Badai PHK Mengamuk, Siapa yang Harus Bertindak?

pekerja

DUA bulan pertama 2025 menjadi awal tahun yang pahit bagi ribuan pekerja di Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 18.610 orang kehilangan pekerjaan, sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut angka lebih tinggi, ada 40 ribu korban PHK hingga April 2025.

Di tengah data yang terus melonjak, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara juga melaporkan 23 ribu anggotanya terkena imbas. Pertanyaannya kini, apakah kita masih bisa menganggap ini sekadar “awan mendung”, bukan badai?

Realita Pahit yang Tak Bisa Diabaikan

Gelombang PHK bukan isapan jempol. Laporan Tempo edisi 2 Mei 2025 menggambarkan situasi yang semakin mengkhawatirkan.

Banyak perusahaan besar dan kecil terpaksa merumahkan karyawan karena tekanan ekonomi global, otomatisasi, hingga restrukturisasi bisnis. Dampaknya tak hanya finansial, tapi juga psikologis—kepercayaan diri dan harapan masa depan tergerus.

Kaum muda, yang seharusnya menjadi garda depan pembangunan, justru terancam menjadi generasi “cadangan”.

Jika tidak disikapi dengan matang, gelombang ini bisa memicu krisis multidimensi: kemiskinan, ketimpangan, hingga radikalisme.

Pemerintah, Ormas Islam, dan LAZ Saatnya Bergerak Bersama

Pemerintah tak bisa diam. Kebijakan proteksi tenaga kerja lokal, insentif bagi perusahaan yang menahan PHK, hingga program reskilling harus dipercepat.

Namun, peran ormas Islam dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) juga vital. Mereka bisa menjadi jaring pengaman sosial melalui pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan, atau distribusi zakat secara tepat sasaran.

Bayangkan jika LAZ mengalokasikan sebagian dana zakat untuk pelatihan digitalisasi atau kewirausahaan. Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, atau Hidayatullah bisa memanfaatkan jejaringnya untuk menciptakan pusat inkubasi bisnis bagi korban PHK.

Kolaborasi ini bukan sekadar amal, tapi investasi untuk masa depan bangsa.

Strategi Kaum Muda

Bagi generasi muda, adaptasi adalah kunci. Jangan lagi berpikir bahwa ijazah adalah jaminan.

Keterampilan digital, mental wirausaha, dan jaringan luas menjadi senjata utama. Ikuti kursus online, manfaatkan program pelatihan pemerintah, atau mulai usaha kecil sambilan.

Kesadaran Kolektif untuk Melawan Badai

PHK bukan masalah individu. Ini adalah isu nasional yang membutuhkan kesadaran kolektif.

Setiap pihak—pengusaha, pemerintah, masyarakat sipil—harus punya rasa tanggung jawab bersama. Jika tidak, badai ini akan menghancurkan sendi-sendi ekonomi dan sosial kita.

Badai memang tak bisa dihindari. Tapi dengan persiapan dan solidaritas, kita bisa melaluinya tanpa harus kehilangan masa depan.

Langkah Darurat yang Tak Boleh Ditunda

Pemerintah harus menjadi garda terdepan dalam menghadapi badai PHK. Selain kebijakan proteksi tenaga kerja, seperti larangan PHK massal tanpa skema kompensasi yang adil, pemerintah perlu mempercepat program reskilling dan upskilling bersama lembaga pelatihan dan universitas.

Contoh baik adalah skema Job Credit Scheme Singapura atau subsidi upah Malaysia yang membantu perusahaan mempertahankan karyawan selama krisis.

Di Indonesia, alokasi anggaran untuk program pelatihan digitalisasi atau ekonomi hijau bisa menjadi solusi konkret.

Pemerintah juga harus memperkuat pengawasan terhadap perusahaan yang melakukan PHK, memastikan hak-hak pekerja dipenuhi, sekaligus mendorong insentif pajak bagi perusahaan yang berinvestasi dalam pengembangan SDM lokal. Tanpa langkah tegas ini, gelombang PHK akan semakin tak terkendali.*

*) Mas Imam Nawawi, kolumnis Nasional.news

Pos terkait