MAKASSAR – Intelektual muda Asrullah, S.H., M.H., yang juga Tenaga Ahli Kapoksi Komisi III DPR RI Fraksi NasDem berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum di di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Jumat (11/4/2025).
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Lingkar Dakwah Mahasiswa Islam (LIDMI) periode 2022-2024 ini berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Reformulasi Pengaturan Presidential Threshold dalam Sistem Presidensial Berdasarkan UUD NRI 1945”, yang menjadi sumbangan pemikiran yang mendalam bagi wacana ketatanegaraan Indonesia.
Ujian promosi doktor ini dihadiri oleh para cendekiawan hukum terkemuka. Sebagai penguji eksternal, hadir Prof. Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H., mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (2013-2015) yang dikenal sebagai salah satu begawan hukum tata negara Indonesia.
Sementara itu, penguji internal terdiri dari Prof. Dr. Andi Pangerang Moenta, S.H., M.H., DFM, Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H., Prof. Dr. Irwansyah, S.H., M.H., dan Assoc. Prof. Dr. Zulkifli Aspan, S.H., M.H. Peran promotor diemban oleh Prof. Dr. Marwati Riza, S.H., M.Si., dengan ko-promotor Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P., yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Dalam proses pengujian, Prof. Dr. Hamdan Zoelva membedah disertasi Asrullah dengan ketajaman analisis. Ia memberikan apresiasi atas kajian yang aktual dan kemampuan Asrullah dalam mengurai isu ketatanegaraan dengan pendekatan yang tajam.
“Hasil kajian ini menunjukkan analisis ketatanegaraan yang baik dari Promovendus,” ujar Zoelva. Meski begitu, ia juga menyampaikan sejumlah masukan untuk penyempurnaan disertasi, menegaskan pentingnya ketelitian dalam merumuskan solusi hukum yang aplikatif.
Fokus disertasi Asrullah adalah mengkaji hakikat pengaturan presidential threshold dalam sistem presidensial berdasarkan UUD NRI 1945. Penelitian ini menghasilkan temuan yang menjadi novelty disertasi: ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinilai tidak selaras dengan UUD NRI 1945.
Menurut Asrullah, setiap partai politik seharusnya berhak mengusung calon presiden setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu, sebagaimana diamanatkan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945. “Ketentuan ini mencerminkan kedaulatan rakyat yang harus dijunjung dalam sistem demokrasi,” katanya.
Lebih lanjut, Asrullah mengusulkan pendekatan baru untuk menjaga konsolidasi sistem presidensial dalam konteks multipartai. Ia menyarankan penguatan parliamentary threshold atau electoral threshold yang proporsional, dengan memperketat syarat kepesertaan partai politik.
Langkah ini, menurutnya, dapat mencegah fragmentasi kandidasi yang berlebihan tanpa mengorbankan hak politik partai. Gagasan ini menjadi terobosan untuk menciptakan keseimbangan antara stabilitas politik dan keberagaman representasi.
Di penghujung pemaparannya, Asrullah mengusulkan norma kebijakan baru yang melengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 62/PUU-XXII/2024. Ia merekomendasikan pembatasan jumlah koalisi partai politik dalam pemilu sebagai bagian dari constitutional engineering.
“Dengan ambang batas maksimal koalisi, kita dapat menjamin tegaknya kedaulatan rakyat dan menyuguhkan lebih banyak alternatif pemimpin nasional yang dijamin oleh UUD NRI 1945,” paparnya. Usulan ini, terang dia, untuk merancang sistem pemilu yang lebih demokratis dan konstitusional.
Promosi doktor ini turut disaksikan oleh sejumlah tokoh penting, antara lain Wakil Ketua DPD RI H. Tamsil Linrung, Kapoksi Komisi III DPR RI Fraksi NasDem Rudianto Lallo, S.H., M.H., serta Pemimpin Umum DPP Wahdah Islamiyah K.H. Dr. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A., yang juga menjabat sebagai Ketua Ulama dan Da’i Asia Tenggara.
Disertasi Asrullah dinilai sebagai sebuah langkah maju dalam diskursus hukum tata negara Indonesia. Gagasannya tentang reformulasi presidential threshold menawarkan perspektif baru untuk memperkuat demokrasi konstitusional, sekaligus menegaskan pentingnya kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem politik Indonesia.[]