Di era modern ini, terkhusus di dalam negeri, ketika kita berbicara tentang pemimpin, pikiran kita seringkali tertuju pada figur-figur berkuasa seperti Presiden, Menteri, atau Gubernur. Mereka memegang otoritas untuk membuat perubahan, namun apakah ini berarti mereka boleh bertindak sewenang-wenang? Jawabannya tentu saja tidak.
Tapi siapa yang bisa mengingatkan para pemimpin itu agar tidak semena-mena?
Sepertinya kelompok akademisi hingga politisi tak mau berurusan dengan perilaku deviatif dari para pemimpin. Lebih enak diam, karena itu berarti urusan aman. Jadi ungkapan diam adalah emas, itu memang benar. Dengan diam, orang pandai bisa mengumpukan pundi-pundi besar, asal tidak banyak cakap mengkritik para pemimpin.
Kekuasaan Sejati Milik Rakyat
Fahmi Huwaydi, dalam bukunya “Demokrasi Oposisi dan Masyarakat Madani”, menegaskan bahwa kekuasaan tertinggi sebenarnya berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang memiliki hak untuk memilih dan mencabut mandat seorang pemimpin.
Pandangan Fahmi juga merujuk pemikiran Yusuf Musa. Ia menyatakan bahwa sumber otoritas adalah umat, bukan pemimpin. Pemimpin hanyalah wakil rakyat dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan sesuai dengan syariat dan kepentingan rakyat.
Menolak Otoritarianisme
Para ahli demokrasi sepakat bahwa seorang pemimpin tidak boleh bertindak otoriter dan semena-mena. Kekuasaan yang tidak dibatasi akan membuka peluang bagi penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Akan tetapi, demokrasi dalam banyak negara sudah jadi semacam sirkus untuk para pemilik kepentingan besar beratraksi dengan segenap pretensinya. Dengan uang, semua bisa dijungkirbalikkan dalam sekejap. Kasus penebangan sebuah partai berlambang pohon, sepertinya jadi bukti terkini.
Mengapa di Indonesia Pemimpin Terkesan Kebal Hukum?
Pertanyaan penting yang muncul adalah mengapa di Indonesia terkadang terkesan bahwa pemimpin tidak boleh dibatasi oleh aturan yang ada? Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Lemahnya penegakan hukum
Sistem hukum yang lemah membuat pemimpin merasa bisa bertindak tanpa takut akan sanksi.
Kurangnya pengawasan dari lembaga independen
Lembaga-lembaga pengawas seperti KPK dan Ombudsman harus diperkuat agar bisa menjalankan fungsinya secara efektif.
Rendahnya partisipasi masyarakat
Masyarakat perlu lebih aktif dalam mengawasi dan mengkritisi kinerja pemimpin.
Demokrasi yang Sehat
Untuk mewujudkan demokrasi yang sehat, penting bagi kita untuk terus memperjuangkan prinsip-prinsip dasar demokrasi, yaitu:
Kedaulatan rakyat: Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
Pembatasan kekuasaan: Kekuasaan pemimpin harus dibatasi oleh konstitusi dan hukum.
Akuntabilitas: Pemimpin harus bertanggung jawab atas tindakan mereka kepada rakyat.
Partisipasi masyarakat: Masyarakat harus aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Pada akhirnya pemimpin yang semena-mena tidak memiliki tempat dalam sistem demokrasi yang sehat.
Kita semua memiliki peran untuk memastikan bahwa pemimpin kita bertindak sesuai dengan aturan dan kepentingan rakyat. Dengan memperkuat penegakan hukum, pengawasan, dan partisipasi masyarakat, kita bisa mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis dan berkeadilan.[]
*) Imam Nawawi, kolumnis Nasional.news