangan besar dalam pemberdayaan dan Laznas BMH sangat berkepentingan bagaimana anak anak muda bangsa punya talenta pemberdayaan yang kuat secara ekonomi,” katanya.
Dia juga menarik tema ini kepada masalah kedaulatan NKRI dan bagaimana merawatnya dengan energi kepahlawanan.
Menurutnya, jangan sampai kaum muda lengah, kemudian teritori Indonesia jadi lokasi untuk pertempuran terjadi, baik dari dimensi ideologi apalagi sampai militer.
Di sisi lain, terang Imam, diperlukan adanya kesiapan untuk menjawab semua tantangan itu. Dan, menurutnya, gerakan zakat, infak dan sedekah, termasuk instrumen penting untuk dimaksimalkan menjawab permasalahan yang ada.
“Oleh sebab itu, ini sangat butuh elaborasi dan kolaborasi dengan kalangan yang masih aktif di dalam perkuliahan, di kampus kampus, atau mereka yang bergerak sebagai aktifis,” imbuhnya.
Dia berharap dari kegiatan ini dapat semakin membangun kekuatan gerakan dan pemikiran yang lebih progresif dan kolaboratif, sehingga dengan itu kelompok muda dapat terus berkontribusi dalam menjawab permasalahan dengan sebaik baiknya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PP Pemuda Hidayatullah Mazlis B. Mustafa menerangkan bahwa api perjuangan kala 10 November 1945 tidak mungkin membara dan membakar tanpa injeksi sebuah semangat dalam lafadz “Allahu Akbar” sebagaimana pidato menggelegar yang disampaikan Bung Tomo.
Anak muda kelahiran Kunak, Malaysia, ini menekankan bahwa sejatinya pahlawan ada pada semua level kehidupan dengan segala aspeknya dalam setiap kiprahnya dalam kebaikan. Oleh sebab itu, ada yang disebut sebagai pahlawan daerah, pahlawan lingkungan, dan juga pahlawan nasional.
Masalahnya sekarang, terang Mazlis, adalah bagaimana lahirnya sumber daya pahlawan pahlawan yang akan lahir berikutnya sebagai pengisi kemerdekaan. “Ini PR pemuda,” kata Mazlis seraya menambahkan pahlawan masa depan adalah yang berkontribusi dalam setiap bidangnya.
Dengan peranan pemuda hari ini, diharapkan pada 100 tahun atau satu abad usianya, Indonesia mampu mencapai visi Indonesia Emas yang adidaya, maju, dan berpengaruh.
Pun demikian, Mazlis mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi untuk menuju Indonesia sebagai pemain global pada 2030 tidaklah sederhana. Terlebih generasi muda akan menjadi generasi paling dominan dalam tubuh bangsa Indonesia saat itu.
Ia menyebutkan diantaranya tantangan itu adalah pengentasan kemiskinan dan ancaman resesi. Oleh sebab itu, menurut Mazlis, generasi muda hari ini menjadi ujung tombak dalam menghadapi berbagai perubahan di masa medatang tersebut.
“Hari ini adalah milikmu, maka buatlah yang terbaik untuk diri, lingkungan, dan orang orang yang kau cintai. Hari kemarin tak akan kembali dan hari yang akan datang belum tentu kita dapatkan,” pesannya.
“Generasi muda jangan jadi generasi rebahan tapi jadilah generasi yang membawa perubahan. Jangan jadi gelembung yang terbawa ombak tapi jadilah gelombang yang membawa perubahan,” tandasnya.
Islam dan Indonesia
Hasil riset peneliti dari Jepang, fakta sejarah menunjukkan bahwa Syarikat Islam adalah organisasi yang secara langsung mendobrak kejumudan, merajut persatuan dan kesadaran untuk menjadi bangsa yang merdeka.
Oleh karena itu pendiri Rumah Sejarah Indonesia Tamadun Hadi Nur Ramadhan mendorong kaum muda sadar bahwa Indonesia tidak bisa dipisahkan dari Islam. Pun demikian, Islam tidak bisa dipertentangkan dengan Indonesia.
