Candaan Suswono dan PR Besar Pram-Doel sebagai Pemimpin Baru Jakarta

JAKARTA — KPU Jakarta baru saja menetapkan pasangan Pramono Anung dan Rano Karno “Si Doel” sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang baru di Hotel Pullman Central Park, Jakarta pada Kamis (9/1/2025). Momen ini dirayakan dengan gaya unik, mulai dari candaan politisi hingga aspirasi serius yang dititipkan untuk masa depan ibu kota.

pram doel
Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Terpilih Pramono Anung-Rank Karno memberikan sambutan usai penetapan yang digelar KPU Jakarta di Hotel Pullman Central Park, Jakarta Barat, pada Kamis (9/1/2025). (Foto: KPUD Jakarta)

Salah satu momen yang mencuri perhatian adalah sambutan dari Suswono, yang mewakili Ridwan Kamil yang sedang berhalangan hadir. Di depan hadirin acara penetapan di Hotel Pullman Central Park, Jakarta, Suswono memulai dengan candaan ringan yang menggelitik.

Bacaan Lainnya

“Saya kira kasihan juga kalau sudah mengganti nama, kalau sampai enggak terpilih juga ya. Makanya kami juga legawa lah,” ujar Suswono sambil tersenyum, merujuk pada langkah Rano Karno yang menambahkan “Si Doel” ke namanya untuk memperkuat keterikatan emosional dengan pemilih.

Rano Karno memang mengambil langkah tak biasa dengan secara resmi menambahkan “Si Doel” ke namanya melalui keputusan pengadilan.

Langkah ini berhasil memunculkan sentimen nostalgia di kalangan warga Jakarta, yang mengenal karakter “Si Doel” sebagai ikon budaya Betawi yang sederhana, tulus, dan mencintai keluarganya. Nama ini akhirnya tersemat dalam surat suara, menjadikan pencalonannya terasa lebih dekat dan hangat di hati para pemilih.

Namun, di balik candaan itu, terselip pesan mendalam dari Suswono. Ia mengingatkan pasangan Pram-Doel untuk tidak melupakan aspirasi warga yang telah mendukung pasangan lainnya. “Kami ingin menitipkan aspirasi dari warga yang kami temui, dan rasanya tidak banyak perbedaan. Intinya, mereka ingin kualitas hidup yang meningkat, berkeadilan, dan sejahtera,” tuturnya penuh harap.

Pilgub DKI Jakarta 2024 memang berlangsung sengit. Dengan perolehan suara 50,07%, Pramono Anung dan Rano Karno berhasil unggul tipis atas RK-Suswono dan pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana.

Keunggulan kecil ini menjadi bukti bahwa Jakarta masih terpolarisasi dalam preferensi politiknya. Meski begitu, kemenangan Pram-Doel tidak hanya menjadi milik mereka, tetapi juga menjadi amanah besar dari seluruh warga Jakarta.

Sebagai pasangan terpilih, Pram-Doel menghadapi tantangan besar. Jakarta, yang kini berstatus sebagai daerah otorita khusus, adalah cerminan keberagaman Indonesia. Kota ini membutuhkan pemimpin yang tidak hanya bisa bekerja secara teknis, tetapi juga mampu merangkul semua golongan. Dalam pidato kemenangan mereka, keduanya menekankan pentingnya kebersamaan.

“Hari Minggu beli ketupat. Belinya dekat rumah Bang Safril. Mari berpegang tangan yang erat. Kita berjanji memimpin Jakarta dengan baik dan bijak,” ucap Pramono Anung membacakan pantun saat menyampaikan sambutannya.

Karenanya, langkah awal yang harus diambil Pram-Doel adalah membangun kembali kepercayaan lintas pendukung. Salah satu caranya adalah dengan merangkul program-program unggulan dari pasangan lainnya. Misalnya, RK-Suswono yang mengusung konsep “Jakarta Hijau dan Berkeadilan”, serta Dharma-Kun dengan visi “Jakarta Digital”.

