JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Yayasan Majelis Al-Washiyyah luncurkan program Pelatihan Calon Khotib Muda. Kegiatan yang didukung oleh BSI Maslahat, Yayasan Tahfidz Sulaimaniyah, juga Shad Network ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan khotib di Indonesia.
Ketua MUI bidang dakwah dan ukhuwah, KH Cholil Nafis menegaskan program pelatihan menyiapkan sumber daya khotib perlu diperhatikan dengan serius. Karena itu menurutnya wajar ada lima lembaga berkolaborasi mewujudkan cita-cita bersama tersebut.
“Banyak yang berkerjasmaa dalam program ini karena ini sangat genting. Gentingnya adalah karena tempat-tempat ibadah untuk shalat Jumat itu banyak sekali, sementara SDM-nya terbatas,” ujar Kiai Cholil dalam kegiatan Launching Program Pelatihan Calon Khotib Muda di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, Selasa (11/04/2023).
Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini melanjutkan di kota besar seperti Jakarta saja masih banyak masjid yang belum maksimal mendapatkan khotib berkulitas yang bersertifikasi, apalagi di daerah-daerah lainnya.
Kiai Cholil lantas memberi contoh apa yang terjadi di Maluku. Ia menuturkan disana satu kecamatan ada 16 desa. Tapi yang terpenuhi khotibnya itu hanya sembilan. Sisanya itu tidak ada khotib. “Jadi hanya seadanya saja, yang penting tampil,”katanya.
Berkaca dari fenomena itu, Kiai asal Madura ini berharap program pelatihan Khotib nantinya dapat melahirkan khotib-khotib muda yang berkualitas. “Nah dalam konteks sekarang kita ingin khutbah-khutbah itu lebih berbobot. Kemudian orang-orang yang memang punya potensi secara keilmuan kita dorong untuk berani berkhutbah,”jelas Kiai Cholil.
Para calon khotib muda ini akan mendapat materi-materi dasar menjadi seorang khotib. Di Komisi Dakwah MUI kata Kiai Cholil biasanya peserta dibekali dengan kemampuan fiqih dakwah, tahsinul qiraah, public speaking dan wawasan kebangsaan atau Islam wasathiyah.
“Jadi pertama kita membekali mereka soal keislamannya agar wasathiyah, kemudian wawasan kebangsaan dan metode dakwah,” jelas Kiai Cholil.
Kiai Cholil menggaris bawahi perlu dipahami, bahwa agama tidak dibenturkan dengan kebangsaan. Sekaligus juga bernegara tidak kemudian meninggalkan beragama. “Maka pertanyaan, anda milih Islam atau Pancasila itu konyol. Karena kita milih dua-duanya dalam konteks Indonesia. Ini kita ingin letakkan pada tempatnya, dan di syiarkan oleh para Khotib kita,”tambah Kiai Cholil.
Sementara itu, Inisiator program khotib millenial, Mohammad Hidayat menyampaikan pelatihan khotib muda sangat penting. Sebab masih banyak dijumpai gagalnya pelaksanaan shalat Jumat karena tidak ada khotib. “Di beberapa masjid terjadi khotib Jumatnya tidak bisa hadir,”ujar pengasuh Majelis Al Washiyyah ini.
Karena itulah perlunya menyiapkan generasi pelanjut demi memenuhi kebutuhan Khotib. “Melihat dari pengalaman seperti khotib udzur, ketersedian khotib cadangan yang kurang capable atau khotib sudah berumur dan belum ada penggantinya. Sehingga regenerasi ini amat penting untuk keberlangsungan dakwah di Indonesia,”tuturnya.
Program pelatihan khotib muda ini akan dilaksanakan pertama kali di Jakarta pada 12-13 Mei 2023 mendatang. Ke depannya, program ini juga akan dilaksanakan di kota-kota lainnya di Indonesia.
“Kita akan membuka pendaftaran mulai besok dan pesertanya terbuka. Tapi karena ini gelombang pertama, kita buka khusus untuk Jabodetabek dulu. Nanti ke depannya akan ada daerah-daerah lain juga seperti di Jawa Barat atau Jawa Timur,” ujar Kiai Hidayat.
Adapun untuk peserta training khotib muda ini disebutkan antara 40 sampai 60 orang setiap angkatan. MUI dan para stakholder mengupayakan kegiatan ini bisa terlaksana sebulan sekali.
Sukoriyanto Saputro, Direktur BSI Maslahat, menyatakan siap mendukung penuh program training khotib muda ini. Ia menyebut lembaganya sudah lama membahas ini dengan pemangku di Bank Syariah Indonesia.
“Training ini sangat kami dukung karena sejalan dengan program kami, BSI Maslahat itu punya tiga pilar program, pertama mitra umat, membidangi pemberdayaan desa dan ekonomi. Kemudian didik umat, pendidikan, beasiswa, termasuk training khotib masuk dalam kategori ini. Terakhir simpati umat, meliputi kesehatan, dan kebencanaan,”ungkap Suko dalam sambutannya.
Darurat Kaderisasi Khotib di Indonesia
Pimpinan Yayasan Al Washiyyah KH. Mohamad Hidayat mengatakan Indonesia darurat kaderisasi khotib. Ia menilai kondisi saat ini, nyaris tidak ada lembaga yang mempersiapkan kader-kader calon khotib. Menurutnya, penghafal Qur’an sudah disiapkan, mubaligh sudah pun demikian.
“Indonesia darurat kaderisasi khotib karena banyak anak muda yang enggan untuk naik ke atas mimbar kalau belum disuruh,” ungkap Kiai Hidayat
Bukan tanpa alasan, Hidayat mengatakan rasa enggan itu biasa terjadi di pesantren sebagai tempat khotib dididik karena adanya rasa hormat kepada guru.
Selain itu para penceramah muda ini biasanya lebih senang untuk melakukan ceramah umum karena tidak mengikat pada rukun dan syarat seperti yang ada pada khutbah Jumat. “Padahal dalam Islam khotib itu memegang posisi penting. Bayangkan jika shalat wajib yang memerlukan khotbah tapi tidak ada khotibnya,” tambah Hidayat.
Lebih jauh, Kiai Hidayat menambahkan terdapat setidaknya 3.445 masjid di Jakarta. Sejumlah itu pula yang harus dipersiapkan untuk menjadi Khotib, belum termasuk perkantoran yang mengadakan Jumatan.
“Program ini penting karena khatib berbeda dengan mubaligh. Khatib harus disempurnakan karena dalam berkhotbah terdapat rukun yang tidak ada dalam dakwah yang biasa disampaikan mubaligh,”tukasnya.*/Azim Arrasyid Sofyan