“Narasi Islam dan Indonesia ini sudah mulai hilang. Bagi saya, Indonesia itu Islam dan Islam itu ya Indonesia,” kata Hadi.
Hadi menukil ungkapan Buya Hamka yang juga dikenal sebagai ulama dan pahlawan nasional, yang mengatakan bahwa tidak perlu ada Islam Indonesia dan tidak perlu juga ada Indonesia Islam.
Hadi menegaskan, orang Indonesia yang baik tentu akan secara otomatis memperjuangkan Islam karena spirit perjuangan bangsa Indonesia dibangun oleh nasionalisme dan nasionalisme itu dibangun dari relijiusitas atau semangat agama.
“Itulah yang kemudian dibangun oleh para pendiri bangsa dimana mereka sangat menghayati betul bagaimana negara ini tidak bisa dilepaskan dari dari spirit agama,” tegas Hadi.
Pada konklusi sajiannya, Hadi Nur menekankan pentingnya memahami sejarah tak terkecuali berkenaan dengan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Menurut Hadi, kita tidak akan pernah menjadi orang besar jika selama hidup tidak pernah membaca sejarah orang orang besar.
“Maka untuk menjadi orang besar bacalah riwayat orang orang besar. Dengan membaca dan mempelajari sejarah, itulah salah satu cara untuk menjadi “otaknya” Indonesia dan menjadi pelanjut republik ini,” imbuhnya.
“Ingatlah pesan Kiai Haji Agus Salim, jadilah raja di negeri sendiri. Pemuda yang tidak punya cita cita laksana hidup seperti zombie. Hidup tapi tidak hidup,” tandas penggerak inisasi Melancong Sejarah ini.
Gerakan pendidikan
Lantas bagaimana cara kita mengobarkan kembali api kepahlawanan itu? Direktur Eksekutif Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam PB HMI Asran Siara memberikan solusi penting melalui upaya membangun kembali kemajuan pendidikan Indonesia.
Mengutip riset terbaru, Asran mengungkapkan posisi Indonesia di bidang pendidikan belum cukup membanggakan bahkan untuk di kawasan Asia, padahal bidang ini menurutnya amatlah mendasar.
Asran menegaskan, sebuah bangsa tidak mungkin maju hanya karena kekuatan ekonomi, politik dan militer semata. Tetapi juga pendidikan. Oleh karena itu ia mendorong kaum muda sadar ilmu, terus berlatih kepemimpinan dengan aktif dalam organisasi.
Dia menyebutkan beberapa hal yang musti menjadi modal generasi muda dalam menghadapi tantangan di abad 21 sekarang ini, yaitu, diantaranya adalah kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah, kemampuan komunikasi dan bekerjasama, dan kemampuan belajar kontekstual.
“Perlu kita sadari bahwa sudah saatnya Indonesia sejajajar dengan negara negara maju lainnya di berbagai sektor. Hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Atas izin Allah dan dengan didodorong oleh keinginan luhur, haqqul yaqin, semua bisa capai,” katanya.
Asran juga menyoroti isu bonus demografi, yang menurutnya, jika tak dikelola dengan baik dengan bekal softskill yang memadai maka malah bisa menjadi beban pembangunan. Disisi lain kemajuan teknologi harus dijiwai oleh kesadaran akan pentingnya setiap diri aktif dalam gerakan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Momentum Hari Pahlawan kita sebagai generasi muda harus menyadari bahwa hidup ini adalah perjalanan panjang dalam waktu yang sempit. Maka isilah dengan perjuangan yang membanggakan, tidak peduli seberapa kerasnya rintangan yang harus dilewati. Lakukan yang terbaik apapun yang bisa kita lakukan baik untuk diri sendiri, agama, keluarga, dan bangsa,” tandas Asran.
Pada akhirnya, Hari Pahlawan, harusnya menjadi momentum penting kita semua untuk sejenak dialog, merenung dan menyiapkan langkah konkret menjawab masalah dan tantangan yang membentang.
“Jika Allah menghadirkan kita hidup pada masa ini, maka tentu Allah menanti apakah ktia mau menjawab itu semua. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan kekuatan,” kata Imam dalam catatannya.*/Yacong B. Halike