Ridwan Kamil – Suswono Menang Sebelum Bertanding di Pilkada DKI Jakarta 2024

DALAM politik, kemenangan sering kali sudah ditentukan sebelum pertempuran dimulai. Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, yang terdiri dari 12 partai, telah memposisikan diri sebagai kekuatan dominan di Pilkada DKI Jakarta 2024. Dengan Ridwan Kamil (RK) dan Suswono sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, KIM Plus tampaknya sudah memenangkan pertarungan sebelum suara dihitung.

Survei SMRC (Foto: Twitter Saidiman Ahmad)

KIM Plus bukanlah koalisi yang muncul tiba-tiba. Ini adalah hasil dari proses panjang yang melibatkan negosiasi politik yang intens dan aliansi strategis. Golkar, Gerindra, PAN, PSI, PBB, Gelora, Garuda, Prima, dan Demokrat bergabung lebih awal, menciptakan blok yang kokoh dan sulit dikalahkan.

Bacaan Lainnya

Yang mengejutkan banyak pihak adalah keputusan PKS, PKB, dan Nasdem untuk bergabung dengan KIM Plus, meskipun sebelumnya mereka vokal mendukung Anies Baswedan. Keputusan ini memicu spekulasi tentang godaan politik tertentu yang mempengaruhi arah dukungan mereka.

Dengan dukungan 12 partai, KIM Plus menguasai mayoritas kursi di DPRD DKI Jakarta. Mereka memiliki 90 kursi, jauh di atas ambang batas untuk mencalonkan gubernur. Dalam peta kekuatan politik Jakarta, ini berarti KIM Plus praktis tak terkalahkan.

PDIP Sendirian dan Calon Independen

PDIP, yang hanya memiliki 15 kursi, berada dalam posisi yang sulit. Banteng moncong putih ini pada akhirnya gagal mengusung kadernya sebab mereka tak memenuhi ambang batas untuk mengusung calon sendiri. Disamping Anies Baswedan pun harus menghadapi kenyataan pahit yang tak memiliki kendaraan politik yang kuat untuk bertarung.

Dalam situasi ini, satu-satunya penantang KIM Plus adalah pasangan calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Namun, mereka menghadapi tantangan besar, termasuk tuduhan penggunaan KTP fiktif dalam pendaftaran.

Dharma-Kun, tanpa basis dukungan yang kuat dan setelah skandal KTP fiktif terungkap, tampaknya tidak memiliki peluang nyata untuk menang. Hal ini semakin memperkuat posisi KIM Plus yang sudah kokoh.

Di lain pihak, keputusan PKS, PKB, dan Nasdem untuk beralih mendukung RK-Suswono mengejutkan banyak pihak. Ada spekulasi bahwa ini bukan hanya soal strategi, tetapi juga ada pertimbangan keuntungan politik yang menjadi motivasi.

Padahal, survei terbaru menunjukkan bahwa meskipun para elit partai telah mengalihkan dukungan, basis pemilih mereka, terutama dari PKS, PKB, dan Nasdem, masih mendukung Anies Baswedan. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keputusan partai dan kehendak pemilih.

Menurut survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Anies Baswedan justru unggul jauh dibandingkan RK jika Pilgub Jakarta diadakan saat ini. Survei ini mengungkap bahwa 94 persen pemilih PKS dan mayoritas pemilih PKB serta Nasdem masih memilih Anies.

Pengkhianatan Elit Partai?

Peneliti SMRC, Saidiman Ahmad, mengungkapkan bahwa dukungan elit partai kepada RK-Suswono bisa dianggap sebagai pengkhianatan terhadap pemilih mereka sendiri. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas partai-partai ini.

Saidiman Ahmad menyebutkan, 73 persen pemilih PKB, 76 persen pemilih Nasdem, dan 94 persen pemilih PKS di Jakarta memilih Anies untuk posisi gubernur mendatang.

“Tapi para elit di partai-partai ini malah ingin mendukung orang lain. Mungkin ini yang disebut penghianatan partai pada para pemilihnya,” kata Saidiman dalam cuitannya di X.

Sampai pada titik ini, kita harus bertanya, apakah ada partai politik di Indonesia yang benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat? Atau semua ini hanya permainan kekuasaan dengan topeng idealisme?

Penting bagi kita untuk menyadari bahwa banyak partai berjuang untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk rakyat. Kita harus tetap kritis dan tidak terjebak dalam permainan politik yang hanya menguntungkan segelintir elit.

Melihat peta politik yang ada, kemenangan KIM Plus di Pilgub Jakarta 2024 hampir bisa dipastikan. Dengan dukungan mayoritas partai, Ridwan Kamil dan Suswono berada dalam posisi yang sangat kuat, sementara Anies Baswedan tampaknya sudah kehilangan kendaraan politik untuk bertarung. (teg/nas)

Pos terkait