“Sesungguhnya Allah mencintai siapa pun yang apabila melakukan pekerjaan, ia menyempurnakannya (secara ihsan).” — (HR. Al-Baihaqi)
Saya pernah disapa seorang ibu nasabah (anggota) di salah satu cabang KSPPS Baitut Tamwil Hidayatullah (BTH). Wajahnya lelah, tapi matanya jernih. Dengan suara pelan, ia berkata, “Pak, bukan cuma karena mudahnya pinjam di sini. Tapi karena pelayanan nya menenangkan.”
Kalimat itu menghentak saya. Sebab dalam dunia koperasi keuangan mikro, kita terlalu sibuk bicara soal kecepatan layanan, SOP, dan target pencairan. Tapi sering lupa: melayani bukan sekadar urusan operasional, melainkan bagian dari adab dan ruh dakwah.
Melayani dengan Ruh, Bukan Sekadar Rute
Pada Sabtu, 28 Juni 2025, KSPPS BTH menyelenggarakan In House Training bertajuk Service Excellent.
Diselenggarakan secara daring melalui Zoom, pelatihan ini menjadi bagian dari jihad sunyi untuk meneguhkan kembali esensi pelayanan sebagai ibadah. Bukan sekadar agenda peningkatan kapasitas, tapi juga reformasi nurani.
Dua narasumber inspiratif hadir. Pertama, Adhy Suryadi, SP., MM., Founder ItQan Group dan Ketua GAKOPSYAH BMT Jawa Barat. Kedua, Setiyadi Nuryatin, praktisi perbankan syariah dengan pengalaman lebih dari 15 tahun.
“Pelayanan yang baik bukan hanya membuat nasabah loyal. Tapi membuat lembaga dipercaya oleh langit,” ujar Adhy membuka pelatihan.
Materi yang disampaikan mencakup kuadran service & tipe perilaku pelanggan, peran customer service person (CSP) dalam syariah, etika pelayanan dan penampilan Islami, dan dampak sosial dari buruknya layanan
Semua ini mengarah pada satu fondasi penting: trust. Dalam dunia keuangan mikro syariah, kepercayaan bukan sekadar nilai abstrak, melainkan landasan kokoh.
Riset menunjukkan bahwa 60–70% nasabah koperasi syariah bertahan bukan karena produknya, tapi karena kenyamanan hati dan akhlak pelayanan yang mereka terima.
Pelayanan sebagai Jalan Keadilan Sosial
Pelayanan yang baik bukan hanya tentang efisiensi, melainkan tentang akses yang setara.
Laporan Bank Dunia (2024) menegaskan bahwa inklusi keuangan sangat bergantung pada kualitas pelayanan, khususnya bagi kelompok marginal seperti perempuan dan pelaku UMKM mikro.
“Ketika pelayanan buruk, yang pertama terdampak adalah rakyat kecil. Mereka kapok datang kembali. Maka ketimpangan keuangan bukan hanya soal regulasi, tapi soal akhlak kita dalam melayani,” ujar Setiyadi Nuryatin.
Senada dengan itu, laporan OECD (2023) menunjukkan bahwa 86% pelaku usaha mikro memilih lembaga dengan pelayanan sopan dan solutif, bahkan ketika belum digital sepenuhnya.
Ini menjadi penegas bahwa pelayanan yang beradab adalah pintu keadilan ekonomi. Ia memberikan jalan bagi masyarakat kecil untuk tumbuh, baik secara finansial maupun spiritual.
Reformasi Nurani Melalui Pelatihan
Pelatihan ini merupakan bagian dari reformasi kultural SDI (Sumber Daya Insani) di KSPPS BTH. Ia mengikat simpul antara syariah operasional dan adab pelayanan.
Dalam pelatihan, dikemukana tiga prinsip utama yang perlu dibangun dalam reformasi kultural SDI di KSPPS BTH yaitu pelayanan berbasis adab dan empati, standar layanan terukur, ramah digital, tapi tetap manusiawi, dan pelayanan sebagai ibadah dan ladang amal.
Menurut riset McKinsey (2023), lembaga dengan kultur pelayanan unggul memiliki retensi pelanggan 30% lebih tinggi dan kepercayaan publik 60% lebih stabil—bahkan di masa krisis.
KSPPS BTH tengah membangun semangat bahwa melayani bukan pekerjaan administratif semata, tapi panggilan moral. Menyapa bukan sekadar formalitas, melainkan cara memberi rasa dihargai.
Menjadikan Pelayanan Sebagai Dakwah
Bagi penulis, pelatihan ini adalah bagian dari desain besar pembentukan SDI yang tidak hanya cekatan, tetapi juga bercahaya.
Pelayanan yang ikhlas adalah bentuk dakwah paling nyata. Sebab lembaga keuangan bukan hanya tentang angka dalam neraca, tapi juga tentang kepercayaan dari manusia dan langit.
SDI KSPPS BTH diarahkan menjadi pribadi yang bukan hanya ahli sistem, tetapi juga mampu menyentuh nurani. SOP disandingkan dengan SOPAN: Senyum, Optimis, Peduli, Amanah, dan Nurani. Sistem dibangun bersama senyuman; efisiensi dirangkai dengan empati.
Sebab keuangan syariah tidak cukup hanya halal. Ia harus menenangkan.
Suluh Ruh Pelayanan
Melayani itu seperti shalat. Bisa saja cepat dan sesuai rukun, tapi jika tanpa khusyuk, kosong nilainya. Begitu pula pelayanan: bukan hanya soal “cepat selesai”, tetapi “menghadirkan kelegaan”.
Pada akhirnya, yang membuat anggota koperasi bertahan bukan margin keuntungan semata, tapi rasa dihormati dan ditenangkan. Negara bisa kuat karena militernya. Tapi lembaga keuangan hanya kokoh jika pelayannya dipercaya.
Semoga pelatihan ini menjadi suluh. Menyalakan ruh pelayanan yang tidak hanya profesional, tetapi juga spiritual.[]
*) Abdul Chadjib Halik, penulis Sekretaris Pengurus KSPPS BTH