DALAM hiruk-pikuk politik yang semakin kompleks, kita seringkali terjebak dalam perdebatan, retorika, dan kepentingan pribadi. Padahal politik hari ini mencari orang yang punya hati, masih peduli dan tentu saja mau berbagi.
Namun, bagi cara pandang pesimis, apakah masih ada politisi yang memiliki hati, peduli dan peka terhadap kondisi rakyat?
Kita mungkin tak bisa menjawab langsung. Tetapi dalam Pilkada 2024 kita harus menemukan mana calon pemimpin yang memiliki 3 kriteria itu. Calon kepala daerah yang bukan boneka, alias benar asli dan tentu saja berkarakter.
Saya kira itu permasalahan inti rakyat Indonesia pasca DPR membatalkan pengesahan RUU Pilkada baru-baru ini.
Hati Nurani dalam Politik
Orang-orang dengan hati nurani adalah mereka yang tidak hanya melihat angka-angka dan statistik, tetapi juga merasakan dampak kebijakan politik pada kehidupan sehari-hari.
Mereka tidak hanya berbicara tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang ketidaksetaraan, kemiskinan, dan kesejahteraan masyarakat.
Kita butuh pemimpin yang mendengarkan, bukan hanya bicara. Pemimpin yang merasa getir ketika melihat anak-anak yang tidak bisa sekolah karena kemiskinan.
Kita memerlukan pemimpin yang merasa prihatin ketika melihat buruh yang bekerja keras tetapi upahnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Bukan pemimpin yang kala rakyat susah ia malah semakin pongah. Ketika rakyat demo ia malah masa bodo. Saat rakyat diselimuti ketakutan akan kelaparan, pemimpinnya malah pamer kelezatan makanan.
Tapi ke depan, Indonesia akan lebih baik, hanya jika rakyat mampu berpikir dengan baik dalam Pilkada. Mampukah rakyat memilih pemimpin dengan kesadaran bukan bayaran?
Peduli pada Kesejahteraan Rakyat
Politik bukan hanya soal kekuasaan dan jabatan. Politik adalah tentang bagaimana kita memastikan kesejahteraan rakyat.
Kita butuh orang-orang yang memahami bahwa setiap kebijakan memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif.
Sebagai generasi muda bangsa kita mesti sadar bahwa ini belum banyak dipahami oleh sebagian besar rakyat. Bagi mereka politik adalah pemilu dan pilkada, selanjutnya jalani hidup apa adanya. Tidak!
Dalam demokrasi rakyat punya kuasa untuk mengontrol perilaku DPR dan pemerintahan. Tetapi jika rakyat mau membuka jalan untuk peduli dan terlibat memberikan kritik yang membangun bagi pemerintah dan DPR.
Hanya dengan itu kita akan memiliki pemimpin yang visioner. Bukan pemimpin yang hanya bisa berbicara tentang infrastruktur megah, tetapi lupa nasib rakyat.
Lupa memberikan akses layanan kesehatan yang merata.
Negeri ini tidak memerlukan pemimpin yang hanya berbicara tentang investasi asing, tetapi tidak membuat kebijakan tentang kesempatan kerja bagi rakyatnya.
Kepedulian terhadap Demokrasi
Demokrasi adalah hak kita sebagai warga negara. Namun, demokrasi bukan hanya tentang hak memilih setiap lima tahun sekali.
Demokrasi adalah tentang partisipasi aktif, pengawasan, dan keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana tadi saya tegaskan.
Kita butuh orang-orang yang peduli terhadap demokrasi. Orang-orang yang tidak hanya mengkritik di media sosial, tetapi juga turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi. Orang-orang yang memahami bahwa demokrasi memerlukan kerja keras, bukan hanya retorika kosong.
Secara prinsip kita mungkin sependapat bahwa politik hari ini butuh lebih dari sekadar kekuasaan dan kepentingan pribadi.
Kita butuh orang-orang dengan hati, peduli, dan kepedulian terhadap kondisi rakyat. Mari bersama-sama membangun politik yang lebih manusiawi, lebih adil, dan lebih peduli pada keberlangsungan hidup kita semua. Dan, kepada partai politik, apakah hal seperti ini sudah sulit untuk ditegakkan?*
*) Imam Nawawi, penulis kolumnis Nasional.news