Jumat, 17 Mei 2024, menjadi hari istimewa bagi santri putri Pesantren Manarussalam, Hidayatullah Kota Cirebon. Mereka mendapat kesempatan berharga untuk belajar kepenulisan langsung dari dua penulis produktif, Mas Imam Nawawi dan Syamsudin Kadir.
Kegiatan dimulai dengan Mas Imam Nawawi yang mengajak para santri mendefinisikan apa itu menulis. Tiga santri putri memberikan pandangannya: “Menulis itu menuangkan isi hati dan pikiran,” ujar santri pertama. “Menulis itu menuangkan pikiran dan isi hati dalam bentuk tulisan,” sambung santri kedua. Santri ketiga menambahkan, “Menulis itu olahraga tangan,” yang sontak memecahkan suasana.
Mas Imam menjelaskan bahwa menulis adalah membaca berulang kali, merujuk pada buku “Aku Menulis Maka Aku Ada” karya Maman Suherman. Menurutnya, menulis adalah kegiatan menjadikan pikiran, perasaan, dan isi hati bisa dibaca oleh orang lain. Penjelasan ini membuat rasa ingin tahu para santri semakin menggebu.
Mas Imam menekankan dua bekal utama dalam menulis: membaca tiada henti dan tekad yang tak pernah padam. Hal ini senada dengan penjelasan Syamsuddin Kadir, penulis 40 buku, yang mengatakan bahwa menulis intinya adalah praktik sesering mungkin.
“Kalau mau tips, ada empat tahap,” kata Syamsudin. “Pertama, buat kata-kata seperti jaring laba-laba. Kedua, tulis kata yang paling disukai. Ketiga, tulis kata yang dibenci. Keempat, hubungkan dengan banyak kata lainnya dengan prinsip 5W dan 1H.”
Seorang santri bernama Aisyah bertanya, “Kapan kami bisa menulis dan menjadikannya sebagai buku?” Mas Imam dan Syamsuddin memberikan jawaban yang sama, “Perbanyak membaca, menulis sesering mungkin, dan tekunlah.”
Di akhir sesi, para santri putri itu siap menulis tentang pengalaman mereka menimba ilmu di Pesantren Manarussalam. Syamsudin Kadir berkomitmen untuk membimbing mereka hingga karya-karya tersebut bisa menjadi buku. Dukungan datang dari BMH Kota Cirebon, yang diwakili oleh Koordinator BMH Gerai Cirebon, Asep Juhana, untuk membantu merealisasikan impian para santri ini.*/Ybh_yth