JAKARTA — Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI) menggelar acara webinar internasional bertajuk “Strengthening Family Resilience as the Foundation of Civilization” yang menhadirkan pembicara dari Singapura dan Brunei Darussalam, tema besar webinar berfokus pada penguatan ketahanan keluarga sebagai pondasi dari sebuah peradaban khususnya dalam konteks Islam, digelar pada Sabtu (5/10/2024).
Acara ini secara resmi dibuka oleh Ketua Presidium BMIWI, Dr. Reny Susilowati Latif, M.Pd.I., yang dalam sambutannya menekankan pentingnya peranan keluarga dalam membentuk fondasi yang kuat bagi masyarakat dan peradaban Islam.
BMIWI, sebagai badan federasi organisasi tingkat pusat, memiliki visi besar untuk menjadi federasi organisasi Muslimah yang produktif dan solutif, khususnya dalam meningkatkan kapasitas organisasi anggotanya.
Dr. Reny Susilowati menegaskan bahwa salah satu misi dari visi tersebut adalah memperkuat peranan organisasi Muslimah dalam menghadapi tantangan dan permasalahan yang dihadapi perempuan Muslim, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional.
Dalam konteks internasional, terang dia, visi dan misi ini diaktualisasikan melalui berbagai program, termasuk webinar internasional kali ini yang berfokus pada ketahanan keluarga.
“Visi dan misi ini kemudian kami terjemahkan dalam program hubungan luar negeri, dengan tema besar penguatan peranan keluarga sebagai pondasi dari peradaban,” tutur Reny.
Keluarga sebagai Inti Peradaban Islam
Dalam sambutannya, Reny menekankan bahwa keluarga adalah institusi terkecil dalam sebuah peradaban. Keluarga yang kuat, menurutnya, akan menjadi pilar bagi tegaknya peradaban yang kokoh.
Dalam ranah Muslimah, peradaban yang dimaksud tak lain adalah peradaban Islam yang berlandaskan pada nilai-nilai keislaman yang luhur. “Ketahanan keluarga tidak hanya menjadi fondasi bagi ketahanan masyarakat, tetapi juga bagi tegaknya peradaban Islam,” ucapnya.
Globalisasi, kata Dr. Reny, membawa berbagai tantangan yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan keluarga, baik dari aspek sosial, budaya, maupun agama. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji dampak globalisasi terhadap keluarga serta mencari solusi yang dapat memperkuat ketahanan keluarga di era modern ini.
“Seminar ini membahas bagaimana ketahanan keluarga dapat dipertahankan di tengah tantangan globalisasi, serta mengkaji realitas yang ada dan idealitas yang kita harapkan dari sebuah keluarga yang tangguh,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dr. Reny menyampaikan harapannya bahwa program-program seperti ini dapat terus berkelanjutan dengan bersinergi bersama mitra-mitra internasional. Ia juga berharap adanya kolaborasi lebih lanjut dalam bidang informasi dan komunikasi untuk memperkuat hubungan lintas negara.
“Silaturahmi antarbangsa ini diharapkan akan terus berkembang dalam berbagai bentuk program bersama di masa mendatang,” katanya optimis.
Pembicara dari Tiga Negara
Acara ini dipandu oleh moderator Ariesa Ulfa, B.Sc., M.Sos., yang saat ini menjabat sebagai Ketua Divisi Hubungan Luar Negeri BMIWI. Ariesa Ulfa dengan cermat mengarahkan diskusi antara tiga pembicara internasional yang diundang khusus untuk berbagi perspektif tentang ketahanan keluarga di tengah tantangan global.
Pembicara pertama, Mr. Nailul Hafiz Abdul Rahim, B.Eng., M.Sc., berasal dari Singapura. Mr. Nailul menyampaikan materi yang bertajuk “Enculturalising Family Resilience to Thrive in Uncertain Times”, yang membahas bagaimana budaya ketahanan keluarga dapat dikembangkan dan diterapkan untuk bertahan dalam masa-masa yang penuh ketidakpastian.
Dalam presentasinya, Nailul Hafiz menekankan pentingnya membangun ketahanan keluarga melalui pendekatan budaya yang kontekstual dengan ajaran Islam dan relevan dengan tantangan zaman.
Selanjutnya, penyaji dari Brunei Darussalam, hadir Associate Professor Dr. Hajah Rose binti Abdullah yang menyajikan topik “Strengthen Family Resilience with Islamic Perspective”.
Dr. Hajah Rose menyoroti bagaimana Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana membangun dan menjaga ketahanan keluarga. Menurutnya, prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan, kebijaksanaan, dan kasih sayang, harus dijadikan pijakan dalam membangun keluarga yang kokoh.
Dr. Hajah Rose juga menekankan bahwa ketahanan keluarga dalam Islam bukan hanya berfokus pada aspek material, tetapi juga spiritual, karena tujuan akhir kehidupan keluarga Muslim adalah bertemu kembali di surga, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah.
Pembicara ketiga, Dr. Dinar Dewi Kania, dari Indonesia, menyampaikan pandangan yang kritis melalui paparannya yang bertajuk “Globalization and Secularization of Family Values”.
Dalam presentasinya, Dr. Dinar mengungkapkan bahwa globalisasi seringkali membawa pengaruh negatif terhadap nilai-nilai keluarga, khususnya melalui proses sekularisasi yang mengaburkan peran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Dinar, sekularisasi ini berdampak pada melemahnya nilai-nilai Islam dalam keluarga, sehingga perlu adanya upaya yang serius untuk menjaga agar keluarga tetap berlandaskan pada nilai-nilai spiritual yang kuat.
“Sekularisasi yang ditimbulkan oleh globalisasi adalah salah satu tantangan besar bagi keluarga Muslim. Oleh karena itu, kita harus memperkuat peran agama dalam keluarga agar nilai-nilai Islam tidak tergerus oleh arus sekularisme,” ujarnya.
Acara webinar internasional ini tidak hanya dihadiri oleh peserta dari Indonesia, tetapi juga dari berbagai negara lainnya, termasuk Australia dan Malaysia.
Partisipasi yang luas ini dalam acara ini mencerminkan tingginya minat dan kepedulian komunitas internasional terhadap isu ketahanan keluarga, khususnya dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang.
BMIWI, sebagai organisasi yang berfokus pada pengembangan Muslimah di Indonesia, berharap dapat terus memperluas jangkauan kerjanya di tingkat internasional dengan menjalin sinergi lebih kuat lagi dengan mitra.*/Yacong B. Halike