Pasangan terpilih Pram-Doel pun menyampaikan komitmen untuk tidak hanya menjalankan visi mereka, tetapi juga membawa gagasan baik dari rekan-rekan lainnya. Jakarta adalah rumah bersama, dan semua aspirasi adalah bahan bakar untuk membangun kota ini lebih maju,” kata Rano Karno dalam konferensi pers usai penetapan.

Jakarta sebagai Barometer Indonesia

Pengamat sosial dari Progressive Studies & Empowerment Center (Prospect), Rizki Ulfahadi, menilai langkah Pram-Doel dalam merangkul semua pihak ini merupakan PR penting dan suatu keniscayaan yang mesti ditempuh untuk menuju pembangunan yang dilakukan seiring dan kolektif usai kontestasi yang terbilang sengit.

Rizki menyebutkan, sebagaimana data KPUD Jakarta, partisipasi pemilih dalam Pilkada Jakarta 2024 mencatatkan rekor terendah sepanjang sejarah, hanya mencapai 53,05 persen. Dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebesar 8,2 juta, hanya sekitar 4,3 juta suara yang dihimpun.

Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya. Pada 2007 dan 2012, tingkat partisipasi pemilih mencapai sekitar 65 persen, sementara pada 2017, angka ini bahkan menembus lebih dari 70 persen.

Menurut Rizki, penurunan ini memunculkan sejumlah pertanyaan mendalam tentang dinamika politik dan sosial masyarakat Jakarta. Dia melihat faktor-faktor seperti tingkat kepercayaan terhadap proses demokrasi, keterlibatan generasi muda, serta efektivitas kampanye politik menjadi perhatian utama.

“Selain itu, secara historis, Pilkada Jakarta sering kali menjadi barometer antusiasme politik nasional. Namun, rendahnya tingkat partisipasi kali ini dapat mencerminkan kejenuhan politik, kendala logistik, atau bahkan perubahan prioritas masyarakat urban,” kata Rizki.

Karena itu, menurut Rizki, fenomena ini menggarisbawahi pentingnya inovasi dalam proses demokrasi, termasuk upaya meningkatkan kesadaran politik, memperbaiki sistem pemilu, dan membangun kembali kepercayaan masyarakat.

“Sebagai episentrum politik Indonesia, Jakarta memikul tanggung jawab untuk memastikan demokrasi tetap hidup dan relevan. Penurunan partisipasi ini menjadi pengingat bahwa keberlanjutan demokrasi membutuhkan kontribusi aktif semua pihak,” terangnya.

Disamping itu, ia berharap Pram-Doel dapat menguatkan kebijakan yang bersifat menyatukan, seperti festival budaya, dialog terbuka lintas komunitas, dan program kolaborasi warga, bisa menjadi jalan keluar dari sekat-sekat sosial yang sempat muncul selama masa kampanye. “Tidak lupa, pentingnya kolaborasi dengan DPRD dan pemerintah pusat untuk merealisasikan program-program strategis,” imbuhnya.

Pilgub Jakarta 2024 bagi Rizki mengajarkan satu hal penting yaitu Jakarta tidak hanya membutuhkan pemimpin yang cerdas dan berintegritas, tetapi juga pemimpin yang mampu menjadi simbol persatuan. Pram-Doel, dengan semua keunikannya, menurutnya, punya peluang besar untuk menjadi simbol itu.

“Mari kita tunggu bersama apakah mereka mampu menjadi “Si Doel” yang benar-benar membangun Jakarta dengan hati, bukan hanya dengan janji. Karena pada akhirnya, Jakarta adalah tentang kita semua, tentang kebersamaan dalam perbedaan, dan tentang saling berangkulan demi masa depan yang lebih baik,” tandas Rizki. (gfs/nas)

Pos terkait