INDONESIA, negeri kita yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah, ironisnya masih dihantui oleh masalah kemiskinan dan kebodohan yang mendera sebagian besar rakyatnya. Dalam percakapan sehari-hari, tak jarang kita mendengar ungkapan bahwa rakyat Indonesia sengaja dibuat bodoh. Sebuah tudingan yang tentu tidak datang tanpa sebab, namun lebih sebagai refleksi dari kekecewaan kolektif terhadap sistem yang ada.
Mengapa negara dengan sumber daya alam yang begitu kaya ini justru membiarkan sebagian besar rakyatnya terjebak dalam lingkaran kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan?
Kebodohan Sistemik
Dalam sejarah panjang bangsa ini, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan rakyat. Namun, faktanya, meskipun pendidikan sudah menjadi hak setiap warga negara, kesenjangan pengetahuan masih begitu terasa.
Ada anggapan bahwa ketidakmampuan sebagian besar masyarakat dalam memahami dan mengkritisi situasi yang ada bukanlah sekadar kekurangan intelektual, melainkan akibat dari sistem yang dengan sengaja mempertahankan kebodohan itu sendiri. Mengapa? Karena bagi segelintir elit yang memiliki kekuasaan dan modal, rakyat yang bodoh lebih mudah dikendalikan.
Pemerintah sering kali menjanjikan kemajuan dalam pendidikan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Kurikulum yang sering berubah, akses pendidikan yang tidak merata, serta biaya pendidikan yang terus meningkat, menjadi kendala utama bagi banyak rakyat untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
Dalam banyak kasus, pendidikan yang diberikan lebih condong pada aspek-aspek teoretis yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Padahal, pendidikan yang ideal seharusnya memberikan keterampilan berpikir kritis dan kesadaran sosial yang mendalam. Tetapi, hal ini justru dihindari oleh sistem yang ada. Kenapa? Karena rakyat yang cerdas dan kritis akan menuntut perubahan.
Akar Ketimpangan
Salah satu isu terbesar yang masih dihadapi Indonesia adalah ketimpangan penguasaan lahan. Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, pernah mengungkapkan bahwa lebih dari separuh lahan di Indonesia dikuasai oleh segelintir orang saja.
Ketimpangan ini tidak hanya menyangkut persoalan tanah, tetapi juga kekayaan alam lainnya yang terkandung di dalamnya. Di satu sisi, Indonesia kaya akan tambang, hutan, minyak, dan gas; di sisi lain, rakyatnya hidup dalam kemiskinan.
Ketidakadilan penguasaan tanah ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan agraria yang sering kali tidak berpihak kepada rakyat kecil. Konsesi lahan besar-besaran diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar, sementara petani kecil terusir dari tanah mereka sendiri. Padahal, tanah dan sumber daya alam adalah modal utama bagi kesejahteraan rakyat. Namun, alih-alih dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat banyak, kekayaan ini justru hanya memperkaya segelintir elit yang memiliki akses ke kekuasaan.
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah—mulai dari eksplorasi kandungan alam bumi kita di Papua, Sulawesi sampai Maluku, minyak dan hutan kita di Sumatera, hutan dan batu bara kita di Jawa dan Kalimantan, hingga kandungan lautan samudera luas kita yang melimpah—sebenarnya cukup untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya, pengelolaan sumber daya alam yang ada selama ini lebih banyak berpihak pada pemodal besar, baik domestik maupun asing, yang hanya memperkaya lingkaran tertentu. Akibatnya, keuntungan dari eksploitasi sumber daya ini tidak dirasakan oleh rakyat, melainkan oleh segelintir penguasa.
Kemiskinan dan Kelaparan
Sementara itu, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa per Maret 2023, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,90 juta orang, meskipun telah terjadi penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi global, tetapi juga oleh ketidakadilan dalam distribusi sumber daya dan akses terhadap layanan publik.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja. Ia merupakan hasil dari kebijakan yang tidak adil dan tidak berpihak pada rakyat kecil. Dalam banyak kasus, penguasaan lahan yang dilakukan oleh korporasi besar menyebabkan hilangnya mata pencaharian rakyat. Petani kecil kehilangan tanah mereka, nelayan kecil tersingkir oleh korporasi perikanan besar, dan buruh kehilangan pekerjaan karena perusahaan lebih memilih teknologi daripada tenaga kerja manusia.
Bahkan di sektor pertanian, yang seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian rakyat, kebijakan yang ada lebih banyak menguntungkan perusahaan-perusahaan agribisnis besar. Petani kecil sulit mendapatkan akses ke pasar, bibit unggul, dan teknologi pertanian yang memadai. Padahal, sektor ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat jika dikelola dengan adil dan transparan.
Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam terbesar di dunia. Mulai dari tambang emas, tembaga, hingga minyak bumi dan gas alam, Indonesia memiliki segalanya. Namun, kekayaan alam ini tidak serta-merta memberikan manfaat bagi seluruh rakyatnya. Sebaliknya, yang terjadi adalah eksploitasi besar-besaran yang justru memperkaya segelintir orang, sementara sebagian besar rakyat tetap hidup dalam kemiskinan.
Kekayaan alam yang seharusnya menjadi modal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, justru menjadi sumber konflik dan ketidakadilan. Sumber daya alam seperti tambang emas di Papua, misalnya, lebih banyak dinikmati oleh perusahaan asing dan elit lokal, sementara rakyat Papua sendiri hidup dalam kemiskinan dan kekerasan. Di Kalimantan, hutan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat adat, justru dirusak oleh perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dan tambang batu bara. Situasi serupa juga terjadi di banyak daerah lainnya.
Jika kekayaan alam Indonesia dikelola dengan baik, adil, dan transparan, seharusnya tidak ada rakyat yang kelaparan. Namun, kenyataannya, distribusi kekayaan ini sangat timpang. Hanya segelintir orang yang menikmati kekayaan alam ini, sementara sebagian besar rakyat tidak merasakan manfaatnya.
Pentingnya Kesadaran Politik
Dalam situasi yang serba tidak adil ini, penting bagi rakyat untuk melek dan sadar politik. Karena hanya melalui kesadaran politik yang tinggi, rakyat dapat menentukan nasibnya sendiri. Selama ini, banyak rakyat yang apatis terhadap politik, menganggap politik sebagai sesuatu yang kotor dan tidak berguna bagi kehidupan sehari-hari. Namun, justru sikap apatis inilah yang membuat segelintir elit semakin mudah mengendalikan rakyat.
Melek politik berarti memiliki kemampuan untuk memahami situasi politik yang ada, serta mampu membuat pilihan yang tepat dalam memilih pemimpin. Pemimpin yang amanah, otentik, dan tulus bekerja untuk rakyat adalah kunci untuk mengatasi masalah ketidakadilan yang ada di Indonesia. Namun, memilih pemimpin yang seperti ini tidaklah mudah. Dibutuhkan gerakan penyadaran yang terus-menerus agar rakyat mengerti dan akhirnya waras untuk menentukan nasibnya sendiri.
Meski kesadaran politik sangat penting, tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit. Sistem yang sudah ada begitu mengakar dan sulit untuk diubah. Banyak pihak yang memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo, sehingga setiap upaya untuk mengubah sistem ini sering kali dihadapkan pada berbagai hambatan, baik dari sisi politik, ekonomi, maupun sosial.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran rakyat. Ketika rakyat sadar akan hak-haknya, mereka akan mulai menuntut perubahan. Inilah yang menjadi tantangan utama bagi Indonesia saat ini: bagaimana membangkitkan kesadaran rakyat untuk memperjuangkan hak-haknya, serta memilih pemimpin yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompoknya.
Solusi Kolektif
Untuk mengatasi masalah kebodohan sistemik ini dan ketidakadilan penguasaan lahan, setidaknya ada beberapa solusi yang perlu dilakukan. Pertama, pendidikan harus menjadi prioritas utama. Seluruh rakyat Indonesia harus mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan mereka. Pendidikan yang diajarkan juga harus mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, agar rakyat tidak mudah terjebak dalam kebodohan dan manipulasi politik.
Kedua, menggalakkan gerakan penyadaran politik secara masif. Media, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga pendidikan harus berperan aktif dalam memberikan pemahaman politik kepada rakyat. Hanya dengan kesadaran politik yang tinggi, rakyat dapat menentukan nasibnya sendiri dengan memilih pemimpin yang amanah dan bekerja untuk kepentingan rakyat.
Ketiga, reformasi agraria yang sejati harus dilakukan untuk mengatasi ketimpangan penguasaan lahan. Tanah harus dikembalikan kepada rakyat, terutama kepada petani kecil dan masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan oleh kebijakan agraria yang tidak adil. Kekayaan alam yang ada harus dikelola secara adil dan transparan, sehingga seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan manfaatnya.
Keempat, sumber daya alam harus dikelola dengan transparan dan berpihak pada kepentingan rakyat. Rakyat harus mendesak dan menuntut pemerintah harus memastikan bahwa keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir orang.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara yang makmur dan sejahtera. Namun, untuk mencapai itu, perlu ada perubahan besar dalam cara kita mengelola pendidikan, sumber daya alam, dan sistem politik.
Karena itu, hanya dengan kesadaran politik yang tinggi dan pemimpin yang amanah, kita bisa mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan bebas dari kebodohan serta ketidakadilan.
EDITORIAL NASIONAL.NEWS